A. GLOBALISASI
DAN KESADARAN GLOBAL
Mungkin
kita sudah sering mendengar istilah global ini, terutama saat ini kita memasuki
era yang sering disebut dengan era globalisasi. Dari istilahnya saja kita
sebenarnya dapat memahami bahwa globalisasi mengandung pengertian proses.
Istilah globalisasi saat ini menjadi sangat populer karena berkaitan dengan
gerak pembangunan Indonesia, terutama berkaitan dengan sistem ekonomi terbuka,
dan perdagangan bebas. Era globalisasi ditandai dengan adanya persaingan yang
semakin tajam, padatnya informasi, kuatnya komunikasi, dan keterbukaan. Tanpa
memiliki kemampuan ini maka Indonesia akan tertinggal jauh dan terseret oleh
arus globalisasi yang demikian dahsyat.
Sejak
kapankah globalisasi muncul? Tidak ada kepastian tentang hal ini, akan tetapi
isu globalisasi menerpa di segala aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek
kehidupan yang mendapat terpaan globalisasi yang paling kuat adalah aspek ekonomi
(Dollar, David 2007). Menjelang
tahun 1980-an hingga 1990-an, dunia tercengang saat negara-negara berkembang
(China dan India) yang sebelumnya menutup diri dari dunia luar, justru membuka
pintu ekonomi ke dunia luar, yang ditunjukkan dengan aktivitas ekspor.
Globalisasi ekonomi ini terus meluas dan meningkat drastis dalam kurun 20-30
tahun terakhir, dan terus berkembang berkat kerjasama ekonomi di antara
negara-negara sekawasan seperti Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang
menerapkan sistem pasar tunggal untuk Eropa; North American Free Trade Area
(NAFTA) di kawasan Amerika Utara; ASEAN Free Trade Area (AFTA) di
kawasan Asia Tenggara; dan Closer Economic Relations (CER) yang
merupakan kerja sama ekonomi antara Australia dan Selandia Baru dan yang
lainnya.
Hamijoyo (Mimbar, 1990), menjelaskan ciri-ciri yang berkaitan
dengan globalisasi ini seperti berikut:
1.
Globalisasi
perlu didukung oleh kecepatan informasi, kecanggihan teknologi, transportasi
dan komunikasi yang diperkuat oleh tatanan organisasi dan manajemen yang
tangguh.
2.
Globalisasi
telah melampaui batas tradisional geopolitik. Batas tersebut saat ini harus
tunduk pada kekuatan teknologi, ekonomi, sosial politik dan sekaligus
mempertemukan tatanan yang sebelumnya sulit dipertemukan.
3.
Adanya
saling ketergantungan antarnegara.
4.
Pendidikan
merupakan bagian dari globalisasi. Penyebaran dalam hal gagasan, pembaruan dan
inovasi dalam struktur, isi dan metode pendidikan dan pengajaran sudah lama
terjadi yang menunjukkan globalisasi. Ini telah lama terjadi melalui literatur,
atau kontak antar pakar dan mahasiswa.
Globalisasi mempunyai dampak baik
positif maupun negatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Tilaar (1998) bahwa dampak positifnya akan menyebabkan munculnya masyarakat
megakompetisi, di mana setiap orang berlomba untuk berbuat yang terbaik untuk
mencapai yang terbaik pula. Untuk berkompetisi ini diperlukan kualitas
yang tinggi. Dalam era globalisasi adalah era mengejar keunggulan dan kualitas,
sehingga masyarakat menjadi dinamis,
aktif dan kreatif. Dampak negatifnya , globalisasi juga bisa menjadi ancaman terhadap budaya bangsa.
Globalisasi akan melahirkan budaya global dan akan menjadi ancaman bagi budaya
lokal, atau budaya bangsa.
Rendahnya tingkat pendidikan akan
menjadi salah satu penyebab cepatnya masyarakat terseret oleh arus globalisasi
dengan menghilangkan identitas diri atau bangsa. Sebagai contoh, ”anak remaja”
kita dengan cepat meniru potongan rambut, model pakaian atau perilaku yang
tidak cocok dengan jati diri bangsa kita. Globalisasi ini dapat melanda
berbagai bidang kehidupan, Emil Salim
(Mimbar, 1989) mengemukakan ada empat bidang kekuatan yang membuat dunia
menjadi semakin transparan yaitu perkembangan IPTEK yang semakin tinggi,
perkembangan
bidang ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas, lingkungan
hidup, dan politik.
Pendapat lain
dikemukakan oleh Tilaar (1998) Era
globalisasi adalah suatu tatanan kehidupan manusia yang secara global telah
melibatkan seluruh umat manusia. Menurutnya
Globalisasi
secara khusus memasuki tiga arena penting dalam kehidupan manusia yaitu
ekonomi, politik dan budaya. Hal ini didukung dua kekuatan yaitu bisnis
dan teknologi sebagai tulang punggung globalisasi, maka ketiga arena bidang kehidupan
tersebut menempatkan manusia dan lembaga-lembaganya dengan berbagai tantangan,
kesempatan dan peluang. Gelombang globalisasi dalam bidang tersebut akan
berdampak terhadap bidang lainnya, yaitu bidang sosial terutama karena didukung
oleh kemajuan dalam teknologi transportasi dan komunikasi modern.
Globalisasi ditandai
dengan cepatnya perubahan, oleh karena itu, kita harus menguasai IPTEK. Dalam
hal ini Tilaar mengisyaratkan konsep inovasi
sebagai kesadaran global yang dituntut yaitu:
1.
Dalam
era globalisasi kita berada pada suatu masyarakat yang terbuka, dan penuh
kompetisi. Ini berarti bahwa masyarakat berada dalam kondisi yang menghasilkan
yang terbaik.
2.
Masyarakat
di dalam era globalisasi menuntut kualitas yang tinggi baik dalam jasa, barang,
maupun investasi modal. Kualitas berada di atas kuantitas.
3.
Era
globalisasi merupakan suatu era informasi dengan sarana-sarananya yang dikenal
sebagai information superhighway. Oleh sebab itu, pemanfaatan informasi
superhighway merupakan suatu kebutuhan masyarakat modern dan dengan demikian
perlu dikuasai masyarakat.
4.
Era
globalisasi merupakan era komunikasi yang sangat cepat dan canggih. Oleh sebab
itu, penguasaan terhadap sarana-sarana komunikasi seperti bahasa, merupakan
syarat mutlak.
5.
Era
globalisasi ditandai dengan maraknya kehidupan bisnis. Oleh sebab itu,
kemampuan bisnis, manajer, merupakan tuntutan masyarakat masa depan.
6. Era globalisasi merupakan era
teknologi dan oleh sebab itu, anggota-anggotanya harus melek digital. Hal
tersebut di atas merupakan karakteristik masyarakat kita masa depan. Kalau
karakteristik tersebut tidak kita miliki, dan kita tidak mempersiapkannya maka
globalisasi akan berubah menjadi hantu yang menakutkan.
B. KESADARAN
GLOBAL GURU ABAD -21
Sekarang
kita telah mengetahui suatu proses yang amat cepat, yang perlu diantisipasi
oleh kita sebagai pendidik yaitu proses globalisasi. Sebagai warga dunia kita
mau tidak mau harus mempersiapkan diri dengan cara membekali diri melalui
pendidikan. Penguasaan matematika dan bahasa asing merupakan tuntutan yang
tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kita tidak dapat mengatakan biarlah mereka ikut
arus globalisasi, tetapi ”saya” tetap seperti ini. Tidak mungkin ini dapat
dilakukan. Bagaimanapun kita akan terseret oleh arus globalisasi. Oleh karena
itu, kita harus mempersiapkan diri.
Pendidikan
merupakan salah satu modal untuk terjun ke era globalisasi. Kesadaran global
merupakan salah satu yang akan membekali kita dalam memasuki era globalisasi.
Kita sudah mengetahui tentang globalisasi sehingga diharapkan dapat mengubah
sikap dan pandangan yang semula berpandangan ke-Indonesiaan menjadi pandangan
yang lebih luas yaitu keduniaan. Apabila kita sudah memiliki wawasan dan
pandangan yang demikian luas, maka kita sudah memiliki perspektif global. Guru
harus mampu menangkap trend (kecenderungan) globalisasi yang demikian
hebat. Kesadaran global membuat kita
menjadi guru yang berupaya mempersiapkan
diri sebagai guru global.
