KE TRI TUNGGAL AN ALLAH
1. Ajaran Alkitab Tentang Allah Tritunggal
1. Ajaran Alkitab Tentang Allah Tritunggal
Dokrin KeTritunggalan Allah atau Trinitas merupakan
salah satu dokrin yang istimewa dan unik bagi umat Kristen. Dikatakan istimewa
dan unik sebab iman Kristen berkayakinan bahwa Allah itu esa, namun juga ada
tiga yang adalah Allah. Dokrin ini sangat penting bagi perkembangan iman
Kristen karena berkaitan dengan siapakah Allah yang disembah, bagaimana cara
kerjaNya, bagaimana manusia harus mendekatiNya. Tetapi sekaligus juga menjawab
beberapa pertanyaan praktis yang sering muncul dalam kehidupan umat Kristen
maupun dalam kehidupan bersama dengan sesama yang beragama lain, misalnya
siapakah yang harus disembah, apakah Allah Bapa, Allah Anak atau Allah Roh
Kudus, apakah Allah Bapa lebih tinggi kedudukanNya dari Allah Anak dan Allah
Roh Kudus ?. Karena itu pada kegiatan belajar satu ini kita akan meneliti
dokrin TriTunggal Allah dengan berusaha menemukan ajaran Alkitab tentang dokrin
ini.
a. Keesaan Allah
Agama orang Ibrani Kuno sangat mempertahankan iman yang
monoteistis, dan telah berkali-kali dinyatakan kepeda Israel dengan berbagai
cara. Misalnya dalam Keluaran 20:2-3.
Kata Ibrani yang diterjemahkan sebagai “dihadapanKu” adalah ‘al
panai yang secara harafiah
berarti “di Muka-Ku”. Hal ini mengungkapkan bahwa
Allah telah menunjukkan realitas-Nya yang unik melalui apa yang
telah dilakukan- Nya, sehingga Ia berhak menuntut penyembahan, pengabdian dan
ketaatan mutlak dari bangsa Israel. Allah melarang untuk menyembah berhala (ay.
4) karena Dia sajalah Allah.
Selain itu sebuah petunjuk yang jelas tentang Allah itu
tunggal atau esa terdapat dalam Syema Israel di Kitab Ulangan 6. Ini adalah kebenaran yang
luar biasa dari Allah yang harus diajarkan oleh para orang tua Israel kepada
anak-anak mereka. Dalam Ulangan 6:13,14
menunjukkan bahwa Allah itu Esa, dan tidak ada dewa-dewa bangsa lain di sekitar
Israel yang harus dianggap benar dan layak untuk dilayani dan disembah (bdg.
Kel 15:11; Zakh. 14:9). Selain dalam Perjanjian Lama, maka dalam Perjanjian
Baru Yakobus 2:19 menganjurkan untuk
percaya kepada Allah yang Esa. Dalam 1
Korintus 8:4,6 Rasul Paulus juga menggarisbawahi keunikkan Allah dengan
mengemukakan “…tidak ada berhala di dunia
dan tidak ada Allah lain daripada Allah yang esa…bagi kita hanya ada satu allah
saja, yaitu Bapa, yang daripadaNya berasal segala sesuatu dan untuk Dia kita
hidup, dan satu Tuhan saja yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu
telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”.
Keesaan Allah berarti bahwa:
pertama, hanya ada satu Allah saja
dan bahwa sifat dasar atau watak Allah tidak dapat dipisah-pisahkan atau dibagi
(Ul. 4:35; I Raja. 8:60; Yes. 45:5-6). Allah tidak terdiri dari bagian-bagian
tertentu atau dapat diuraikaan menjadi bagian-bagian tertentu.
Kedua, Allah itu esa karena ketiga Oknum tersebut memiliki satu hakikat atau substansi
yang tidak saja sama tetapi satu. Hakikat yang satu ini adalah hidup, terang,
kasih, kebenaran, kemuliaan, kekuasaan, kekekalan, dan lain-lain. Seperti Bapa
sempurna demikian juga Anak dan Roh Kudus. Suatu keesaan tidak sama dengan
suatu kesatuan. Satu kesatuan ditandai dengan sifat tunggal.
b. Konsep Keilahian Tiga Oknum
Tritunggal dalam teologi Kristen berarti bahwa ada tiga Oknum kekal dalam
hakikat Ilahi yang satu itu, yang masing-masing dikenal sebagai Allah Bapa,
Allah Anak dan Allah Roh Kudus, yang dapat dikatakan sebagai tiga kepribadian
Allah. Ketika berbicara tentang adanya Tiga Oknum yang merupakan Allah maka
juga perlu dipelajari dari kesaksian Alkitab. Kata Yunani yang diterjemahkan
sebagai “rupa” adalah kata μορφη (morphe) yang berarti seperangkat ciri khas yang membentuk keadaan sesuatu.
Bagi Paulus yang adalah seorang ortodoks dan dibina dalam ajarana Yahudi yang
ketat ini merupakan pernyataan yang mengherankan karena mencerminkan iman
gereja mula-mula, dan mengemukakan penyerahan yang mendalam terhadap keilahian
Yesus. Yesus sangat menekankan keilahian-Nya, dan juga saat Thomas menyapaNya
dalam Yohanes 20:28.
Selain Yesus dalam Alkitab juga menunjukkan Roh Kudus
adalah Allah. Misalnya dalam kisah Ananis dan Safira (KPR. 5:3-4) yang
menekankan bahwa berdusta kepada Roh Kudus (ay.3) disamakan dengan berdusta kepada
Allah (ay.4). Roh Kudus juga dilukiskan memiliki sifat-sifat Allah dan dapat
melakukan apa yang dilakukan Allah.
c. Ke-Tritunggalan Allah
KeTritunggalan ini dapat
ditemukan dalam kenyataaan berikut :
a.
Tuhan dibeda-bedakan dari Tuhan Allah (Kej. 19:24;
Hos. 1:7; Zach 3:2).
b.
Anak Allah dibeda-bedakan dari
Allah Bapa (Yes 48:16 bdg. Maz. 45:7-8; Yes. 63:9-10)
c.
Roh juga dibedakan dari Allah Bapa (Kej. 1:1; 6:3;
Bil. 27:18).
Selain itu dalam Perjanjian Lama dikemukakan Malaikat
Tuhan yang bukan malaikat biasa, karena Malaikat Tuhan itu berfirman atas
namaNya sendiri dan mau disembah (Kej. 16:10; Yos.5; Hak.21). Dalam beberapa
ayat Alkitab juga ketiga Oknum Ilahi dihubungkan satu dengan yang lain dan
ditampilkan setara. Misalnya dalam formula baptisan dalam Amanat Yesus (Mat.
28:19-20). Nama yang digunakan dalam ayat-ayat ini adalah dalam bentuk tunggal,
meskipun ada tiga Oknum yang termasuk. Selain itu hubungan ketiga Oknum ini
juga terdapat dalam berkat Paulus (2 Kor. 13:13). Pada saat pembaptisan Yesus,
ketiga Oknum Tritunggal hadir. Sang Anak dibaptis, Roh Allah turun seperti
burung merpati, serta Allah Bapa mengucapkan kata-kata pujian tentang Sang
Anak.
2. Latar Belakang Munculnya Dokrin Tritunggal
Istilah Tritunggal tidak pernah dipergunakan dalam
Alkitab. Orang yang pertama menggunakan istilah ini adalah Tertulianus. Menurut Tertulianus, terdapat tiga wujud dari Allah
yang Esa. Sekalipun ketiga wujud itu berbeda menurut angka, sehingga dapat
dihitung, namun merupakan penyataan dari suatu kekuatan tunggal yang tidak
terpisahkan. Sebagai ilustrasi dari persatuan di dalam Ke-Allahan, Tertulianus
menunjuk pada persatuan antara akar dan tunasnya., sumber air dengan sungainya,
matahari dengan terangnya. Bapa, Anak, dan Roh merupakan zat yang sama,
diperluas menjadi tiga perwujudan, namun tidak terbagi. Tertulianus menggunakan
istilah Tritunggal berdasarkan apa yang dikemukan dalam 1 Yohanes 5:7.
Kata-kata “…Ketiganya adalah satu” menjadi indikasi dari Tritunggal. Istilah
Tritunggal dipergunakan Tertulianus dengan pengertian bahwa substansi Allah
adalah satu, namun ada tiga Oknum, yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Penjelasan
Tertulianus memiliki kelemahan karena ia membedakan Oknum I dan Oknum II dalam
derajatNya. Menurut Tertulianus Oknum II, yakni Anak lebih rendah derajatnya
dari Oknum I sebagai Bapa. Setelah Tertulianus muncul Origenes yang
mengemukakan bahwa bukan hanya Anak yang lebih rendah dari Bapa, tetapi Oknum
III, yaitu Roh Kudus lebih rendah dari Anak dan Bapa. Bahkan Arians menyangkali
keilahian Anak dan Roh Kudus.
Pemahaman tentang hakikat Allah merupakan sumbangan
pemikiran Origenes tentang keesaan Tritunggal. Dan pada sidang gereja tahun 325
di Necia status dogmatis tentang keesaan Allah diterima dengan menggunakan
istilah homo-usios (satu
hakekat), sehingga bermakna satu hakekat, keberadaan dasar, essens atau
substansi.
Salah satu tokoh yang paling kreatif dalam sejarah
teologi Kristen adalah Augustinus dalam karyanya De Trinitate, ini
merupakan karyanya yang terbesar di mana ia memperkerjakan kecerdasan
berpikirnya yang luar biasa untuk memecahkan persoalan Tritunggal. Augustinus
lebih menekankan persatuan Allah dari pada ketigaan Allah. Menurut Augustinus Tiga anggota Tritunggal
bukanlah Oknum- Oknum yang tersendiri, tetapi setiap Oknum mempunyai hakekat
yang identik dengan Oknum yang lain atau dengan substansi ilahi itu sendiri.
Oknum-Oknum tersebut berbeda berkenaan dengan hubungan mereka di dalam Ke-Allahan. Dalam De
Trinitate
analogi yang didasarkan pada kegiatan pikiran
disajikan dalam tiga tahap atau tiga Trinitas, yaitu :
1.
Pikiran, pengetahuan tentang dirinya, dan cintanya
pada dirinya;
2.