Untuk
menjadi guru global kita harus mengetahui istilah lain yaitu pendidikan global.
Pendidikan global merupakan upaya sistematis untuk membentuk kesadaran,
wawasan, dan perspektif peserta didik, karena melalui Pendidikan Global siswa
dibekali materi yang bersifat utuh dan menyeluruh yang berkaitan dengan masalah
global. Pendidikan global menawarkan suatu makna bahwa kita hidup di dalam
masyarakat manusia, suatu perkampungan global tempat manusia dihubungkan; baik
suku, maupun bangsa, dan batas negara tidak menjadi penghalang, merupakan
komunalitas dari perbedaan di antara orang-orang yang berbeda bangsa. Hoopes (Garcia 1977), mengatakan bahwa pendidikan global mempersiapkan siswa untuk
memahami dan mengatasi adanya ketergantungan global dan keragaman budaya, yang
mencakup hubungan, kejadian dan kekuatan yang tidak dapat diisikan ke dalam
batas-batas negara dan budaya. Selanjutnya Hoopes (1997) menjelaskan bahwa Pendidikan Global memiliki 3 tujuan
yaitu:
1.
Pendidikan
Global memberikan pengalaman yang mengurangi rasa kedaerahan dan kesukuan.
Tujuan ini dapat dicapai melalui mengajarkan bahan dan menggunakan metode
keragaman budaya.
2.
Pendidikan
Global memberikan pengalaman yang mempersiapkan siswa untuk mendekatkan diri
dengan keragaman global. Kegunaan dari tujuan ini adalah untuk mendiskusikan
tentang perbedaan budaya dan keutamaan etika,
agama, dan budaya bangsa. Pendidikan global memberikan pengalaman
tentang mengajar siswa untuk berpikir tentang mereka sendiri sebagai individu,
sebagai warga suatu negara, dan sebagai anggota masyarakat dunia (global
citizen).
3.
Pendidikan
global mempersiapkan masa depan siswa dengan memberikan keterampilan analisis
dan evaluasi yang luas. Keterampilan ini akan membekali siswa untuk memahami
dan memberi reaksi terhadap isu internasional dan antarbudaya. Pendidikan
global juga mengenalkan siswa dengan berbagai strategi untuk berperan serta
secara lokal, nasional dan internasional. Mata pelajaran harus menyajikan
informasi yang relevan untuk meningkatkan kemampuan terlibat dalam pencaturan
kebijakan publik. Oleh karena itu, Pendidikan Global mengaitkan isu global
dengan kepentingan lokal.
Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Global adalah suatu pendidikan yang
berusaha untuk meningkatkan kesadaran siswa, bahwa mereka hidup dan berada pada
satu area global yang saling berkaitan. Oleh karena itu, siswa perlu diberikan
informasi tentang keadaan dan sistem global. Disinilah peran Pendidikan agama
dan karakter bangsa menjadi penting. Karena tanpa bekal Pendidikan agama yang
cukup dan penanaman karakter bangsa, maka siswa bisa jadi akan kehilangan
karakter dan kepribadian baik sebagai muslim atau sebagai warga negara yang
baik (good citizen).
C. KETERAMPILAN
GLOBAL GURU ABAD -21
Agar
mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat
cepat pada era globalisasi ini, maka individu perlu belajar berkarya. guru
memerlukan pengetahuan akademik dan terapan, dapat menghubungkan pengetahuan
dan keterampilan, kreatif dan adaptif, serta mampu mentrasformasikan semua
aspek tersebut ke dalam keterampilan yang berharga. Guru harus memiliki ketrampilan
yang mencakup:
1. Keterampilan
Berpikir Kritis;
Dalam
rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang,
Ennis dan Norris mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis dikelompokan ke
dalam 5 langkah yaitu:
a.
Memberikan
penjelasan secara sederhana (meliputi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis
pertanyaan, bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan),
b.
Membangun
keterampilan dasar (meliputi: mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya
atau tidak, mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi),
c.
Menyimpulkan
(meliputi: mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan
mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan nilai pertimbangan),
d.
Memberikan
penjelasan lanjut (meliputi: mendefinisikan istilah dan pertimbangan definisi
dalam tiga dimensi, mengidentifikasi asumsi),
e.
Mengatur
strategi dan taktik (meliputi: menentukan tindakan, berinteraksi dengan orang
lain).
2. Kemampuan
Menyelesaikan Masalah;
Kemampuan
menyelesaikan masalah didasarkan kepada metode pemecahan masalah (problem
solving). Menurut Wina Sajaya (2006),
metode pemecahan masalah terdiri dari beberapa langkah yaitu:
a.
Merumuskan
masalah, yakni kemampuan dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b.
Menganalisis
masalah, yakni langkah meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut
pandang.
c.
Merumuskan
hipotesis, yakni langkah dalam merumuskan pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan
yang dimilikinya.
d.
Mengumpulkan
data, yakni langkah untuk mencari informasi dalam upaya pemecahan masalah.
e.
Pengujian
hipotesis, yakni langkah untuk merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan
dan penolakan hipotesis yang diajukan.
f.
Merumuskan
rekomendasi pemecahan masalah, yakni langkah menggambarkan rumusan hasil pengujian
hipotesis dan rumusan kesimpulan
3. Komunikasi
dan Kolaborasi;
Penguasaan
keterampilan Bahasa internasional terutama Bahasa Inggris menjadi sangat
penting bagi guru dalam pembelajaran abad 21. Terampil berbahasa asing bisa
disebut sebagai keterampilan komunikasi global (global skills communicating).
Rosyada (2017), mengemukakan bahwa salah satu kompetensi yang
harus dicapai melalui pendidikan adalah memiliki kompetensi dalam komunikasi
global, bisa menggunakan bahasa yang bisa difahami oleh masyarakat dunia, baik
komunikasi verbal, maupun tulisan, baik dalam aspek reading, maupun writing,
sehingga bisa menjadi bagian penting
dalam sebuah perusahaan industri, jasa atau lainnya.
4. Kreativitas
dan Inovasi;
Guilford
(dalam Munandar, 2009)
mengemukakan ciri-ciri dari orang kreatif antara lain:
a.
Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu
kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang
secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan
bukan kualitas.
b.
Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk
memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang
bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda,
mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan
bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang
yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir
lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.
c.
Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam
mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu
objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
d.
Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk
mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli
5. Literasi
Media Informasi, Komunikasi, dan Teknologi.
Kemampuan
literasi ICT mencakup kemampuan mengakses, mengatur, mengintegrasi,
mengevaluasi, dan menciptakan informasi melalui penggunaan teknologi komunikasi
digital. Literasi ICT berpusat pada keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam
mempertimbangkan informasi, media, dan teknologi di lingkungan sekitar. Setiap
negara hendaknya menumbuhkan secara luas keterampilan ICT pada masyarakatnya
karena jika tidak, negara tersebut dapat tertinggal dari perkembangan dan
kemajuan pengetahuan ekonomi berbasis teknologi. Terdapat beberapa keterkaitan
antara tiga bentuk literasi yang meliputi literasi komunikasi informasi, media
dan teknologi. Penguasaan terhadap keterampilan tersebut memungkinkan
penguasaan terhadap keterampilan dan kompetensi lain yang diperlukan untuk
keberhasilan kehidupan di abad ke-21 (Trilling & Fadel, 2009).
PEMBELAJARAN HOLISTIK
1.
Konsep
Pembelajaran Holistik
Kata
“holistik‟ (holistic) berasal dari kata “holisme‟ (holism). Kata “holisme‟
pertama kali digunakan oleh J.C. Smuts pada tahun 1926 dalam tulisannya yang
berjudul Holism and Evolution, bahwa asal kata “holisme” diambil dari bahasa
Yunani, holos, yang berarti semua atau keseluruhan. Smuts mendefinisikan
holisme sebagai sebuah kecenderungan alam untuk membentuk sesuatu yang utuh
sehingga sesuatu tersebut lebih besar daripada sekedar gabungan-gabungan bagian
hasil evolusi (Nobira: 2012).