Daya ingat, pengertian dan kehendak;
3.
Pikiran yang mengingat Allah,
mengetahui Allah dan mengasihi Allah. Augustinus menarik kesimpulan bahwa
manusia secara sadar memusatkan perhatian pada Allah, ia sepenuhnya
memperlihatkan gambar Penciptanya.
Dengan demikian dokrin Tritunggal merupakan bagian yang
sangat penting dari iman Kristen. Masing-masing dari ketiga Oknum ini harus
disembah sebagai Allah Tritunggal. Dokrin tersebut tidak masuk akal dari sudut
pandang manusia sehingga tidak seorang akan menciptakannya. Menurut Millard J. Erikson, Orang Kristen tidak
menganut dokrin Tritunggal karena dokrin itu nyata dan secara logis kuat dan
meyakinkan, tetapi menganutnya sebab Allah telah menyatakan bahwa demikianlah
keadaan-Nya.
Dalam sebauh artikel yang ditulis oleh Samuel T. Gunawan dikemukakan beberapa
pandangan yang keliru tentang Tritunggal atau Trinitas, sebagaai berikut :
1.
Triteisme,
yakni pandangan yang menolak keesaan Allah dan percaya pada tiga Allah.
2.
Monarkkianisme,
yang menekankan bahwa Allah anak hanyalah merupakan mode lain dari pernyataan
Allah Bapa.
3.
Sabellianisme.
Sabelius dari Ptolomais yang menyatakan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah
tiga bentuk eksistensi atau manifestasi dari satu Allah. Dalam pandangan ini ,
Tritunggal bukan berkaitan dengan natur Allah, tetapi hanya cara Allah
menyatakan diriNya.
4.
Arianisme,
Arius seorang penatua yang anti Trinitarian dari Alexandria mengajarkan Allah
yang kekal yang esa dari Anak yang diperanakkan oleh Bapa, dank arena itu, Anak
memiliki permulaan (diciptakan). Jadi Arius mengsubordinasikan anak pada Bapa.
Sedangkan Roh Kudus adalah yang pertama diciptakan oleh Anak. Dan Allah Bapa
satu-satunya yang sama sekali tidak mempunyai
permulaan.
5.
Socinianisme,
Socinus pada abad ke enam belas mengajarkan bahwa adalah keliru untuk mempercayai
pribadi-pribadi dari Trinitas memiliki satu hakekat yang esa.
Paham mengajarkan bahwa hanya ada satu zat yang ilahi yang terdiri
hanya satu pribadi. Socinus melakukan penyangkalan terhadap pra eksistensi Anak
dan menganggap Anak hanya seorang manusia. Dan ia mendefinisikan Roh Kudus
sebagai kebajikan atau tenaga yang mengalir dari Allah kepada manusia.
Allah Bapa Pencipta dan Pemelihara
1.
Allah Sebagai Pencipta
Menciptakan adalah istilah yang dipakai dalam dua arti dalam Alkitab, yakni dalam arti menciptakan secara langsung dan tidak
langsung. Penciptaan langsung merupakan tindakan bebas Allah tritunggal , yang menciptakan sesuatu yang nampak dan tidak nampak untuk
kemuliaan-Nya tanpa memakai bahan. Sedangkan penciptaan tidak langsung
merupakan tindakan Allah yang disebut penciptaan , namun tidak bermula dari
ketiadaan. Melalui tindakan ini , Allah membentuk, menyesuaikan, menggabungkan,
atau mengubah bahan-bahan yang sudah ada. Pokok Allah sebagai Pencipta
memainkaan peranan penting ketika orang Israel memandang dirinya sendiri dari
luar dan berupaya memahami tempatnya di tengah-tengah dunia.
Melalui kegiatan belajar dua ini, anda akan dibelajarkan
tentang karya-karya Allah sebagai Pencipta sehingga tidak akan pernah ada
keraguan untuk meyakini bahwa Allah ada pribadi yang memulai alam semesta, dan
penyataan yang paling jelas dari pengajaran Yesus yang dicatat dalam
Injil-Injil Sinoptis terutama yang terdapat dalam Markus 13:19.
a. Allah menciptakan langit dan bumi
Kalimat pembukaan di Alkitab “Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi” (Kej. 1:1) mengisyaratkan bahwa karya
penciptaan Allah bersifat langsung dan segera, yaitu terjadi pada permulaan zaman dan alam semesta diciptakan
Allah secara ex-nihilio yang berarti
diciptakan tanpa memakai bahan yang sudah ada sebelumnya. Dan pada Kej. 2:7
dikisahkan Allah menciptakan manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas
hidup ke dalam hidungnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan Allah
secara tidak langsung. Hodge mengatakan, ketika membandingkan penciptaan
langsung dan tidak langsung, maka penciptaan langsung terjadi seketika
sedangkan penciptaan tidak langsung terjadi secara bertahap.
Penciptaan langsung bukan hanya langit, tetapi juga
malaikat-malaikat yang menghuni
sorga (Ay. 38:7; Neh. 9:6).
Jangkauan universal dari karya ciptaan Allah ditegaskan dalam Efesus 3:9;
Kolose 1:16. Selain itu, beberapa perincian dari berbagai bagian ciptaan
menjelaskan bahwa segala sesuatu tercakup: langit
dengan segala isinya, dan bumi dengan segala isinya, dan laut dengan
segala isinya (Why. 10:6).
Melalui kisah penciptaan langit dan bumi, umat Israel mengklaim bahwa Pencipta itu tak lain adalah Allah yang membebaskannya dari
Mesir dan mengikat perjanjian dengan mereka. Dengan kata lain Allah sebagai Pencipta adalah sebuah
bentuk pengakuan iman umat Israel. Pengakuan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni pertama , Allah dan bukan dewa-dewi agama lain yang menciptakan
segala sesuatu dan menganugerahkan hidup dan berkat. Kedua,
Allah bukanlah Allah umat Israel dan gereja saja, melainkan juga alam semesta
dan umat manusia seluruhnya. Karena
Allah menjadikan dunia, memberikan hidup
kepada sekalian makhluk dan memberkatinya agar berdamai sejahtera. Selain itu
umat Allah dipanggil untuk menjadi berkat bagi segala kaum di muka bumi serta
makhluk ciptaan lainnya (bdg. Kej. 12:3).
Kedua pandangan ini saling melengkapi. Karena Allah
menciptakan demi penyelamatan, dan orang yang percaya kepada-Nya harus melawan
setiap penyalahgunaan kuasa yang menindas makhluk yang lemah. Selain itu orang
yang percaya kepada-Nya harus menolak dalil bahwa agama hanya berarti dalam
hidup pribadi. Karena Allah memberkati seluruh ciptaan-Nya untuk menjadi berkat
di dalam kehidupan bermasyarakat.
Penciptaan merupakan karya Allah Tritunggal. Dalam
Perjanjian Lama kisah penciptaan hanya mengaitkannya dengan Allah, bukan dengan
Bapa, Anak dan Roh Kudus. Kerena perbedaan dalam Tritunggal belum sepenuhnya
dinyatakan (Kej. 1:1; Mzm. 96:5;
Yes. 37:16; 44:24; Yer. 10:11-12). Tetapi dalam Perjanjian Baru dijumpai
perbedaan. Misalnya dalam 1 Korintus 8:6 Paulus membahas tentang boleh tidaknya
orang memakan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala. Untuk membahas
hal ini Paulus memakai penjelasan beberapa ayat Perjanjian Lama seperti Mazmur
96:5; Yesaya 37:16; dan Yeremia 10:11-12. Inti dari ayat-ayat ini adalah bahwa
Allah sejati telah menciptakan segala sesuatu yang
ada, berhala-berhala tidak mampu menciptakan
apa-apa.
Menurut Millard Erikson ada maksud tertentu dari Allah
menciptakan langit dan bumi dengan
segala isinya. Secara khusus maksud
Allah menciptakan langit dan bumi
adalah agar seluruh ciptaan-Nya memuliakan Allah dengan melakukan kehendak-Nya.
Hal ini dilukiskan dalam Mazmur 19:2, Ciptaan yang
tidak bernyawa memuliakan Allah, makhluk-makhluk hidup menaati rencana
Allah bagi kehidupan mereka. Setiap ciptaan Allah mampu memenuhi maksud Allah
baginya, namun setiap ciptaan mematuhi Allah dengan caranya sendiri. Ciptaan
yang tidak bernyawa menaati Allah secara mekanis, yaitu dengan menaati hokum- hukum alam yang mengatur dunia
fisik. Ciptaan yang hidup menaati Allah secara naluriah, yakni dengan
menanggapi dorongan-dorongan yang ada
di dalam dirinya. Hanya manusia saja yang menaati Allah dengan sadar dan rela,
sehingga dapat memuliakan Allah dengan sempurna.
Selain itu Henry C. Thiessen, Allah menciptakan alam
semesta untuk menerima kemuliaan. Alkitab memerintahkan,”Berilah kepada Tuhan
kemuliaan nama-Nya” (1 Taw. 16:29), juga dapat
dibacakan dalam Mazmur 29:1-2; Yeremia 13:16. Tanggung jawab gereja juga adalah
memuliakan Allah (Rom. 15:6,9; 1 Kor. 6:20, 2 Kor. 1:20, 1 Pet. 4:16). Rasul
Paulus dalam 1 Korintus 10:31 mengatakan “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua itu untuk kemuliaan Tuhan.
b. Makna teologis dokrin Penciptaan
Ada beberapa makna teologis yang dapat dipelajari dari
dokrin Penciptaan menurut Erikson, yakni sebagai berikut :
1.
Merupakan pernyataan bahwa segala
sesuatu yang bukan Allah memperoleh eksistensinya dari Allah. Dengan kata lain, ide
bahwa ada suatu realitas tertinggi selain Allah ditolak, tidak ada
tempat sama sekali bagi pandangan
dualisme.
2.
Tindakan penciptaan Allah yang
pertama bersifat unik dan berbeda
dengan tindakan-tindakan kreatif manusia, yang
memerlukan pembuatan pola dengan memakai bahan yang sudah ada.
Satu-satunya keterbatasan Allah ialah sifat dan ketetapan-Nya. Allah tidak
memerlukan bahan, karenanya maksud-maksud Allah tidaklah dibatasi oleh sifat bahan yang harus digunakan-Nya untuk
berkarya.