Pembelajaran holistic adalah turunan dari konsep pembelajaran holistik
(holistic learning) yang merupakan suatu filsafat Pendidikan yang berangkat
dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas,
makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam,
dan nilai-nilai spiritual.
Paradigma
pembelajaran holistik menurut Anhar
(2015:27) menekankan proses pendidikan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tujuan
pembelajaran holisti kadalah terbentuknya manusia seutuhnya dan masyarakat
seutuhnya.
b. Materi
pembelajaran holistik mengandung kesatuan pendidikan jasmani-ruhani, mengasah
kecerdasan intelektual-spritual-emosional, kesatuan materi pendidikan teoritis
–praktis, kesatuan materi pendidikan pribadi-sosialketuhanan.
c. Proses
pendidikan holistik mengutamakan kesatuan kepentingan anak didik dan
masyarakat.
d. Evaluasi
Pendidikan holistik mementingkan tercapainya perkembangan anak didik dalam
bidang penguasaan ilmu, sikap, dan keterampilan.
Paradigma
holistik di atas sesuai dengan amanat Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003
pasal 3, yakni konsep pendidikan yang harus dijalankan adalah bersifat holistik,
karena bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mendiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Para
penganut Pendidikan holistik mulai memperkenalkan tentang dasar Pendidikan
holistik dengan sebutan 3R’s, singkatan dari relationship, responsibility,
dan reverence
(Rubiyanto dan Dany Haryanto, 2010). Tujuan Pendidikan holistik adalah membantu
mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih
menyenangkan dan menggairahkan, demokratis dan humanis melalui pengalaman dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik
diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Jika merujuk pada
pemikiran Abraham Maslow, maka pendidikan harus dapat mengantarkan
peserta didik untuk memperoleh aktualisasi diri (self- actualization) yang
ditandai dengan adanya:
1. Kesadaran;
2. kejujuran;
3. kebebasan
atau kemandirian; dan
4. kepercayaan
(Anhar, 2015:28).
Pendidikan
holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik
dalam aspek intelektual, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spiritual.
Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi
tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan
pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, di
antaranya:
1. menggunakan
pendekatan pembelajaran transformatif;
2. prosedur
pembelajaran yang fleksibel;
3. pemecahan
masalah melalui lintas disiplin ilmu;
4. pembelajaran
yang bermakna,; dan
5. pembelajaran
melibatkan komunitas di mana individu berada.
2. Ciri-Ciri Pembelajaran Holistik
Menurut
Rubiyanto (2010:42-43) terdapat
sembilan ciri pembelajaran holistikyaitu:
a. Pembelajaran
diarahkan agar siswa menyadari akan keunikan dirinya dengan segala potensinya.
Mereka harus diajak untuk berhubungan dengan dirinya yang paling dalam
(innerself), sehingga memahami eksistensi, otoritas, tapi sekaligus bergantung
sepenuhnya kepada pencipta-Nya.
b. Pembelajaran
tidak hanya mengembangkan cara berpikir analitis/linier tapi juga intuitif.
c. Pembelajaran
berkewajiban menumbuh-kembangkan potensi kecerdasan jamak (multiple intelligences).
d. Pembelajaran
berkewajiban menyadarkan siswa tentang keterkaitannya dengan komunitasnya,
sehingga mereka tak boleh mengabaikan tradisi, budaya, kerjasama, hubungan
manusiawi, serta pemenuhan kebutuhan yang tepat guna.
e. Pembelajaran
berkewajiban mengajak siswa untuk menyadari hubungannya dengan bumi dan
"masyarakat" non manusia seperti hewan, tumbuhan, dan benda benda tak
bernyawa (air, udara, tanah) sehingga mereka emiliki kesadaran ekologis.
f. Kurikulum
berkewajiban memperhatikan hubungan antara berbagai pokok bahasan dalam
tingkatan trans-disipliner, sehingga hal itu akan lebih memberi makna kepada
siswa.
g. Pembelajaran
berkewajiban menghantarkan siswa untuk menyeimbangkan antara belajar individual
dengan kelompok (kooperatif, kolaboratif, antara isi dengan proses, antara
pengetahuan dengan imajinasi, antara rasional dengan intuisi, antara kuantitatif
dengan kualitatif.
h. Pembelajaran
adalah sesuatu yang tumbuh, menemukan, dan memperluas cakrawala.
i. Pembelajaran
adalah sebuah proses kreatif dan artistik.
Sedangkan Miller (1991:3) mengungkapkan karakteristik pembelajaran holistik
adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan
holistik memelihara perkembangan peserta didik yang terfokus pada intelektual,
emosional, sosial, fisik, kreatifitas atau intuitif, estetika dan spiritual
emosi
b. Menciptakan
hubungan yang terbuka dan kolaboratif antara pendidik dan peserta didik
c. Mendorong
keinginan untuk memperoleh makna dan pemahaman agar dapat menjadi bagian dari
dunia dengan melakukan penekanan pada belajar melalui pengalaman hidup dan
belajar di luar batas-batas kelas dan lingkungan pendidikan formal sehingga
dapat memperluas wawasan.
d. Pendekatan
ini memberdayakan peserta didik untuk berpikir secara kritis dalam konteks
kehidupan mereka . Pendidikan holistik memiliki kapasitas untuk membimbing
peserta didik untuk memperluas kepribadian individu serta memiliki kapasitas
menciptakan individu untuk berpikir secara berbeda, kreatif dan mencerminkan
nilai-nilai yang sudah tertanam dalam dirinya.
Guru diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk berkembang menjadi lebih
terdidik dan berpartisipasi sebagai anggota masyarakat.
3. Strategi Pembelajaran Holistik
Mengutip
pendapat Ginnis (2008), rencana
pembelajaran sedapat mungkin bertujuan agar peserta didik mengasah:
a. Berpikir:
peserta didik memproses data secara aktif, logis, lateral, imajinatif,
deduktif, dsb.
b.
Kecerdasan emosional: belajar menagani emosi
dan menghubungkan dengan lainnya secara terampil, mengembangkan cirri personal
positif seperti kendali diri dan nilai-nilai seperti keadilan.
c.
Kemandirian: peserta didik menguasai sikap
dan kecakapan yang membuat mereka mampu memulai mempertahankan belajar tanpa guru.
d.
Saling ketergantungan: peserta didik terlibat
dalam mutualitas yang merupakan inti dari kerja sama dan basis dari demokrasi.
e.
Sensasi ganda: peserta didik mendapat
pengalaman melalui sejumlah indera bersama-sama dari efek melihat, mendengar dan
melakukan.
f.
Fun:
peserta didik memerlukan pengalaman belajar yang bervariasi seperti suasana
serius dan ringan, aktif dan pasif, individual dan kelompok, terkontrol dan
lepas, bising dan tenang sehingga menimbulkan kesenangan yang nyata.
g. Artikulasi:
peserta didik membicarakan atau menulis pikiran, seringkali dalam bentuk draft
sebagai suatu bagian penting dari proses penciptaan pemahaman personal.
Pembelajaran holistik tidak seperti teknik brainstorming atau mind map. Secara
fundamental pendidikan holistik akan mengubah cara belajar dan cara menyerap
informasi.
B. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
1. Konsep Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan
konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, alam sekitar.Sehingga siswa mampu membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan melibatkan komponen utama pembelajaran yakni : konstruktivisme (constructivism),
menyelidiki (inquiry), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic
assessment).
Makna
dari kontruktivisme adalah siswa mengkonstruksi/membangun pemahaman mereka
sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal melalui proses
interaksi sosial dan asimilasi-akomodasi. Implikasinya adalah pembelajaran
harus dikemas menjadi proses“mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.
Sedangkan
Inti dari inquiry atau menyelidiki adalah proses perpindahan dari pengamatan
menjadi pemahaman. Oleh karena itu dalam kegiatan ini siswa belajar menggunakan
keterampilan berpikir kritis Bertanya dalam pembelajaran kontekstual dilakukan
baik oleh guru maupun siswa. Guru bertanya dimaksudkan untuk mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Sedangkan untuk siswa bertanya
meupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.
Penilaian
autentik dimaksudkan untuk mengukurdan membuat keputusan tentang pengetahuan
dan keterampilan siswa yangn autentik (senyatanya). Agar dapat menilai
senyatanya, penilaian autentik dilakukan dengan berbagai cara misalnya
penilaian penilaian produk, penilaian kinerja (performance), portofolio, tugas
yang relevan dan kontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya.
2. Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika materi pembelajaran tidak
hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia
kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama seagaimana yang disebutkan di
atas sehingga pembelajaran menjadi
bermakna bagi siswa.
Seperti
yang dikemukakan di muka, dalam pembelajaran kontekstual tes hanya merupakan
sebagian dari teknik/ instrumen penelitian yang bermacam-macam seperti
wawancara, observasi, inventory, skala sikap, penilaian kinerja, portofolio,
jurnal siswa, dan sebagainya yang semuanya disinergikan untuk menilai kemampuan
siswa yang sebenarnya (autentik). Penilainya bukan hanya guru saja tetapi juga
diri sendiri, teman siswa, pihak lain (teknisi, bengkel, tukang dsb). Rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana
pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas seperti
yang dilakukan saat ini. Jadi RPP lebih cenderung berfungsi mengingatkan guru
sendiri dalam menyiapkan alat-alat/media dan mengendalikan
langkah-langkah(skenario) pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana.
Beberapa
model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain:
a. model pembelajaran langsung (direct instruction),
b. pembelajaran kooperatif (cooperative learning), dan
c. pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
C. PEMBELAJARAN FUTURISTIK
1. Konsep Pembelajaran Futuristik
Masa
depan ditentukan oleh pengetahuan sehingga dunia bergabung dan berpijak kepada
pengetahuan. Pengetahuan menjadi modal paling berharga dan paling dibutuhkan.
Tanpa modal pengetahuan orang (bahkan bangsa dan negara) akan dipinggirkan dan
ditinggalkan, sebaliknya dengan modal pengetahuan yang baik orang, bangsa dan
negara dapat menjadi pemenang dalam berbagai aktivitas kehidupan. Dan modal
pengetahuan yang dibutuhkan dan yang cocok pada masa depan dapat diketahui
dengan melihat kecenderungan-kecenderungan perubahan pengetahuan yang mengarah
ke masa depan.
Sementara
dalam aspek siswa, banyak perubahan yang terjadi pada mereka karena perubahan
teknologi yang selalu disuguhkan pada mereka setiap hari, dan bahkan setiap
saat. Perubahan-perubahan tersebut menurut John Seely Brown (2005), antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Mereka menyukai ada kontrol.
Para siswa generasi abad
ke-21 tidak menyukai terikat oleh jadwal-jadwal tradisional, dan juga tidak
menyukai duduk di dalam kelas untuk belajar, atau duduk di dalam kantor untuk
bekerja. Sebaliknya mereka lebih menyukai untuk belajar sendiri dengan
menggunakan alat komunikasi yang bisa menjangkau dunia yang tak terbatas.
Dengan caranya sendiri, mereka akan memperoleh informasi dari berbagai sumber
di dunia. Dengan demikian, mereka harus dikontrol target pencapaian
pengetahuannya, proses belajarnya dan hasil yang mereka dapatkan.
b. Mereka juga menyukai banyak pilihan.
Untuk mata pelajaran
project, yakni tugas melakukan mini riset, mereka akan menggunakan teknologi
untuk memperoleh banyak informasi. Mereka harus diberi kebebasan untuk memilih
metode dan teknik-tekniknya, untuk mereka jalani dan pada akhirnya akan mampu
menyiapkan laporan, sebagaimana para siswa atau mahasiswa yang melakukannya
secara tradisional.
c. Mereka adalah orang-orang yang menyukai
ikatan kelompok dan ikatan sosial, hanya saja mereka
membangun group melalui media sosial mereka, dan oleh karenanya kelompok mereka
lintas bangsa, negara, budaya dan bahkan agama. Mereka memiliki jejaring
internasional yang dinamis, dan jika mereka manfaatkan untuk menjadikan
jejaringnya sebagai peer group-nya, maka mereka akan memiliki pengelaman
keilmuan yang jauh lebih baik, daripada tutorial atau mentoring dalam satu kelas
di sekolah tradisional.
d. Mereka adalah orang-orang terbuka,
melalui tradisi jejaringnya mereka terbelajarkan untuk menjadi terbuka, karena
dalam jaringannya semua penganut agama ada dan terkelompokkan, ada yang
Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan juga Kong Hu Chu, atau bahkan mungkin ada
yang atheis, tapi komunikasi mereka tetap berjalan dan tidak terganggu oleh
perbedaan-perbedaan tersebut.
Oleh
karena itu, trend pembelajaran dimungkinkan
dengan siswa yang sudah membawa banyak informasi yang dakses dari luar
kelas termasuk dunia maya. Bisa jadi pembelajaran di kelas menjadi arena untuk
mengejar informasi sains dan teknologi untuk mereka pelajari, bukan sebagai
arena untuk memaparkan informasi sains dan teknologi. Kelas menjadi arena bagi
para siswa mencari ilmunya sendiri sesuai dengan apa yang mereka butuhkan untuk
mereka pelajari. Guru hanya memfasilitasi dengan perpustkaan kelas, modul, buku
teks, serta buku-buku pendukung, dan yang terpenting akses internet, serta
menyediakan beberapa PC untuk para siswa yang tidak membawa laptop atau ipad.
2. Trend E-Learning dalam Pembelajaran Futuristi
Seiring
dengan kepemilikan komputer yang tumbuh pesat di dunia, e-learning menjadi
semakin berkembang dan mudah diakses. Kecepatan koneksi internet semakin
meningkat, dan dengan itu, peluang metode pelatihan multimedia yang lebih
banyak bermunculan. Dengan peningkatan jaringan seluler yang sangat pesat
beberapa tahun terakhir juga peningkatkan dalam telekomunikasi, kini membawa
semua fitur mengagumkan dari e- learning ke smartphones (hand phone cerdas) dan
peralatan portabel lainnya. Teknologi seperti media sosial juga senantiasa
mengubah pendidikan.
a.
Pembelajaran
Berbasis Android
Pembelajaran berbasis
android pada dasarnya bisa disebut sebagai microlearning. Micro-learning berfokus pada desain aktivitas
pembelajaran mikro melalui tahapan mikro dalam lingkungan media digital, yang
sudah menjadi realitas keseharian pekerja pengetahuan dewasa ini. Kegiatan ini
dapat dimasukkan ke dalam rutinitas seharihari pelajar. Tidak seperti
pendekatan e-learning "tradisional", pembelajaran mikro seringkali
cenderung mendorong teknologi melalui media pendukung, yang mengurangi beban
kognitif pada peserta didik. Oleh karena itu, pemilihan objek pembelajaran
mikro juga kecepatan dan waktu kegiatan pembelajaran mikro sangat penting untuk
desain didaktik.
b.
Pembelajaran
Otomatis (Automatic Learning)
Jenis pembelajaran otomatis
ini mungkin terdengar seperti masa depan distopia bagi banyak orang, tapi ke
sanalah kita mengarah. Dan terlepas dari pertanyaan etis yang mungkin timbul,
manfaatnya bisa menjadi substansial pada banyak tingkatan jika digunakan dengan
benar. Begini cara kerjanya: Anda memilih tugas yang membutuhkan kinerja tinggi
korteks visual Anda,seperti menangkap bola. Kemudian temukan seseorang yang pro
dalam menangkap bola, tempatkan dia di mesin fMRI dan rekam apa yang terjadi
didalam otaknya saat dia memvisualisasikan menangkap bola. Kemudian Anda
mendapatkan program tangkap-bola Anda, dan siap untuk belajar. Langkah
selanjutnya: posisikan diri Anda ke mesin fMRI, dan kencangkan untuk
menginduksi citra menangkap-bola profesional yang sudah Anda rekam sebelumnya
ke otak Anda dengan menggunakan neuro feedback.
c.