3.
Dokrin penciptaan juga berarti bahwa tidak ada hasil ciptaan
yang bersifat jahat. Segala sesuatu
bersumber dari Allah, dan kisah penciptaan
mengatakan sebanyak lima kali bahwa Ia melihat semuanya itu baik (Kej.
1:10,12,18,21,25). Dan ketika Allah menciptakan manusia, Alkitab mengatakan
bahwa Allah melihat segala yang telah
dijadikan-Nya dan semuanya sungguh amat baik (ay. 31). Dengan demikian tidak
ada yang
jahar dari hasil karya Allah.Dan Allah tidak dapat disalahkan atas
adanya dosa dan kejahatan di dunia.
4.
Dokrin penciptaan juga menonjolkan
tanggung jawab manusia. Manusia tidak dapat membenarkan tindakan kejahatannya
dengan mempersalahkan bidang kejahatan materi. Dosa manusia timbul karena
manusia menggunakan kebebasannya dengan tidak bertanggung jawab.
5.
Dokrin penciptaan menjaga agar
tidak terjadi penurunan nilai penjelmaan Kristus. Selain itu menahan orang
Kristen untuk tidak ikut menganut
asketisisme yang melihat fisik adalah
jahat sehingga membuat orang menghindari kepuasan tubuh jasmani serta segala
bentuk kepuasaan badani lainnya. Dan bagi kaum asketisisme karena Roh lebih ilahi maka merupakan alam yang tepat
bagi orang luhur dan saleh. Dengan
demikian kegiatan meditasi sangat diutamakan, dan puasa ketat serta hidup bertarak sebagai syarat hidup rohani
yang benar. Tetapi dokrin penciptaan
menegaskan bahwa semua ciptaan Allah itu baik adanya, sehingga dapat ditebus.
Keselamatan dan kerohanian harus ditemukan bukan dengan cara
menjauhinya dari dunia materi, tetapi justru dengan menyucikannya.
6.
Segala sesuatu yang diciptakan dari Allah semuanya saling
berhubungan. Manusia dan benda tidak bernyawa berasal dari Allah, maka manusia pada dasarnya satu dengan alam.
Seluruh ciptaan adalah milik Allah dan penting
bagi-Nya. Yesus dalam pengajaran-Nya juga menjelaskan bahwa Allah mengasihi dan
memperhatikan seluruh ciptaan-Nya (Mat. 6:26-30; 10:29).
7.
Dokrin penciptaan menunjukkan
adanya berbagai keterbatasan hakiki dari makhluk ciptaan. Tidak ada satu pun
makhluk ciptaan yang dapat disejajarkan dengan Allah. Tidak ada dasar bagi
penyembahan terhadap berhala, penyembahan terhadap alam atau pemujaan terhadap manusia.
Alam dan manusia lebih rendah dari Allah.
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland mengemukakan bahwa
ketika mengaku bahwa Allah adalah Sang Pencipta langit dan bumi, hal ini berarti percaya kepada hubungan kasih
yang diadakan oleh Allah antara Dia dengan dunia dan manusia. Alasannya adalah
kata penciptaan mengemukakan kepada manusia, bahwa Allah telah mengadakan suatu
objek di luar diri-Nya sendiri, yaitu dunia manusia untuk mewujudkan kasih-Nya.
Allah itu bukanlah Nuda essential (Keberadaan
yang bugil), yang kekal tak
bergerak, melainkan Allah yang hidup, yang bertindak, yang mengasihi. Dalam perbuatan-perbuatan kasih-Nya, Ia
bertindak keluar dengan mengadakan suatu objek bagi kasih-Nya. Oleh perbuatan
kasih Allah, dunia dan manusia memperoleh keberadaan yang bermakna.
Selanjutnya G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland juga
mengetengahkan bahwa jika mengaku Allah sebagai Pencipta langit dan bumi, maka kita mengaku
bahwa Allah merdeka dan berdaulat atas dunia dan manusia. Hal ini berarti kita mengakui pandangan Alkitab
tentang perbedaan dan jarak antara Allah dengan manusia (Kej. 18:27; Pkh. 5:1; Yes. 6:5; Ayb. 42:5-6; Mzm. 8:4).
Mengakui kemerdekaan Allah terhadap apa yang
dijadikan-Nya berarti juga mengakui
bahwa dunia dan manusia sama sekali
bergantung kepada Allah (Mzm. 145:15; 104:27-30). Kemerdekaan Allah Sang
Pencipta juga menekankan adanya
perbedaan antara Allah dengan para ilah. Para
ilah memerlukan daerah, wilayah manusia untuk menjadikannya ilah, sedangkan Sang Pencipta memerintah
atas semesta.
Selain itu menurut G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland
dengan kisah tentang penciptaan dunia, maka
Allah ditempatkan pada permulaan segala sesuatu yang ada. Penciptaan itu digambarkan sebagai suatu perbuatan
Allah pada suatu saat tertentu. Hal ini mengandung suatu kebenaran teologis
sebagai berikut: hubungan antara Allah dengan dunia dan manusia adalah satu
hubungan yang sama sekali datang dari pihak Allah dan semata-mata timbul dari kehendak dan perbuatan Allah yang
merdeka dan berdaulat. Alkitab pun melanjutkan sejarah keselamatan dengan
memperlihatkan bahwa Allah terus menerus
memperdulikan dunia ini. Hal ini
menyiratkan hubungan yang dimaksud oleh kata-kata “khalik/Pencipta” dan
“makhluk” yakni kesetiaan Allah. Kesetiaan
Allah Sang Pencipta adalah kesetiaan terhadap dunia dan manusia yang berdosa.
Hal ini berarti jika berbicara
tentang penciptaan , maka memberitakan
tentang hubungan yang aktual antara
Allah dengan dunia dan manusia. Tidak boleh berbicara tentang Allah Sang
Pencipta tanpa terus menerusnya Ia mempedulikan dunia ini, tentang hubungan-Nya yang tetap dengan dunia dan manusia.
2. Pemeliharaan Allah
Pemeliharaan Allah merupakan hubungan berkesinambungan
Allah dengan ciptaan-Nya, yakni tindakan berkesinambungan Allah untuk
melestarikan keberadaan ciptaan-Nya serta menuntun ciptaan-Nya dengan tujuan yang Allah maksudkan bagi ciptaan-Nya.
Karena itu pemeliharaan Allah penting untuk sikap kehidupan Kristen, yakni
sikap yang mampu hidup dalam
kepastian bahwa Allah hadir dan aktif
dalam kehidupan manusia, berada dalam perlindungan-Nya serta mendengar dan
menanggapi doa-doa yang dinaikkan
pada-Nya. Pemeliharaan Allah dapat ditinjau dari dua aspek, yakni tindakan
Allah dalam melestarikan keberadaan ciptaan_nya dengan memelihara dan menopang
ciptaan-Nya. Aspek yang lain adalah
tindakan Allah untuk menuntun dan mengarahkan rangkaian peristiwa sedemikian
rupa sehingga memenuhi maksud-maksud-Nya.
a. Pemeliharaan Sebagai Pelestarian
Pelestarian adalah tindakan Allah yang mempertahankan
keberadaan ciptaan- Nya , yang meliputi tindakan Allah untuk melindungi
ciptaan-Nya dari celaka dan kehancuran, serta tindakan-Nya dalam menyediakan
berbagai kebutuhan dari anggota-anggota ciptaan-Nya. Nehemia 9:6, Kolose 1:17,
dan Ibrani 1:3 menolak
pandangan bahwa setiap bagian dari ciptaan Allah dapat berdiri
sendiri, dan menolak bahwa karya Allah berakhir dengan penciptaan. Tetapi
Alkitab mengajarkan bahwa permulaan dan kelanjutan segala sesuatu yang ada
merupakan masalah kehendak dan tindakan Allah.
Tindakan pelestarian Allah terhadap ciptaan-Nya terutama
nyata dalam pelestarian Israel sebagai suatu bangsa. Tangan Allah ada saat
menyediakan makanan bagi umat-Nya saat bencana kelaparan dengan membawa Yusuf
terlebih dahulu ke Mesir untuk menyediakan makanan bagi umat-Nya. Kisah bangsa
Israel keluar dari tanah Mesir yang diawali dengan selamatnya Musa dari
pembunuhan bayi laki-laki Israel oleh Firaun sampai bangsa Israel dapat
menyeberangi Laut Merah, menerima makanan yang ajaib terutama manna, diberikan
kemenangan dalam pertempuran adalah juga cara Allah untuk melestarikan
umat-Nya. Pelestarian Allah juga terus berlanjut melalui kisah Zadrack, Mesakh
dan Obednego dalam kitab Daniel.
Yesus juga telah memberikan ajaran yang jelas tentang
pelestarian yang dilakukan oleh Allah dalam ajarannya tentang hal kekuatiran
(Mat. 6:26; 30-33), di mana Yesus memusatkan perhatian para murid pada
perlindungan Allah kepada manusia. Penekanan penting dalam ajaran Yesus dan
Paulus adalah tidak terpisahkannya anak-anak Allah dari kasih serta pemeliharaan-Nya. Bahkan dalam Roma 8: 35-39,
Paulus sangat menekankan begitu besar kasih Allah yang diwujudkan dalam
pemeliharaan-Nya bagi umat ciptaan-Nya dengan mengungkapkan apapun tidak akan
dapat memisahkan umat-Nya dari kasih-Nya.Dengan demikian baik Yesus maupun
Paulus menekankan bahwa tidak ada bahaya jasmaniah
maupun rohani yang perlu ditakuti oleh ciptaan-Nya, karena ada Allah yang
melindungi. Pemeliharaan, perlindungan, serta kelepasan dari Allah akan
memungkinkan manusia menanggung pencobaan (1 Kor. 10;13).