Blended
Learning
Istilah Blended Learning
dalam pendidikan tinggi didefinisikan untuk pertama kalinya dalam arti
sebenarnya sebagai sistem pembelajaran dalam Handbook of Blended Learning (Bonk
& Graham, 2006: 5-6) sebagai yang “yang menggabungkan pengajaran tatap muka
dengan instruksi yang dimediasi komputer ”Dalam bab pertama buku ini, Graham
mencatat bahwa definisi ini “… mencerminkan gagasan bahwa blended learning
adalah kombinasi instruksi dari dua model pengajaran dan pembelajaran yang
terpisah secara historis: sistem pembelajaran F2F tradisional dan sistem
pembelajaran terdistribusi”.
A.
PERAN TEKNOLOGI DAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21
Dalam
sesi ini akan menjelaskan beberapa materi pokok tentang peran teknologi dan
media dalam belajar pada abad 21. Apa dan bagaimana peran teknologi dan media
dalam pembelajaran pada era abad 21 yang ditandai oleh digitalisasi dan berjejaring dalam
proses pembelajaran. Penjelasan teoretik akan diuraikan secara ringkas, dan
kemudian akan diberikan beberapa contoh praktis yang relevan dengan profesi
guru era digital untuk memudahkan pemahaman. Pada bagian akhir akan dibahas
juga di mana posisi guru di tengah semakin pesatnya perkembangan teknologi dan
media baru dalam era pedagogi digital. Apakah harus ditentukan oleh teknologi
dan media baru, atau berposisi sebagai subjek aktif yang menyikapi secara kritis
terhadap teknologi dan media baru, atau juga hubungan di antara keduanya
bersifat saling melengkapi.
1.
Pendahuluan
Sejak era pencerahan pada dekade
1560-an peradaban manusia mengalami perkembangan pesat berkat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Berbagai inovasi teknologi terus terjadi secara
susul-menyusul berkat manusia mulai memproklamirkan diri sebagai pusat
peradaban dengan mengandalkan akal budi. Rahasia alam pun terus berusaha
diungkap dengan kekuatan pikiran manusia melalui ilmu pengetahuan atau sain,
seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi yang keempatnya kemudian dikenal
sebagai ilmu murni. Melalui penguasaan sain itulah kemudian manusia secara
spektakuler mampu menemukan berbagai formula yang menjadi dasar pengembangan
teknologi.
Nicolaus Copernicus, Galileo Galilei,
dan Leonardo da Vinci adalah tokoh-tokoh perintis era pencerahan yang menjadi
tonggak sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun mendapat
tantangan hebat oleh institusi agama, akan tetapi para perintis itu terus
berupaya mengembangkan logika sain dalam mengungkap rahasia alam, dengan tidak
lagi mendasarkan diri pada cara berpikir teologis dan metafisika. Meskipun
terus mendapat ancaman oleh golongan konservatif agamawan, akan tetapi para
perintis tersebut mampu mengungkap rahasia alam dengan logika sain. Bahkan ada
yang kemudian mempertaruhkan nyawa demi tegaknya kebenaran berdasarkan ilmu
pengetahuan, yaitu Galileo yang merelakan kematiannya kepada institusi agama
karena demi mempertahankan teorinya bahwa
bumi adalah berputar.
Berkat penemuan mesin cetak itulah
kemudian media juga mengalami perkembangan secara cukup signifikan. Bukan hanya
media pembelajaran buku, gambar cetakan, dan selebaran yang berkembang berkat
penemuan mesin cetak, tetapi juga media massa. Dalam waktu tidak terlalu lama
sejak penemuan mesin cetak itu, kemudian muncul surat kabar dan buletin yang
bersifat barang cetakan. Kemampuan mesin cetak dalam melipatgandakan surat
kabar dan buletin dalam waktu singkat, menjadikan media massa ini berkembang
pesat dan menjadi bagian dari pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Media massa pun kemudian juga berperan penting dalam
membelajarkan masyarakat. Guru pun terbantu oleh media sebagai sumber belajar,
bukan saja untuk menjalankan tugasnya dalam mengajar siswa, tetapi sekaligus
juga untuk pengembangan dirinya secara profesional.
Perkembangan media cetak pun dalam
dunia pembelajaran juga terus berkembang pesat berkat inovasi dan temuan-temuan
baru yang lebih canggih, yaitu bersifat elektronik. Jika sebelumnya media
bersifat cetakan, dan kemudian juga penemuan kamera foto, maka media pun
berkembang menjadi elektronik, yaitu media audio dan kemudian visual-gerak,
serta kemudian audiovisual. Secara institusional pun kemudian media elektronik
berkembang menjadi media massa, sehingga muncul media siaran seperti radio dan
televisi. Dalam dunia pembelajaran pun juga mengikuti perkembangan ini,
sehingga peran teknologi dan media semakin besar dalam proses pendidikan.
Memasuki abad 21 masyarakat pun
kemudian mengalami perubahan baru secara revolusioner, sebagai implikasi
perubahan dari cetak ke elektronik, dan kemudian dari sistem analog menjadi
digital. Perubahan sistem itu kemudian menjadi penyebab fundamental perubahan
masyarakat ke arah apa yang dikenal sebagai masyarakat digital.
Beberapa karakteristik atau ciri-ciri
teori diterminisme teknologi dan efek media ini antara lain:
1.
Komunikasi
pembelajaran bersifat searah atau dalam hubungan asimetris.
2.
Media
sangat berpengaruh, sehingga mendominasi dalam proses pembelajaran.
3.
Media
dipandang efektif dalam memindahkan pesan pembelajaran secara searah.
4.
Khalayak
atau siswa bersifat pasif dan senantiasa menerima secara apa adanya pesan yang
disampaikan oleh media.
5.
Peran
guru dapat digantikan oleh media dalam suatu proses pembelajaran.
Dalam kaitan dengan
peran teknologi dan media untuk pembelajaran pada era 21, terdapat dua
pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang hadirnya TIK melalui
e-learning ini, yaitu apa yang dikenal dengan technological determinism dan
social determinism (Flew, 2005). Pendekatan determinisme teknologi memposisikan
teknologi sebagai faktor dominan dan berpengaruh dalam mengubah perilaku
komunikasi warga masyarakat. Hadirnya pembelajaran hibrida yang sebagian
memanfaatkan e-learning sebagai pola pembelajaran online dianggap sebagai
penentu bagaimanakah perilaku belajar peserta didik. Hal ini akan mengakibatkan
’pemaksaan’ pada peserta didik, sehingga mereka harus mengikuti pola yang telah
ditetapkan oleh teknologi yang digunakan dalam proses belajarnya. Model
web-based learningyang dikendalikan oleh platform yang dipilih oleh sebuah mata
kuliah, termasuk dalam pendekatan deterministik teknologi ini (Salma dkk, 2016:
72).
2.
TIK dalam Pembelajaran
Penetrasi TIK dalam pembelajaran
semakin mendorong lembaga sekolah memanfaatkan teknologi canggih ini. Bukan
saja sumber daya TIK memang begitu besar untuk memberikan kontribusi terhadap
kualitas pembelajaran, tetapi sebagai bagian dari revolusi industri 4.0 siapa
pun tidak bisa menghindar terhadap hadirnya gelombang baru ini. Dari sudut
pandang teknologi pendidikan, TIK memang terbukti memiliki sumber daya besar
untuk membantu peningkatan kualitas pembelajaran.
Menurut Dewi Salma dkk.
(2016), TIK sebagai media pembelajaran misalnya, memiliki keunggulan sebagai
berikut. Sebagai media komputer yang memiliki fungsi multimedia (suara, visual,
warna, tulisan, simbol atau
lambang-lambang informal lain), mampu:
a. Memperbesar obyek jutaan kali dengan
menggunakan mikroskop kamera, sehingga hasilnya dapat dilihat dengan jelas.
b. Menyajikan benda atau peristiwa yang
jauh ke hadapan peserta melalui ilustrasiilustrasi atau program video.
c. Menyajikan peristiwa yang kompleks,
rumit, berlangsung dengan cepat atau sangat lambat menjadi lebih sistematis dan
seherhana.
d. Memnampung sejumlah besar peserta
untuk mempelajari materi pelajaran dalam waktu yang sama.
e. Menyajikan benda atau peristiwa
berbahaya ke hadapan siswa tanpa risiko.
f. Meningkatkan daya tarik terhadap
pelajaran dan perhatian peserta melalui penyajian pesan atau peristiwa
tertentu.
g. Memberikan pengamatan langsung kepada
siswa tentang suatu kejadian atau peristiwa.