Hal lain dari
tindakan Allah melestarikan ciptaan-Nya serta membekali dengan kebutuhan adalah
bahwa orang percaya tidak dikecualikan dari bahaya dan pencobaan, namun
terpelihara dalam keduanya. Allah tidak berjanji bahwa penganiayaan dan
penderitaan tidak akan menimpa ciptaan-Nya, tetapi hal itu tidak akan menang
atas ciptaan-Nya. Yesus berbicara tentang ini dalam Matius 24:15-31 dan rasul
Petrus dalam 1 Petrus 1:6; 4:12. Tetapi yang
diminta dari Allah adalah tetap bersukacita dalam pencobaan karena
pengalaman tersebut memungkinkan ciptaan- Nya ikut merasakan penderitaan
Kristus (4:13), serta membuktikan kesungguhan iman pada-Nya (1:7). Selain
pemeliharaan Allah terus berlangsung kepada umat-Nya,
pemazmur menekankan karya pelestarian Allah itu juga berlangsung di
seluruh alam (Mzm. 104: 5,10,13,20-21,24-30; 5:10; 37:10). Allah bekerja
melalui proses-proses alam untuk menyediakan kebutuhan makhluk ciptaan-Nya.
Para penulis Alkitab memiliki keyakinan yang teguh
tentang pelestarian Allah dengan menggambarkan Tuhan sebagai tempat
perlindungan dan kubu pertahanan (Mzm. 91), dan Yesus juga mengajarkan para
murid-Nya untuk tidak takut kepada manusia yang hanya dapat membunuh tubuh,
tetapi tidak dapat membunuh jiwa (Mat. 10;28). Penulis kitab Ibrani pun
menekankan bahwa orang percaya tidak perlu takut akan maut, karena maut tidak
akan memisahkannya dari kasih Allah (Ibr. 9:27).
Dengan demikian karya pemeliharaan Allah sebagai
pelestarian oleh Allah mengajarkan kepada orang percaya untuk yakin akan
keteraturan dunia yang diciptakan Allah. Keyakinan ini bukanlah pada dasar
realitas yang bersifat materi atau impersonal, tetapi pada satu Oknum yang
bijaksana, baik dan mempunyai maksud tertentu yang terus menerus menghendaki
kelestarian ciptaan-Nya.
b. Tujuan Tindakan Pemeliharaan
Henry C. Thiessen mengemukakan beberapa tujuan dari
tindakan pemeliharaan Allah adalah sebagai berikut :
1.
Allah memelihara dunia dengan
tujuan untuk membahagiakan makhluk ciptaan- Nya;
2.
Allah memelihara dunia dengan
tujuan mengembangkan mental dan moral umat manusia.
3.
Menyelamatkan dan mempersiapkan
suatu umat milik-Nya sendiri. Allah memilih Israel agar mereka menjadi umat-Nya
(Kel. 19:5-6), dan Ia juga telah memanggil gereja dengan tujuan
yang sama (Tit. 2:14; 1 Pet. 2:9).
4.
Tujuan utama pemeliharaan-Nya ialah
kemuliaan-Nya sendiri. Allah memelihara dan memerintah dengan tujuan
menunjukkan kesempurnaan-Nya, kesucian-Nya dan
keadilan-Nya.
c. Sarana-Sarana yang Dipakai dalam Pelaksanaan Pemeliharaan
Allah memakai hukum-hukum alam dalam perkara-perkara
lahiriah, misalnya dalam menetapkan musim-musim dan memberikan kepastian
tentang adanya makanan (Kej. 8:22), memberikan manusia naluri penyelamatan diri
dan rasa tanggung jawab moral (Rm. 1:26; 2:15). Kadang Ia menambahkan hukum
alam ini
dengan mengadakan mujizat (Kel. 14:21-31).
Namun kadang juga Allah mengadakan sesuatu dengan mengucapkan firman-Nya yang
berkuasa (Mzm.33:9), dan jika si
jahat akan datang untuk memerintah dunia, maka
Kristus akan tampil untuk menghancurkan dia dengan firman-Nya yang
berkuasa (2 Tes. 2:8; Why. 19:20-21).
Selain itu, untuk perkara-perkara batiniah, Allah
memakai berbagai sarana, yakni (1) Ia memakai firman-Nya (Yoh. 1:7-8; Yes.
8:20; Kol. 3:16), (2) Allah menghimbau kepada akal manusia dalam hal
menyelesaikan persoalan-persoalan mereka (Kis. 6:2). (3) Allah memakai
himbauan, Ia telah menetapkan pelayanan hamba-hamba-Nya untuk mengajar dan
mengajak umat-Nya untuk memercayai kebenaran (Yer. 7:13;44:4, Zak. 7:7; Kis.
17:30). (4) Allah memakai perasaan batin yang mengekang dan menahan (Kis.
16:6-7). (5) Allah memakai keadaan-keadaan yang nampak (1 Kor. 16:9). (6) Allah
mencondongkan hati manusia ke arah tertentu (1 Raja. 8:58; Mzm 119:36). Dan
dalam beberapa tindakan pemeliharaan, Allah memakai wakil-wakil khusus,
misalnya para malaikat dipakai dalam pelaksanaan pemerintahan-Nya yang lahirian
(2 Raja. 19:35; Dan 6:22), dan Allah menggunakan Roh Kudus dalam pemerintahan
yang batiniah dan rohaniah (Luk. 4:1; Yoh. 16:7- 15).
d. Teori-Teori Yang Menentang Ajaran Tindakan Pemeliharaan
Ajaran tentang pemeliharaan Allah selain diterima oleh
orang percaya, tetapi juga ada teori yang menolaknya, yakni sebagai berikut :
1.
Naturalisme.
Teori ini menganggap bahwa alam merupakan seluruh realitas yang ada. Segala
sesuatu yang terjadi di alam semesta
adalah hasil kerjanya hukum-hukum alam. Kebahagian manusia serta kesempatan
untuk berhasil dalam hidup bergantung pada pengetahuan manusia serta kerja sama
dengan hukum-hukum ini.
2.
Fatalisme.
Teori ini menganggap bahwa semua peristiwa ditentukan oleh nasib, dan bukan
oleh sebab-sebab alamiah, dan bahwa manusia tidak mampu mengubah jalannya peristiwa-peristiwa yang sudah ditetapkan nasibnya.
3.
Panteisme.
Teori ini menyatakan bahwa kehendak itu tidak bebas dan segala sesuatu yang ada tanpa kecuali mempunyai sebab,
maka panteisme tidak memiliki ajaran tentang pemeliharaan. Selain itu panteisme menghancurkan
semua kemungkinan adanya moralitas yang
sejati, dan menyangkal kebebasan manusia.
3. Allah sebagai Bapa
Kebapakan Allah adalah ajaran yang paling khas dalam
Perjanjian Baru dan khususnya dalam ajaran Yesus. Ajaran ini muncul pada masa
orang-orang menyembah berhala dan beribadah kepada dewa-dewanya dalam suasana
ketakutan. Dan ajaran Allah sebagai Bapa hadir memberikan unsur kemesraan ke
dalam hubungan manusia dengan Allah
yang tidak ada bandingannya dalam dunia kafir. Ajaran Yesus tentang Allah
sebagai Bapa dipahami sebagai Bapa umat-Nya. Dalam Perjanjian Lama, Allah
dianggap Bapa orang Israel dalam pengertiannya sebagai bangsa, bukan sebagai
pribadi. Namun menurut Donald Guthrie
gagasan kebapakan dalam hubungannya dengan suatu kumpulan orang tidak
menghilangkan gagasan kebapakan dalam hubungan secara pribadi, tetapi justru
merupakan persiapan bagi perkembangan gagasan secara penuh dalam Perjanjian Baru.
Dalam Perjanjian Baru dikemukakan 3 hal mengenai
kebapakan Allah, yakni Bapa Yesus, Bapa murid-murid Yesus dan Bapa dari semua
ciptaan-Nya. Dan hubungan Bapa anak hampir seluruhnya ditujukan bagi
orang-orang percaya. Contoh yang paling terkenal yang memperlihatkan Allah
sebagai Bapa bagi murid- murid-Nya ditunjukkan oleh Yesus dalam doa Bapa kami.
Kata Bapa dalam doa ini dikiaskan kepada Allah. Sebagaimana seorang bapa kepada
anaknya, demikian pula Allah. Allah sebagai Bapa menyelenggarakan segala-galanya,
menjaga segala sesuatu, mengatur dan memerintah atas semuanya dan sekali-kali
menghukum jika ada yang salah.
Ungkapan Allah Bapa yang terkandung dalam Pengakuan Iman
Rasuli bukanlah melukiskan manusia dengan sang Pencipta, tetapi menunjuk kepada
hakekat Alalh itu sendiri. Di dalam
hakikat-Nya sendiri dan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Allah adalah
Bapa. Bagaimana mengaitkan Allah sebagai Bapa dalam kehidupan orang percaya
?.G.J van Niftrik dan B.J. Boland menjelaskan sebagai berikut :
1.
Apabila Allah disebut Bapa, dan
Yesus Kristus digelar Anak-Nya, maka yang
dimaksudkan adalah bahwa ada suatu hubungan dan nisbah yang sangat istimewa dan
eksklusif. Yang dimaksudkan dengan eksklusif adalah suatu hubungan dan nisbah
yang tidak dapat dibandingkan dengan hubungan
antar
manusia sendiri, dan yang berlainan juga dari hubungan antara Allah
dengan manusia pada umumnya. Dan hubungan yang istimewa dari Allah kepada Yesus
Kristus yang disebut “kebapaan” Allah sedangkan hubungan yang istimewa dari
Yesus Kristus kepada Allah disebut “keanakan”Yesus Kristus. Hubungan yang
eksklusif antara Allah sebagai Bapa dengan Yesus diperjelas Yesus melalui
perkataan “Semua itu diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak ada seorangpun
mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.(Mat.
11:27).
Jika dikaitkan dengan ungkapan Tritunggal, maka perhubungan yang
eksklusif antara Allah Bapa dengan Yesus Kristus dapat disebut suatu
Dwi-Tunggal. Maksudnya apabila Allah disebut Bapanya Yesus Kristus, Anak-Nya,
maka hal ini berarti :
a.
Bahwa seakan-akan ada jamak di
dalam hakekat Allah yang esa sehingga harus berbicara tentang dua cara berada,
yakni Allah Bapa dan Anak Allah.
b.
Bahwa ada suatu kesamaan hakikat
bahkan keesaan hakikat sehingga Bapa dan Yesus bukannya dua Tuhan melainkan
sungguh adalah satu dan esa. Aku dan
Bapa adalah satu (Yoh. 10:30).