- Meningkatkan sistematika pengajaran, karena semua program sudah
tersusun sesuai rancangan.
h. Memberikan sajian yang bersifat
interaktif, sehingga siswa merasa seperti berinteraksi dengan guru atau
temannya.
Sebagaimana diungkapkan
oleh Salma (2016). kehadiran TIK sebagai media pembelajaran banyak membantu
guru dalam berbagai hal, antara lain:
a. Meningkat interaksi. Dalam hal ini
keberadaan media merupakan medium antara pesan dengan siswa, antara guru dangan
siswanya. Dengan demikian kehadiran media akan meningkatkan kualitas interaksi
antarsiswa guru dan siswa, siswa dan pesan.
b. Pembelajaran menjadi lebih menarik.
Dengan media pembelajaran dapat membangkitkan keingintahuan siswa, merangsang
siswa untuk berekasi terhadap penjelasan guru. Siswa bisa menjadi lebih aktif.
c. Pengelolaan pembelajaran lebih efektif
dan efisien. Dengan adanya media pembelajaran, guru dapat terbantu untuk tidak
perlu banyak menulis atau mengilustrasikan di papan tulis. Ilustrasi dan
tulisan dengan cepat diambil alih oleh peran komputer.
d. Meningkatkan kualitas pembelajaran.
Penggunaan media pembelajaran secara benar, tidak hanya membuat proses pembelajaran
menjadi lebih efektif dan efisien tetapi juga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
secara menyeluruh.
e. Proses pembelajaran dapat dilaksanakan
di mana pun dan kapan pun. Program audio, video, komputer (offline dan online)
adalah media pembelajaran yang dapat
digunakan di mana saja dan kapan saja sesuai dengan kondisi dan situasi guru
dan siswa.
f. Menimbulkan sikap positif siswa
terhadap proses pembelajaran. Pengenggunaan media yang dirancang sesuai dengan
kebutuhan belajar siswa dapat menimbulkan sikap positif siswa terhadap proses
pembelajaran. Hal ini terjadi, karena media dapat menyajikan pesan dengan
konkret disertai dengan contohcontoh yang dapat meyakinkan siswa akan kebenaran
suatu ilmu peengetahuan yang dipelajari (Salma, 2016: 19-20).
Sebagai media yang
terkoneksi dengan internet (jaringan) TIK berperan memberikan kontribusi pada
pembelajaran, antara lain:
a. Mampu memberikan layanan informasi
pembelajararan berbasis internet.
b. Menjadi media dalam model pembelajaran
berbasis web (online)
c. Menjadi media dalam penyelenggaraan
e-learning.
d. Menjadi media dalam sistem pendidikan
dan pembelajaran jarak jauh (Salma dkk., 2016: 20-21).
3.
Contoh Pembelajaran Berbasis Web
Argumen kaum cyber optimists yang
memandang TIK adalah sumber daya
penting, sedikit banyak memang tercermin
pada aktivitas belajar dalam setiap lembaga sekolah. Sebagai contoh proses
belajar berbasis web tampak di SMA Minggiran Kabupaten Sleman DIY yang terlihat
antusias (Wahyono, dkk. 2017). Manifestasi antusiasme itu tercermin pada:
1. Memudahkan guru dan siswa dalam
mencari sumber belajar alternative;
2. Bagi siswa dapat memperjelas materi
yang telah disampaikan oleh guru, karena disamping disertai gambar juga ada
animasi menarik;
3. Cara belajar lebih efisien;
4. Wawasan bertambah;
5. Mengetahui dan mengikuti perkembangan
materi dan info-info lain yang berhubungan dengan bidang studi; dan
6. Membantu siswa melek ICT.
Dengan tersedianya
informasi dalam jaringan internet, guru dan murid merasakan manfaatnya untuk
selalu memutakhirkan pengetahuanya. Bagi guru yang kreatif dan mau meningkatkan
profesionalismenya, akan sangat terbantu dengan adanya internet. Salah seorang
guru yang masih muda mengaku selalu mencari informasi pengetahuan yang relevan
dengan mata pelajaran yang diampunya dengan memanfaatkan internet. “Saya selalu
berusaha mencari informasi pengetahuan baru terkait dengan kompetensi saya
melalui google”, kata seorang guru muda ini berterus terang.
4.
Media Pembelajaran
Melihat perkembangan media baru yang
begitu pesat dan merambah pada aspek pembelajaran, terutama setelah kehadiran
mesin pencari google, maka terjadi pelunakan sikap institusi sekolah terhadap
kehadiran HP. Terutama HP berbasis android dan IOS ini menjelma menjadi media
konvergensi, dalam arti satu perangkat HP bisa memiliki fungsi mencakup
berbagai media komunikasi. Dengan HP berbasis android ini pengguna bisa
mengakses berbagai informasi melalui jenis media beragam sekaligus, seperti
radio, televisi, majalah dan Koran digital, serta berbagai media lainnya.
Bahkan dalam media instruksional pembelajaran, hampir semua jenis media bisa
diakses sekaligus dalam HP berbasis android ini.
Kehadiran media baru sebagai
konsekuensi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mewujud
pada media pembelajaran berbasis ICT telah
menjadi fenomenal dan faktual. Situasi ini tentu memiliki implikasi
terhadap keberadaan media lama dan sumber-sumber belajar konvensional seperti
poster, speciment, power point, dan media cetak seperti buku, majalah, surat
kabar, dan bahan ajar modul; juga sumber belajar seperti perpustakaan,
laboratorium, dan ruang kelas.
Kehadiran media online, sebagaimana
temuan penelitian ini tidak otomatis mengganti secara total terhadap media lama
dan sumber belajar lama. Akan tetapi fungsi komplementer media online mulai ada
kecenderungan mendominasi, dan lambat tapi pasti mulai mengganti peran media
dan sumber belajar lama. Salah satu faktor penyebabnya adalah tawaran sumber
daya yang dimiliki media baru ini memang semakin menarik pengguna, seperti
lebih praktis, murah, mudah, dan cepat akses.
Kehadidran media baru, dilihat dari
sisi guru, memang belum mampu menggeser peran guru sebagai sosok sentral dalam
proses pembelajaran di sekolah. Akan tetapi sudah muncul kekhawatiran di
kalangan guru itu sendiri seiring semakin menyebar dan masifnya media baru yang
menawarkan sumber daya lebih kuat daripada peran guru. Dari sisi pandangan
murid, ke depan peran guru semakin kurang penting, bahkan itu untuk fungsi
ranah afeksi, seperti pembelajaran budi pekerti, karena media baru menawarkan
paket-paket pembelajaran yang lebih
menarik dan mudah diakses.
B.
INTERAKSI TEKNOLOGI DAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21
Dijelaskan
oleh Smaldino, S. E., dkk (2015: 7-11) bahwa kegiatan pembelajaran di era
digital dilakukan di dalam atau di luar kelas dimana teknologi berbasis
komputer merupakan komponen pembelajaran yang mudah diakses dan dapat dipakai
untuk menemukan sumber belajar.Perangkat dan koneksi digital memperluas
kemampuan siswa yang datang dari berbagai arah. Ada dua bentuk kegiatan belajar
yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan media digital berbasis komputer
diantaranya interactive tools dan interacting with others.
Interactive tools atau media peralatan interaktif.
Peserta didik di era digital menggunakan perangkat nirkabel bergerak (internet)
dengan berbagai cara di dalam dan di luar aturan sekolah yaitu dengan
memanfaatkan teknologi dan media informasi internet kapanpun dan dimanapun saat
diperlukan. Misalnya, siswa membaca menemukan sumber belajar melalui sambungan
internet di perpustakaan yang menyediakan jaringan nirkabel wifi untuk membuat
catatan dari artikel Koran atau sumber belajarlain yang diarsipkan. Perangkat
nirkabel ini memperluas dan memberikan pengalaman belajar lebih kepada siswa di
luar metode nondigital.