Berbicara tentang Bapa dengan Anak-Nya Yesus Kristus pada satu pihak
bahwa Allah bapa merupakan asal untuk Anak-Nya, sedangakn Allah Bapa dan Anak-
Nya bersama-sama merupakan asal untuk Roh Kudus. Namun di pihak lain asal itu
tidak terletak dalam waktu dan sejarah tapi bahwa Allah dari kekal.
2.
Jika berbicara tentang Allah
sebagai Bapa kita, Bapa Anak-Anak-Nya, maka harus diselidiki apa maksudnya
menurut Alkitab. Dalam Matius 6:26-33, Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk
tidak kuatir akan hidup ini, karena
para murid jauh lebih berarti dari burung-burung. Burung-burung tergolong ke
dalam dunia binatang, tetapi para murid di dalam Kerajaan Allah. Kerajaan Allah
datang kepada kita dalam diri Yesus Kristus. Injil tentang Kerajaan Allah itu
Injil tentang Yesus Kristus. Jadi, ketika Yesus berbicara tentang Allah sebagai
Bapa Kamu, maka perkataan itu bukan
berlaku bagi semua manusia atau segala makhluk, melainkan bagi mereka yang telah menjawab ya kepada Yesus Kristus (Kol 1:11-14). Hal
ini mengisyaratkan bahwa menjadi anak-anak Allah terjadi oleh panggilan dan
pilihan, dan merupakan anugerah Allah yang tidak layak kita terima (Hos. 11:1;
Rm.8:15; Rm. 6:4-11). Selain itu, pengertian anak di dalam
Alkitab bukan hanya dalam pengertian
biologis, namun anak adalah dia yang bersikap benar kepada bapa dan hidup dalam
hubungan yang benar dengan bapa.
Allah Sang Penyelamat
1. Ajaran Keselamatan Dalam Alkitab
Ajaran tentang keselamatan dikenal dengan Soteriologi
yakni ajaran yang membahas penganugerahan keselamatan melalui Yesus Kristus
serta penerapan keselamatan itu melalui Roh Kudus. Keselamatan merupakan
penerapan karya Kristus ke dalam kehidupan seseorang. Ajaran ini memiliki daya
tarik yang sangat khusus karena berkaitan langsung dengan kehidupan tiap
manusia. Selain itu keselamatan merupakan karya rohani Allah yang sangat besar
demi kehidupan umat- Nya. Adapu tujuan dari keselamatan itu akan dibahas
berdasarkan apa yang dikatakan berdasarkan Alkitab.
a. Perjanjian Lama
1.
Kitab
Taurat. Tujuan keselamatan yang dilukiskan dalam kitab Taurat
adalah pertama, semua penampakan diri Allah kepada Musa dan umat Israel adalah
untuk menetapkan dan mengembangkan iman Musa dan umat Israel kepada Allah.
Kedua, Tuntutan Ilahi bersama denga hukumannya jika tidak melaksanakan tuntutan
tersebut adalah menyadarkan umat dari kesalahan dan
ketakutan akibat dosa (Rm.3:20). Ketiga, penetapan sistim korban
untuk penghapusan dosa adalah cara untuk menghilangkan kesalahan umat Israel.
2.
Kitab
Para Nabi, Kitab Para Nabi berisikan banyak nubuatan tentang
karya keselamatan Allah teristimewa melalui Yesus Krstus. Nubuatan-nubuatan itu
diberikan untuk memberi tahu kepada umat Israel tentang :
a.
akan “meremukkan kepala ular” (Kej.3;15);
b.
menyingkirkan segala kefasikan dari Yakub (Rm.
11:26,27, bdg Yes. 59:20);
c.
memikul dosa banyak orang (Yes. 53: 12);
d.
mempersembahkan nyawa-Nya sebagai korban penghapusan dosa;
e.
menyerahkan nyawa-Nya ke dalam maut, dan
f.
terhitung di antar pemberontak-pemberontak (Yes 53:10,12).
b. Perjanjian Baru
Perjanjian Baru memperlihatkan dengan jelas ,Allah
sebagai Penyelamat melalui Yesus Kristus. Dalam Pengakuan Iman Rasuli
dirumuskan bahwa Yesus adalah Anak Tunggal Allah dan Tuhan yang lahir,
menderita dan disalibkan, mati tapi bangkit dan naik ke sorga. Selain itu,
Alkitab memperlihatkan dengan jelas dua tahap kondisi yang dialami Kristus
dalam misi penyelamatan manusia dan dunia dari dosa, yakni (1) pengosongan atau
perendahan diri, yang mengacu pada inkarnasi, penderitaan, kematian dan
penguburan. (2) pemuliaan, yang meliputi kebangkitan, kenaikkan, pengangkatan
duduk di sebelah kanan Allah dan kedatanganNya kembali dalam kemuliaan.
Kematian Yesus adalah benar-benar dan hal ini dicatat dalam Kitab-kitab Injil
sebagai sebuah peristiwa yang sebelumnya telah diartikan oleh Kristus sebagai
kematian untuk pengampunan dosa manusia, pengukuhan kovenan yang baru, dan
kekalahan setan (Luk 22:15-20; Yoh 12:31). Hal ini menjadi pusat ajaran para rasul,
sebagaimana juga telah ditegaskan dalam Perjanjian Lama.
Imamat 25: 47-49 dinyatakan tentang penebusan, yakni
suatu harga yang dibayar demi menyelamatkan atau melepaskan suatu benda atau
seseorang. Membeli kembali suatu benda atau manusia yang selama-lamanya akan
diambil atau dijadikan budak, harga yang dibayar disebut tebusan. Dosa bagaikan
pasaran budak, di mana manusia dijual kepada dosa (Rm 7:14). Semua yang berdosa
harus mati (Yeh 18:4). Kristus melalui kematiaanNya telah menebus dosa manusia
(Mat 20:28, Mar 10:45; 1 Pet 1:18-19; 1 Tim 2:6; Gal 3:13, Ibr 9:15, dll). Tebusan
Kristus menggenapi 4 misi, yakni (1) misi penebusan, dengan nyawaNya
sebagai tebusan, manusia terlepas dari belenggu dosa serta kembali kepada Allah
(Rm 3:24, 1 Kor 1:30, dll). (2) Misi penggantianNya, Kristus mati menggantikan
manusia agar manusia berdosa yang telah
tertebus itu dapat hidup bagiNya (1 Pet 3:18, Gal 2:20). (3) Misi pemulihan
kembali, Ia telah memulihkan kembali murka Allah (Rm 2:25, Ibr 2:17), dan (4)
menggenapi misi pendamaian, melalui kematiaanNya manusia didamaikan dengan
Allah ( Rm 5:11; Kol 1:20-22). Di sisi lain, kematian Kristus mengandung makna
eskatologis, karena Ia berkata, “ Aku berkata kepadaMu, sesungguhNya Aku tidak
akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang
baru dalam kerajaan Allah.” (Mar 14:25). Ini berarti kematian Kristus
menciptakan persekutuan baru yang hanya akan disadari sepenuhnya dalam kerajaan
eskatologis Allah. Hal ini juga dapat dilihat dalam komentar Paulus, “ Sebab
setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian
Tuhan sampai Ia datang.” (1 Kor 11:26).
Kristus mati tapi bangkit. Kebangkitan Kristus dalam
tubuh kemuliaan merupakan titik balik dalam tahapan proses perendahan diriNya.
Di sinilah Kristus dimuliakan dan semua musuhNya mengalami kekalahan. Pada
kebangkitan inilah bergantung nilai berlakunya pekerjaan Kristus di masa lalu,
masa kini dan masa akan datang. Keempat Injil mencatat tentang kubur yang
kosong dan kebangkitan Kristus di antara orang mati (Mat 28; Mar 16; Luk 24;
Yoh 20). Ia menampakkan diri kepada pribadi maupun kepada kelompok orang/ para
murid (Yoh 20:11-18; 1 Kor 15:5; Luk 24:13-35; Luk 24:36-43 Yoh 20:26-29; Yoh 21:1-14; 1 Kor 15:6,
dll). Kebangkitan Kristus dari kuasa kematian memiliki arti yang
penting baik bagi Yesus tapi juga bagi orang percaya dan semua manusia.
Arti kebangkitan Kristus,
(a) bagi Yesus sendiri, jika Kristus tidak bangkit, maka Ia seorang
pendusta (Mat 20:19, Mat 28:6). (b) bagi karyaNya, Kristus bangkit untuk
memberikan kepada umatNya, gerejaNya kekuatan untuk melakukan pelayananNya (Rm
6:1-10; Gal 2:20). (c) Bagi Injil, injil didasarkan atas dua kenyataan pokok
yakni kematian dan kebangkitan Kristus (Rm 4:25). (d) bagi orang percaya, Jika
Kristus tidak bangkit, maka kesaksian orang Kristen akan palsu, isi iman tidak
berarti, dan prospek terhadap masa depan adalah sia-sia (1 Kor 15:13-19).
Keselamatan dalam Perjanjian Baru tidak berhenti pada
kebangkitan Kristus tetapi juga dituliskan tentang Kenaikan Kristus ke sorga.
Peristiwa kenaikkan Kristus ke sorga telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama
sebanyak dua kali (Mzm
68:14, 110:1), kemudian dikutip lagi dalam Perjanjian Baru (Efs 4:8;
Kis 2:34). Sebagaimana Kristus pernah membicarakan peristiwa tersebut yakni
tentang pulang kepada BapaNya (Yoh 7:33, 14:1-2; Mar 16:19; Luk 9:51, 24:51).
Namun yang lengkap tentang prosesi terjadinya peristiwa kenaikkan Kristus ke
sorga disajikan oleh Lukas dalam kitabnya yang kedua (Kis 1:6-11). Kenaikkan
Kristus ke sorga merupakan dokrin yang penting dalam teologi atau kristologi
Kristen. Karena melalui peristiwa kenaikkan Kristus, maka kekristenan dapat
memahami momentum pemuliaan yang ke dua dari Kristus selain dari
kebangkitanNya. KenaikkanNya juga menjadi informasi penting mengenai awal dari
pekerjaanNya pada masa kini. Setelah Yesus naik ke sorga berada di rumah Bapa
(Yoh 14:1-3), Dia tidak berhenti berkarya, tetapi secara terus menerus
melaksanakan karya- katyaNya hingga saat ini. Pekerjaan-pekerjaan Kristus sudah
dimulai sejak peristiwa kenaikkanNya sampai pada kedatanganNya untuk mengangkat
gereja. Adapun tujuan dari Kenaikan Yesus ke sorga sebagai berikut :
1.