Interacting with others (berinteraksi dengan orang
lain).Penggunaan media komputer berbasis internet memudahkan siswa untuk
mencari sumber belajar dengan mudah dan cepat dimanapun dan kapanpun. Ponsel pintar (android), tablet, dan laptop yang
terhubung dengan saluran internet dapat digunakan untuk mengirim pesan berupa
video, pesan suara, dan animasi. Selain itu juga dapat dimanfaatkan siswa untuk
mendengarkan dan melihat video terkait pelajaran, mendengarkan musik, mencari
informasi berita dan olahraga, serta untuk menonton video dan film musik
terbaru yang diminati siswa.
Contoh pemanfaatan media dan informasi
digital dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik adalah pembuatan blog
tentang pemanasan global dimana mereka secara teratur bertukar komentar dan
tautan terkait materi pemanasan global dengan peserta didik lain yang berada di
seluruh penjuru dunia.Siswa tingkat
sekolah menengah menggunakan wiki untuk berinteraksi dengan mahasiswa yang menanggapi
kegiatan menulis mereka. Sementara peserta didiksekolah menengah kelas sastra
di Amerika mengunggah podcast wawancara dengan penulis terkemuka ke situs web
kelas (Smaldino, S. E., dkk, 2015: 11).
C.
PEMANFAATAN TEKNOLOGI DAN MEDIA INFORMASI DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21
Smaldino, S. E., dkk (2012:7-9) mengemukakan beberapa kemampuan yang
dapat dikembangkan guru untuk menunjukkan potensinya terkait tugas dan perannya
di era digital yaitu sebagai berikut:
1.
Interactive Instruction (Pembelajaran
Interaktif)
Pembelajaran
ini menunjukkan bahwa kegiatan seorang guru di era digital berisi presentasi
yang kaya akanmedia interaktif. Sebagai contohkegiatan konferensi video digital
secara langsung yangmendatangkan narasumber seorang sejarawan, novelis, dan
pakar di dalam pembelajaran kelas. Catatan dan peta konsep dari sesi
brainstorming terekam dalam media digital berupa laptop atau notebook dan
secara instantlangsung dapat dikirim melalui email kepada peserta didik.
Presentasi aturan pembelajaran terintegrasi secara baik melalui streaming video
dan audio digital dari file berbasis internet. Tampilan media iniberkisar dari
klip video pendek yang mendemonstrasikan konsep spesifik hingga video
documenter berdurasi panjang. Penyajian media bentuk ini biasa berupa PowerPoint
atau Prezi Presentation yang mengintegrasikan animasi, suara, dan hyperlinks
dengan informasi digital.
2.
Personal Response System (PRS)
Flyn
& Russell mengemukakan bahwa guru dalam pembelajaran berbasisdigital
menggunakan perangkat digital handlehand, seperti personal response system
(PRS) atau biasa disebut sebagai “Clicker.” PRS merupakan sebuah keypad
wireless(tanpa kabel) seperti remot TV yang mentransmisikan respon dari siswa.
Karena setiap PRS diperuntukkan pada siswa yang ditunjuk, maka sistem PRS dapat
digunakan untuk mengecek kehadiran/presensi siswa. Manfaat utama PRS adalah
untuk mengetahuisetiap respon dari siswa dalam berbagai macam
keadaan.Penggunaan PRS selama pembelajaran mampu meningkatkan interaksi antara
peserta didik dan guru di kelas guna menghasilkan hasil pembelajaran yang lebih
baik. Penggunaan PRS pada dunia pendidikan diantaranyauntuk mengukur pemahaman
siswa terhadap konsep, membandingkan sikap siswa terhadap ide-ide yang
berbeda,memprediksi situasi dengan perumpamaan kondisi “Bagaimana jika…”(“What
if”), dan memfasilitasi drill dan praktik skill(keterampilan) dasar. PRS juga
dapat digunakan sebagai media umpan balik bagi guru dan siswa. Guru dapat
menggunakan informasi ini untuk membimbing jalannya diskusiguna membuat
keputusan pembelajaran yang dibutuhkan siswa.
3.
Mobile Assessment Tools
Perangkat
seluler tidak hanya menghemat waktu guru tetapi juga menyediakan pengaturan
waktu dan penilaian otomatis hasil belajar siswa. Guru dapat terus melakukan
instruksi secara individual karena ketersediaan hasil belajar langsungdapat
diketahui. Data penilaian mudah diunduh ke situs web yang aman dan dilindungi
kata sandi yang menawarkan berbagai opsi laporan dari seluruh siswa di kelas
hingga siswa secara perorangan.
4.
Community of Practice (Komunitas
Praktik)
Guru di era digital juga
berpartisipasi dalam kegiatan community of practice(COP), dimana kelompok guru
ataupendidik yang mempunyai tujuan sama dari seluruh penjuru dunia saling
berbagi ide dan sumber daya.Interaksi berbasis internet ini memungkinkan guru
untuk berkolaborasi maupun bertukar gagasan dan materi. Komunitas guru dapat
mencakup pendidik yang mengajar dengan subjekpelajaransama, atau guru yang
mengajar pada tingkat kelas yang sama. Guru yang tertarik dalam
mengintegrasikan teknologi ke dalam instruksi dapat memanfaatkan sumber daya
dan jaringan ahli, mentor, dan rekan-rekan baru yang didukung oleh berbagai
komunitas web. Penggunaan teknologi dan media yang efektif menuntut agar para
guru lebih terorganisir di dalam menjalankan tugas pembelajarannya.Diawali
memikirkan tujuan pembelajaran, kemudian mengubah rutinitas kelas sehari-hari
sesuai kebutuhan, dan akhirnya mengevaluasi untuk menentukan dampak dari
instruksi yang digunakan pada kemampuan mental, perasaan, nilai, interpersonal
skill, dan keterampilan motoric siswa. Terdapat Standar Teknologi Pendidikan
Nasional untuk Guru (National Educational Technology Standards for
Teacher/NETS-T) yang memberikan lima pedoman dasar untuk menjadi guru digital.
Seperti yang terlihat
A. PRINSIP-PRINSIP
PEMBELAJARAN EFEKTIF ABAD 21
Berdasarkan
hasil praktik penelitian tindakan kelas dalam periode waktu tertentu Smaldino,
S. E., dkk (2015: 23-24) menjelaskan bahwa ada 8 prinsip pembelajaran yang
efektif yaitu:
1.
Mengkaji
pengetahuan sebelumnya
2.
Mempertimbangkan
perbedaan individual
3.
Sesuai
dengan tujuan negara (state objectives)
4.
Mengembangkan
ketrampilan metakognisi
5.
Memberikan
interaksi sosial
6.
Menggabungkan
konteks yang realistik
7.
Melibatkan
siswa dalam konteks yang relevan
8.
Pemberian
umpan balik yang sering, tepat waktu, dan konstruktif.
Pembelajaran akan bisa efektif jika
guru sebelum memulai pembelajaran dengan mengingatkan kembali kepada siswa pada
pengetahuan (materi ajar) yang didapat
sebelum inti materi yang akan disajikan. Keberhasilan pembelajaran dikatakan
berhasil apabila materi ajar dapat dipahami dengan baik sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Keaktifan siswa dapat dicapai apabila guru berperan sebagai fasilitator,
motivator, dan dinamisator.
Pembelajaran efektif adalah proses
pembelajaran dengan memanfaatkan tenologi digital dan media online sebagai
sumber pembelajaran dalam upaya mengaktifkan siswa. Artinya pembelajaran harus
ramah teknologi, mendorong kesadaran global, dan yang terpenting tidak
menjadikan agama sebagai barrier (penghalang) kemajuan global.
B. STRATEGI
PEMBELAJARAN ABAD 21
1.