Ia naik ke sorga sebagai pelopor.
Dalam Ibrani 6:20 Yesus telah masuk sebagai pelopor atau perintis bagi orang
yang percaya padaNya.
2.
Ia pergi menyediakan tempat bagi umatNya (Yoh 14:2;
Ibr 9:21-24)
3.
Ia menyatakan diriNya di hadapan Allah Bapa demi
jemaatNya (Ibr 9:24)
4.
Ia duduk di sebelah kanan Bapa
sebagai khalik langit dan bumi, menanti saat di mana segalanya takluk kepadaNya
(Efs 4:10; Ibr 10:12-13; Kis 3:20-21).
2. Keilahian Yesus
Alkitab membuktikan bahwa seluruh perkataan dan
perbuatan Kristus adalah fakta tentang keAllahan atau keTuhananNya. KeTuhanan
Kristus dinyatakan berulang kali dalam gelar “Anak Allah” yang diberikan
kepadaNya oleh orang lain maupun oleh
diriNya sendiri. Yesus tidak pernah disebut seorang Anak Allah seperti yang
dilakukan terhadap para malaikat dan manusia (Ay 2:1; 1 Yoh 3:2). Dia adalah
Anak Allah dalam arti yang unik, dan dari kekal memiliki hubungan dengan Allah.
Dengan tidak henti-hentinya Kristus menegaskan hubungan itu.
Bukti-bukti
KeAllahan atau KeTuhanan Kritus :
1.
Kristus diberi nama-nama Ilahi. Dia
disebut sebagai Logos yang tidak lain
adalah Allah sejati (Yoh 1:1, 14, 18). Ketuhanan
Kristus yang asasi dinyatakan dengan
tegas. Dia disebut Allah (Yoh 20:28; Rm 9:5). Selain itu Ia disebut
Anak Allah (Mat 14:33; Mar 1:1, Yoh 1:18, Mat 2:15, dll).
2.
Kristus disembah sebagai Allah. (Yoh 20:28; Luk 24:52).
3.
Yesus sendiri sadar akan
KeTuhananNya. a) sebagai seorang Anak Dia berbicara tentang Allah sebagai
BapaNya (Luk 2:41-52). b) Kristus diakui sebagai Anak Allah saat Ia dibaptis
dan dicobai (Mat 3; Yoh 3:17). c) Kristus sendiri menyatakan keAllahanNya (Mat
11:27; Yoh 17).
Selain itu,
bukti-bukti KeAllah Kristus yang lain, adalah :
1.
Yesus mempunyai sifat-sifat asasi
keAllahan. Esesnsi Allah memang dimiliki oleh Yesus, sehingga segala atribusi
yang hanya menjadi milik Allah juga melekat pada diri Kristus. “Dia sudah ada
sebelum Abraham jadi “ (Yoh 8:58), ‘Maha kuasa (Mat 28:18; Yoh 3:35, dll),
“Maha tahu” (Yoh 5:42; Kis 1:24, dll), “Maha ada” (Mat 28:20; Kis 18:10), “Maha
suci” (Ibr 4:15, 1 Pet 2:22).
2.
Yesus melakukan karya yang hanya
dikerjakan oleh Allah. “Penciptaan dan pemeliharaan alam semesta (Yoh 1:3, Kol
1:16-17), “menopang segala sesuatu dengan kuasaNya yang tak terbatas” (Kol
1:17; Ibr 1:3), “Melakukan mujizat” (Yoh 2:1-11, 4: 46-54, dll), “berkuasa
untuk membangkitkan orang mati” (Yoh 5:21), “menghakimi manusia” (Mat 25:31-46;
Yoh 5:22, dll).
3. Kemanusiaan Yesus
Jika berbicara tentang kemanusiaan Kristus, maka yang
dimaksudkan adalah Kristus benar-benar menyatukan dan menyamakan diriNya dengan
umat manusia. Hal ini berarti Dia adalah manusia sejati, benar-benar bersifat
manusiawi, satu dengan manusia. Seorang manusia dalam arti kata yang
sebenarnya. Bukti-bukti kemanusiaan Kristus sesuai Alkitab, adalah sebagai
berikut;
1.
Yesus
lahir seperti manusa lainnya. Yesus lahir dari seorang
wanita (Gal.4:4 bdg Mat. 1:18-2:11; Luk. 1:30-38; 2:1-20). Karena itu Yesus disebut
Anak Daud, Anak Abraham (Mat. 1:1). Peristiwa kelahiran Kristus merupakan janji
kepada Hawa (Kej. 3:15), dan kepada Ahas (Yes.
7:14).
2.
Yesus
tumbuh dan berkembang seperti manusia normal. Hal ini
dikatakan dalam Allkitab dengan kalimat,”Ia bertambah besar dan menjadi kuat,
penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya (Luk. 2:40). Perkembangan
fisik dan mental Yesus bukan karena sisi Keilahian-Nya, tetapi dipenghuri oleh
hokum-hukum perkembangan manusia yang normal. Perkembangan mental Yesus tidak semata-
mata karena pendidikan yang dialami-Nya di sekolah-sekolah zaman
Yesus (Yoh. 7:15), tetapi juga karena hasil pendidikan dalam keluarga yang
saleh, dan Yesus selalu hadir dalam rumah ibadah (Luk. 4:16).
3.
Yesus
memiliki unsur-unsur hakiki sifat manusia. Hal ini
dibuktikan dengan bagian Alkitab yang menulis tentang Yesus memiliki tubuh
jasmani (Mat. 26:12; Yoh 2:21, Ibr. 2:14, Ibr. 10:10, Luk. 24:39). Namun bukan
saja Yesus memiliki tubuh jasmai, tetapi juga memiliki unsur-unsur sifat
manusia, seperti kecerdasan dan sifat sukarela. Yesus mampu berpikir dengan
logis. Namun harus dapat membedakan antara sifat manuasiwi dengan sifat yang
berdosa. Yesus memiliki sifat manusiawi, tetapi tidak memiliki sifat yang berdosa.
4.
Berkali-kali
Yesus disebut sebagai manusia. Yesus menganggap dirinya
sendiri sebagaimanusia (Yoh. 8:40). Yohanes Pembaptis, Petrus dan Paulus juga
menyebut Yesus sebagai manusia (Yoh. 1:30; Kis. 2:22; 1 Kor. 15:21).
5.
Yesus
menjalani kehidupan seperti manusia biasa lainnya (Luk 2:52). Yesus
mengalami keterbatasan sebagai manusia, seperti rasa lapar (Mat 4:2), haus (Yoh
19:28), lelah (Yoh 4:6), sedih dan tertekan (Yoh 11:35, Luk 13:34,35) dan
ketidaktahuan (Mar 13:32).
6.
Yesus
mengalami kematian. Yesus sama juga seperti manusia,
sebagai manusia mengalami kematian, maka Yesus pun mengalami kematian (Ibr. 2:14,15).
Mempelajari pribadi Yesus sangatlah sulit, namun
sekalipun sulit memahami konsep ini namun Alkitab mengajarkan agar terus
merenungkan rahasia Allah ini, Yaitu Yesus Kristus (Kol. 2:2,3). Yesus sendiri
berbicara tentang diri-Nya sebagai suatu pribadi yang utuh dan tunggal, dan
tidak pernah menunjukkan keterbelahan kepribadian Keilahian dan
kemanusiaan-Nya. Alkitab memberikan petunjuk tentang keterpaduan antara
Keilahian dan Kemanusiaan Yesus sebagai berikut:
1.
Perpaduan
itu tidak bersifat teantropik. Diri Yesus adalah teantropik
yang berarti memiliki sifat ilahi dan sifat manusiawi, tetapi sifat-Nya tidak.
Yang dimaksudkan di sini adalah seseorang dapat berbicara tentang Allah-manusia
bila ingin mengacu pada diri Yesus, akan tetapi tidak dapat berbicara tentang
sifat ilahi-manusiawi, melainkan harus berbicara tentang sifat ilahi dan sifat
manusiawi di dalam Yesus. Hal ini berarti Yesus memiliki pengertian dan
kehendak yang tidak terbatas, Ia memiliki kesadaran ilahi dan kesadaran
manusiawi. Kecerdasan ilahi-Nya tidak terbatas; kesadaran manusiawi-Nya makin
bertambah. Kehendak ilahi-Nya adalah mahakuasa; kehendak manusiawi-Nya hanya sebatas pada kemampuan manusia
yang tidak jatuh pada dosa.
Dalam kesadaran Ilahi-Nya Ia berkata “Aku dan Bapa adalah satu (Yoh.
10:30); dalam kesadaran manusiawi-Nya ia dapat berkata,”Aku haus” (Yoh. 19:28).
2.
Perpaduan
itu bersifat pribadi. Perpaduan kedua sifat di dalam
Yesus disebut hipostatis, artinya kedua sifat atau hakikat itu merupakan satu
cara berada yang pribadi. Kerena Yesus tidak bersatu dengan diri manusia,
tetapi dengan sifat manusia, maka kepribadian Yesus bertempat dalam sifat ilahi-Nya.
3.
Perpaduan
itu meliputi berbagai sifat dan perbuatan manusiawi dan Ilahi. Hal
yang dimaksudkan adalah baik sifat dan perbuatan manusiawi maupun yang Ilahi
dapat dilakukan oleh Sang Allah-Manusia tanpa
kecuali.
4.
Perpaduan
tersebut menjamin kehadiran yang tetap keilahiaan dan kemanusiaan Yesus.Kemanusiaan
Yesus hadir bersamaan dengan keilahian-Nya di setiap tempat. Ini menampakkan
keindahan kenyataan bahwa Yesus ada di dalam umat-Nya, Ia hadir dalam
keilahian-Nya, dan melalui perpaduan kemanusiaan-Nya dengan keilahian-Nya, maka
Ia hadir dalam kemanusiaan-Nya.
Selain kita belajar tentang sifat Yesus, di bagian ini
juga kita akan mempelajari tentang watak Yesus. Tujuan mempelajari sifat dan
watak Yesus adalah agar Yesus Kristus menjadi teladan orang percaya. Berikut
ini akan dibicarakan tentang watak Yesus sebagai berikut:
1.