Strategi pembelajaran abad ke 2
Pada
abad 21 terjadi perubahan strategi pengajaran yang dilakukan oleh guru dari
cara yang tradisional kini mengarah pada pendekatan digital yang dirasa lebih
relevan dalam memenuhi kebutuhan siswa. Akan tetapi proses transisi dari
lingkungan kelas yang menerapkan cara tradisional ke cara digital sangat
bervariasi tergantung pada cara guru dan sekolah yang bersangkutan dalam
merespon dan menyikapinya. Prensky mendeskripsikan
guru sebagai variabel proses hasil adopsi dan adaptasi teknologi yang bergerak,
baik secara cepat atau lambat. Ada empat fase proses adopsi dan adaptasi guru
dalam pemebelajaran abad 21 diantaranya:
a.
berkecimpung
(dabbling),
b.
melakukan
hal-hal lama dengan cara lama (old things in old ways),
c.
melakukan
hal-hal lama dengan cara-cara baru (old things in new ways) dan
d.
melakukan
hal-hal baru dengan cara-cara baru (doing new things in new ways) (Smaldino, S.
E., dkk, 2015: 12).
Haryono
(2017: 431-432)
mengemukakan bahwa guna mewujudkan model pembelajaran yang relevan dan kondusif
untuk menyiapkan siswa menjadi warga negara masyarakat gobal yang melek
informasi dan pengetahuan abad 21, maka diperlukan strategi pembelajaran
sebagai berikut.
a.
Fokus
pembelajaran pada praktik belajar lebih dalam (deeper learning) dan belajar
kemitraan baru.
b.
Strategi
pembelajaran mengaplikasikan strategi pedagogi yang mendukung praktik deeper
learning dan kemitraan baru.
c.
Pembelajaran
langsung ke arah model pembelajaran penemuan (inquiry based model).
d.
Pemanfaatan
teknologi diarahkan pada upaya membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan
teknologis sebagai bagian dari kompetensi abad 21.
e.
Pendidikan
informal dan belajar pengalaman berperan penting dalam mengembangkan kompetensi
peserta didik.
f.
Assesmen
dilakukan dengan pendekatan pedagogik transformatif. Assesmen yang dikembangkan dimaksudkan untuk
mendukung keberhasilan proses pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian
kompetensi abad 21 yaitu mampu menjangkau seluruh aspek capaian pembelajaran.
g.
Dukungan
infrastruktur pembelajaran berperan penting dalam pencapaian kompetensi abad
21.
Smaldino,
S. E., dkk (2015: 64-76)
mengemukakan bahwa ada 10 tipe dari strategi instruksional pembelajaran yang
biasa digunakan di kelas diantaranya:
a.
Presentation
(Presentasi)
b.
Demontrastion
(Demonstrasi)
c.
Drill
and Practice (Latihan terus menerus dan Praktik)
d.
Tutorial
e.
Discussion
(Diskusi)
f.
Cooperative
Learning (Pembelajaran Kooperatif)
g.
Problem-Based
Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)
h.
Games
(Permainan)
i.
Simulations
(Simulasi)
j.
Discovery
(Penemuan)
Sementara, menurut Saripudin (2015: 4-6) desain
pembelajaran yang bisa dikembangkan pada pembelajaran abad 21 diantaranya:
a.
Project
Based Learning
Buck
Institute for Education mendefinisikan bahwa karakteristik pembelajaran project
base learning sebagai berikut:
1.
Pembelajar
membuat keputusan, dan membuat kerangka kerja
2.
Terdapat
masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya
3.
Pembelajar
merancang proses untuk mencapai hasil
4.
Pembelajar
bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan
5.
Melakukan
evaluasi secara kontinyu
6.
Pembelajar
secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan
7.
Hasil
akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya
8.
Kelas
memiliki atmosfer yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.
b.
Project
Oriented Learnin
c.
Problem
Based Learning
d.
Cooperative
Learning
Adapun
Tipe-tipe Cooperative Learning antara lain sebagai berikut:
1)
Jigsaw
2)
NHT
(Number Heads Together)
3)
STAD
(Student Teams Achievement Divisions)
4)
TAI
(Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
5)
Think-Pair-Share
6)
Picture
and Picture
7)
Problem
Posing
8)
Problem
Solving
9)
Team
Games Tournament(TGT)
10) Cooperative Integrated Reading and
Composition(CIRC)
11) Learning Cycle(Daur Belajar)
12) Cooperative Script(CS)
2.
Menyusun rancangan pembelajaran Abad
ke 21.
Guru sangat berperan dalam membantu
perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan
dapat berkembang secara optimal tanpa bantuan dari seorang guru. Guru
diharapkan memperhatikan peserta didik secara optimal. Itulah sebabnya, guru
selain memperhatikan peserta didik secara kelompok juga diharapkan pula
memperhatikan peserta didik secara individual. Oleh karena itu, pendidikan
harus dirancang sedemikian rupa dan memungkinkan para peserta didik dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami, kreatif dalam suasana
kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab. Selain itu, pendidikan harus dapat
menghasilkan lulusan yang bisa memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang
dapat mendukung kehidupan mereka di masyarakat (Mudiono, 2017: 2).
Para guru dalam melaksanakan
pembelajaran memerlukan kesiapan secara profesional agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai dengan maksimal. Salah satu bentuk kesiapan guru sebelum
melaksanakan pembelajaran di kelas adalah menyusun rancangan pembelajaran yang
relevan dnegan perkembangan zaman dan kebutuhan peserta didik. Rancangan
pembelajaran yang harus disiapkan mencakup tiga hal pokok yaitu meliputi tujuan
pembelajaran, inti materi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Rancangan pembelajaran di abad ke 21
ini diharapkan dapat disusun oleh guru untuk mengembangkan potensi siswa
melalui pemanfaatan teknologi berbasis komputer dan media online. Guru dapat
mengembangkan potensi siswa melalui tugas-tugas yang dapat dikerjakan
menggunakan teknologi berbasis komputer dan dapat memanfaatkan media online
sebagai alat untuk menemukan sumber belajar. Kreativitas dan inovasi pembelajaran
yang dilakukan oleh guru akan memungkinkan pemanfaatan secara optimal teknologi
berbasis komputer dan media berbasis online guna tercapainya tujuan
pembelajaran.
C. PRINSIP-PRINSIP
PENILAIAN EFEKTIF PADA PEMBELAJARAN ABAD 21
Evaluasi
untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pembelajaran ada bermacam-macam.
Hasil belajar siswa akan dapat diketahui secara tepat apabila guru dapat
memilih metode penilaian yang tepat pula. Smaldino
(2015: 29-35) mengemukaka bahwa penilaian yang digunakan pada pembelajaran
abad 21 hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip penilaian efektif seperti pada
jenis penilaian berikut.
1. Penilaian
Autentik
Penilaian
autentik meminta siswa untuk menggunakan proses yang sesuai dengan isi materi
dan keterampilan yang sedang dipelajari dan digunakan siswa pada dunia nyata.
Penilaian autentik dapat diterapkan pada sebagian besar kinerja atau produk
yang dikembangkan siswa untuk didemonstrasikan. Bentuk penilaian autentik yang
paling sering digunakan adalah penilain autentik dengan menggunakan daftar
ceklist, skala sikap, daftar periksa peringkat produk, dan rubrik.
2. Penilaian
Portofolio
Penilaian
portofolio digunakan untuk menilai produk yang berwujud seperti prestasi dalam
hal analisis, sintaksis, dan evaluasi. Kunci utama dari penilaian portofolio
adalah permintaan untuk siswa merefleksi diri sendiri pada pembelajaran
demonstrasi yang sudah dilakukan pada produk portofolio. Untuk menggunakan
penilaian portofolio, kita harus menentukan apakah akan menggunakan portofolio
tradisional atau portofolio elektronik. Portofolio tradisional berwujud koleksi
fisik dari hasil karya siswa, sedangkan portofolio elektronik berisi pekerjaan
menggunakan karya digital.
3. Penilaian
Tradisional
Ketika
guru membutuhkan informasi terkait pengetahuan dan keterampilan khusus yang
dimiliki siswa, maka penilaian tradisional digunakan untuk mendemonstrasikan
tingkat pengetahuan siswa tersebut. Penilaian tradisional meliputi soal pilihan
ganda, mengisi bagian yang kosong, isian singkat, benar salah, dan isian
singkat. Penilaian tradisional menggunakan standar tes yang sudah ditentukan
sebelumnya untuk mengetahui progres belajar siswa.
Komentar
Posting Komentar