Yesus
Maha Kudus. Yesus adalah “anak yang…disebut kudus (Luk.
1:35),”yang kudus dan benar (Kis.
3:14),”Hamba-Mu yang kudus (Kis.4:27). Sifat-Nya kudus, oleh karena itu penguasa dunia tidak berkuasa
sedikitpun atas diri-Nya (Yoh. 14:30), dan Yesus tidak pernah berbuat dosa
(Ibr. 4:15). Selain itu, perilaku Yesus kudus karena Ia terpisah dari
orang-orang berdosa (Ibr. 7:26). Untuk itu sebagai pengikut- Nya orang yang
percaya pada-Nya juga harus menjadi kudus karena Dia kudus adanya (1 Pet.
1:16). Yesus Kristus merupakan teladan kesempurnaan yang tidak berdosa, dan
telah menunjukkan bagaimana hidup kudus.
2.
Kasih
Yesus Tulus. Rasul Paulus mengatakan bahwa”Kasih Yesus…melampaui
segala pengetahuan” (Efs. 3:19). Dan kasih itu pertama, tama ditujukan kepada
Bapa-Nya di sorga (Yoh. 14:31), juga ditujukan kepada Alkitab khususnya
Perjanjian Lama dengan menerima Perjanjian Lama sebagai catatan yang benar dan
jujur tentang berbagai peristiwa dan dokrin yang dibahas di dalamnya (Mat.
5:17,18), Yesus membahas beberapa nubuat yang ada dalam Perjanjian Lama sebagai
nubuat yang menunjuk kepada diri-Nya (Luk. 4:16-21), dan menyatakan bahwa
Alkitab tidak dapat dibatalkan (Yoh. 10:35). Kasih-Nya juga ditujukan kepada
manusia pada umum-Nya (Mark.
10:21; Mat. 11:19; Yoh. 10:11), dan secara khusus kasih-Nya kepada
umat-Nya sendiri (Why 1:5; Yoh. 13:1; Efs. 5:2,25; Rm. 8:37-39).
3.
Yesus
sungguh-sungguh rendah hati. Kerendahan hati diperlihatkan Yesus
dengan cara merendahkan diri, sekalipun
Ia setara dengan Allah (Filipi 2:5-8). Ia rela miskin bagi manusia (2 Kor.
8:9). Lahir di kandang yang hina (Luk. 2:7). Dan masih banyak cara yang Yesus
tunjukkan yang menunjukkan Ia sungguh-sungguh rendah hati. Murid-murid-Nya pun
berasal dari golongan rendah namun kepada merekalah Ia menyatakan
rahasia-rahasia kerajaan Allah (Mat. 13:11,16,17). Ia melakukan pekerjaan yang
paling kasar yakni melayai dan bukan dilayani (Mat. 20:28), dan mencuci kaki
para murid (Yoh. 13:14).
4.
Yesus
lemah lembut. Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia lemah-lembut (Mat.
11:29). Watak lemah lembut Yesus juga diajarkan oleh rasul Paulus (2Kor. 10:1).
Contoh watak lemah-lembut di dalam Alkitab misalnya saat Yesus menghadapi orang
berdosa yang bertobat (Luk. 7:37-39), menyesuaikan diri dengan Thomas yang ragu-ragu
akan kebangkitan-Nya (Yoh. 20:29), saat menyadarkan Petrus untuk penyangkalan
terhada- Nya tiga kali (Luk. 22:61; Yoh. 21: 15-23), dan yang paling jelas
adalah saat Yesus menghadapi Yudas yang mengkhianati-Nya (Mat. 26:50; Yoh. 13:21).
5.
Yesus
tenang dalam segala keadaan. Yesus tenang dalam menghadapi
kehidupan Yesus, hal ini dinyatakan dalam kitab Yesaya 53:3,4. Walaupun
hidup-Nya penuh sengsara, Yesus tetap menghadapinya dengan sukacita (Yoh.
15:11). Yesus merasa sedih karena orang-orang yang menolak keselamatan yang
diberikan-Nya dengan Cuma-Cuma (Mat. 23:37). Sukacita yang dimiliki-Nya lebih
banyak merupakan sukacita karena pengharapan (Ibr. 12:2 bdg Yes 53:11), yaitu
sukacita melihat banyak jiwa diselamatkan dan tinggal bersama-sama dengan Dia dalam kemuliaan.
6.
Yesus
selalu berdoa. Lukas menyebutkan sebelas peristiwa ketika Yesus
berdoa. Ia sering kali berdoa di hadapan murid-murid-Nya (Mat. 14:23; Luk.
6:12). Ia berdoa sebelum melakukan pekerjaan-Nya (Mrk. 1:35-38; Luk. 6:12,13;
Mat. 26:36-48). Yesus tidak pernah lupa berdoa untuk orang-orang yang
dikasihi-Nya (Luk. 22:32; Yoh. 17). Ia berdoa dengan sungguh-sungguh (Luk.
22:44; Ibr. 5:7), dengan sangat tekun (Mat. 26 :44), dengan iman (Yoh. 11:41),
serta dengan sikap patuh (Mat. 26:39). Sedeangkan penulis surat Ibrani
mengungkapakan Yesus dalam menjalani hidup-Nya sebagai manusia telah
mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada
Bapa-Nya (Ibr. 5:7).
7.
Yesus
bekerja tak henti-hentinya. Yesus memulai pekerjaan-Nya
pagi-pagi sekali (Mar 1:35; Yoh. 8:2), dan bekerja terus sampai jauh malam
(Mat. 8:16; Luk 6:12; Yoh. 3:2). Pekerjaan Yesus adalah mengajar (Mat.5-7),
berkhotbah (Mark. 1:38,39), mengusir setan (Mark. 5:12,13), menyembuhkan orang
sakit (Mat. 8,9), dan lain-lain. Sifat Yesus yang dinampakkan saat melakukan
pekerjaan-Nya adalah keberaniaan (Yoh. 2:14-17;3:3,19:10,11), ketelitian-Nya
(Mat. 14:36; Yoh. 7:23), tidak pilih kasih (Mat. 11:19), serta
kebijaksanaan-Nya (Mark 12:34; Yoh. 4:7-30).
E. Tugas
Selamat anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar Tiga
dari Modul Satu Tentang Allah Sang Penyelamat. Agar anda semakin memahami
materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar tiga ini, kerjakan tugas-tugas
berikut ini :
1. Keselamatan
adalah penerapan karya Allah dalam Yesus Kristus bagi kehidupan setiap orang.
Namun ada kelompok orang yang beranggapan bahwa keselamatan dapat diperoleh
setiap manusia melalui perbuatan baik yang dia lakukan. Makin banyak perbuatan
baik yang dilakukannya maka besar kemungkinan untuk diselamatkan. Bagaimana
pendapat anda. Diskusikanlah !
2. Yesus
adalah manusia dan Allah yang sejati. Dia adalah benar-benar manusia dan benar-benar Allah. Bagaimana cara anda
membuktikan bagi otang lain tentang hal ini ?
Roh Kudus sebagai Pembaharu
1.
Makna Roh Kudus
Menurut G.C. Niftrik dan B.J. Bolland dalam rumusan
Pengakuan Iman rasuli, di bagian pertama dikatakan tentang siapa dan bagaimana
Allah dalam diri-Nya sendiri : Bapa
yang mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Bagian kedua adalah tentang Yesus
Kristus, yang di dalamnya ditemukan, siapa dan bagaimana Allah itu bagi kita
dan apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita. Dan bagian ketiga ditegaskan, bahwa
secara langsung Allah bekerja di dalam diri kita, agar kita benar-benar ambil
bagian dalam keselamatan. Jadi dapat dikatakan bahwa Roh Kudus adalah Allah di
dalam kita. Roh Kudus adalah Roh Allah bukan manusia dan bukan unsur-unsur
Rohani di dalam manusia, bukan intipati yang hakiki di dalam manusia.
Sebagai orang percaya sangat penting untuk belajar dan
memahami dengan baik makna Roh Kudus. Alasannya adalah pertama, melalui Roh
Kudus Allah Tritunggal menjadi nyata bagi orang percaya. Dia tinggal dalam diri
orang percaya dan melalui-Nya Allah Tritunggal bekerja dalam diri orang
percaya. Kedua, Roh Kudus menjadi pusat
perhatian sejak hari Pentakosta, periode
yang diliputi Kisah
Para Rasul dan Surat-Surat Perjanjian Baru serta periode sejarah
gereja selanjutnya. Ketiga, suasana dewasa ini menekankan pengalaman, dan
melalui Roh Kuduslah orang percaya mengalami perjumpaan dengan Allah.
Istilah bahasa Ibrani dan Yunani yang dipakai untuk Roh
adalah ruakh dan pneuma. Akar katanya bermakna bernapas. Dalam Perjanjian Lama
istilah ruakh sering merunjuk kepada
angin Allah atau kuasa kehidupan, yang berfungsi sebagai prinsip khusus yang
membuat makhluk ciptaan Allah khusus dalam penciptaan alam semesta. Dialah yang
mengilhami para nabi yang bernubuat, memampukan seseorang untuk
mengkomunikasikan berita dari Allah baik dalam bentuk penglihatan, mimpi atau
langsung Firman Allah (Ams.3:8; Mik.3:5; Za.7:12; Yeh.1:1). Sedangkan dalam
Perjanjian Baru nama khusus yang dipergunakan untuk Roh Allah, yang
memperlihatkan eksistensinya sebagai Oknum adalah parakletos yang artinya penolong, penghibur dan pengacara
(Yoh.14:26; 15:26; 16:7). Selain itu Roh Kudus juga dinyatakan sebagai pribadi
dalam hubungan-Nya dengan pribadi lain seperti Bapa dan Anak (Mat. 28:19).
Di bagian awal sejarah gereja hampir tidak disebutkan
tentang Roh Kudus. Salah satu penekanan mula-mula pada Roh Kudus adalah sebagai
kekuatan yang bertanggung jawab atas terjadinya Alkitab, firman Allah. Bapa
Origenes mengatakan Alkitab ditulis oleh Roh Kudus. Pada parohan abad kedua,
Klemens dari Roma mengatur ketiga Oknum Trinitas dalam sebuah sumpah
“sebagaimana Allah itu hidup, dan Yesus Kristus hidup, dan Roh Kudus hidup.
Tertulianus menyebut Roh Kudus sebagai Allah sambil menekankan bahwa Anak dan
roh Kudus memiliki hakikat yang sama dengan Bapa. Athanasius berpendapat bahwa
Roh Kudus itu sepenuhnya Ilahi, berhakikat sama dengan Bapa (1Kor.3:16-17).
Namun walau ada kelompok yang menerina terdapat golongan yang menolak dokrin
Roh Kudus sepenuhnya Allah yakni golongan Makedonian atau Pneumatomakhian
(pejuang melawan roh) .Pada abad pertengahan kurang ada penekanan pada Roh
Kudus, yang disebabkan oleh segi pengalaman dalam kehidupan Kristen kurang
diperhatikan. Di era reformasi tidak menghasilkan perubahan-perubahan berarti
tentang dokrin Roh Kudus. Melalui Luther dijumpai gagasan tentang Roh Kudus
yang menanamkan kasih ke dalam hati orang percaya. Selanjutnya Yohanis Calvin
memberikan sumbangan unik terhadap pembahasan Roh Kudus dengan mengemukakan
bahwa Roh Kudus lebih unggul dari pada akal manusia. Kesaksian Roh Kudus itu
merupakan sebuah tindakan batiniah yang menghasilkan keyakinan dan kepastian
bahwa sedang
berhadapan dengan Firman Allah. Pada akhir abad ke-19 terjadi
perkembangan di beberapa kalangan yang memberikan peranan utama kepada Roh
Kudus. Terjadi beberapa luapan bahasa Roh di Carolina Utara sekitar tahun 1896
di Topeka ,Kansas. Bersama para muridnya dengan suara bulat berkesimpulan bahwa
Alkitab mengajarkan perlunya baptisan Roh Kudus yang dibuktikan dengan
berbicara memakai bahasa Roh sebagai kelanjutan dari pertobatan dan kelahiran
baru.
2. Sifat Roh Kudus
a. KeIlahan atau KeAllahan Roh Kudus
Keilahian Roh Kudus tidak dapat disimpulkan semudah
keilahian Bapa dan Anak, Karena keilahian Roh Kudus harus disimpulkan dari
berbagai pernyataan yang tidak langsung dari Alkitab. Namun demikian ada
beberapa dasar di mana seseorang dapat menyimpulkan bahwa Roh Kudus itu Allah
serupa dan sederajat dengan Bapa dan Anak, antara lain :
1.
Rujukan kepada Roh Kudus dapat
saling dipertukarkan dengan rujukan kepada Allah, yang sebenarnya berbicara
tentang diri Roh Kudus sebagai Allah. Misalnya dalam Kisah para Rasul 5 yang
berbicara tentang kisah Ananias dan Safira. Contoh lain juga adalah yang
terdapat dalam 1 Korintus 3:16-17 dan 1 Korintus 6:19-20. Dari 2 bagian ini
jelaslah bagi rasul Paulus bahwa didiami Roh Kudus berarti didiami oelh Allah,
Roh Kudus adalah Allah.
2.
Roh Kudus memiliki sifat-sifat
Allah. Salah satunya adalah kemahatahuan (1Kor. 2:10-11; Yoh 16:3). Selain itu
Yesus juga mengatakan bahwa Roh Kudus mampu mengubah hati dan kepribadian
manusia dengan menginsyafi akan dosa (Yoh. 16:8-11) dan memperbaharui
kehidupan/kelahiran baru (Yoh. 3:5-8). Sifat Roh Kudus yang lain juga adalah
kekekalan (Ibr. 9:14) di mana Roh Kudus disebut Roh yang kekal, dan melalui Dia
Kristus mempersembahkan diri-Nya kepada Allah sebagai persembahan yang tak
bercacat.
3.
Roh Kudus juga melakukan hal-hal
tertentu yang umumnya dianggap sebagai tindakan Allah. Dahulu sampai sekarang
Roh Kudus terlibat dalam penciptaan, baik ketika menciptakan pertama kali
maupun dalam memelihara serta mengarahkan ciptaan Allah (Kej.1:2).
4.
Kesaksian Alkitab paling banyak
adalah tentang peranan Roh Kudus berkaitan dengan karya-Nya yang rohani.
Misalnya merubah hati (Yoh.3:5-8),
menyelamatkan (Tit.3:5), membangkitkan Kristus dari antara orang
mati dan juga manusia (Rm.8:11), serta menyediakan Alkitab (2Tim.3:16).
5.
KeTuhanan Roh Kudus adalah
hubungan-Nya dengan Bapa dan Anak atas dasar persamaan, Salah satu bukti adalah
rumusan baptisan yang terdapat dalam Matius 28:19. Tetapi juga doa berkat yang
disampaikan oleh Paulus (1Kor.12), dan dalam salam pembukaan Petrus (1Pet.1:2).
b. Kepribadian Roh Kudus
1.
Selain KeAllahan Roh Kudus juga
perlu mengenal kepribadian Roh Kudus. Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa
Roh Kudus memiliki kepribadian dan memiliki semua sifat yang berkaitan dengan
kepribadian. Bukti pertama ialah pemakaian kata πνευμα (pneuma) itu
berjenis kelamin neuter (tidak mempunyai jenis kelamin). Hal yang kedua yang
membuktikan tentang keperibadian Roh Kudus ialah sejumlah ayat yang mengaitkan
diri-Nya dan karya-Nya dalam satu atau lain cara dihubungkan secara erat dengan
berbagai orang dan pekerjaan mereka. Penggunaan istilah παρακλητος (parakletos =
penolong, pendamping), yang dipakai untuk menunjuk Roh Kudus (1Yoh.2:1). Yang
sangat signifikan adalah perkataan Yesus dalam Yohanes 14 :16 bahwa Yesus akan
meminta kepada Bapa untuk mengirim παρακλητος
yang lain. Istilah lain dalam bahasa aslinya adalah άλλος (allos) yang
artinya “yang lain dari jenis yang sama”. Jelaslah bahwa Roh Kudus menggantikan
kedudukan Yesus serta akan memainkan peran yang sama.
2.
Fungsi lain yang juga dimainkam
Yesus maupun Roh Kudus ialah memuliakan KeTritunggalan Allah (Yoh. 16:14;
17:14). Roh Kudus juga dikaitkan dengan Bapa dan Anak dalam berbagai peristiwa
dari pelayanan Yesus (Mat.3:16-17; 12:28).
3.
Di sisi lain Roh Kudus juga
memiliki ciri-ciri pribadi tertentu yang menunjuk kepada kepribadian-Nya, yakni
kecerdasan, kehendak dan perasaan (Yoh.14:26, 1Kor. 12:11; Efs.4:30). Roh Kudus
juga dapat dibuat terharu (Kis.5:3-4) dan memadamkan dosa (1Tes.5:19). Selain
itu Roh Kudus juga terlibat dalam tindakan-tindakan moral serta pelayanan yang
hanya dapat dilakukan oleh seorang pribadi, antara lain mengajar,
memperbaharui, mencari, berbicara,bersyafaat, bersaksi, memerintah,menuntun.
Dan yang menarik adalah Roh Kudus dapat berdoa ganti kita (Rm.8:26).
3. Karya Roh Kudus
Karya Roh Kudus sangat penting dipelajari dan dimaknai
oleh orang percaya, karena di dalam karya Roh Kuduslah Allah secara pribadi
terlibat dalam diri orang percaya. Menurut G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland
Allah Bapa adalah Allah di atas kita, Yesus Kristus adalah Imanuel Allah
beserta kita sedangkan Roh Kudus Allah di dalam kita sehingga tidak ada jarak
antara Allah dengan manusia. Di dalam alkitab dibuktikan bahwa Roh Kudus
benar-benar masuk ke dalam hidup orang percaya dan menjadi satu dengan orang
percaya (Rm. 8:9,11; 1Kor.3:16; 2 Kor 6:16). Berikut ini kita akan mempelajari
karya Roh Kudus dalam Alkitab, dalam kehidupan Yesus dan dalam kehidupan orang
Kristen serta orang yang tidak percaya.
a. Karya Roh Kudus dalam Alkitab
Kesulitan sering terjadi untuk mengenali Roh Kudus dalam
Perjanjian Lama, karena sesungguhnya istilah Roh Kudus jarang dipakai dalam
Perjanjian Lama, istilah yang umum dipakai adalah Roh Allah. Terdapat beberapa
bidang utama yang merupakan karya pelayanan Roh Kudus dalam Perjanjian Lama,
antara lain :
1.
Penciptaan (Kej.1:2), yang
berkesinambungan terhadap hasil ciptaan-Nya (Ay. 26:13). Yesaya menantikan
pencurahan Roh di masa yang akan datang, sebagai masa produktivitas di dalam
karya ciptaan Allah (Yes. 32:15).
2.
Memberikan nubuat dan nas Alkitab.
Para nabi bersaksi bahwa ucapan nubuat dan tulisan mereka merupakan akibat dari
Roh Kudus yang turun atas mereka (Yeh. 2:2 bdg 8:8;11:1,24). Roh Kudus juga
masuk ke dalam tokoh-tokoh seperti Bileam (Bil.24:2). Tanda Saul diurapi Allah,
Roh Kudus datang atasnya dengan kuasa dan Saul bernubuat (1Sam. 10:6,10).
Selain itu Roh Kudus juga adalah pengarang dan penafsir Alkitab (2Pet. 1:21;
Yoh. 16:13; Kis. 28:25; Ibr. 3:7; 10:15; Efs.
1:17).
3.
Roh Kudus dari Allah hadir dalam
kehidupan umat-Nya agar tahu apa yang dikaruniakan Allah bagi umat-Nya
(1Kor.2:12). Dia juga mengambil perkataan Kristus dan menjelaskan kepada orang
percaya (Yoh. 16:14), mengajarkan uamt-Nya untuk menafsirkan hal-hal rohani
(1Kor. 2:13).
4.
Hadir dalam kehidupan orang Israel
saat ada dalam peperangan dan kesulitan, dengan sebutan “Roh yang baik, RohMu
yang Kudus” (Neh. 9:20; Mzm. 143:10; 15:13; Yes 63:10).
5.
Yang menghasilkan ketakutan akan
Allah serta berbagai sifat kebenaran dan keadilan di dalam diri Mesias yang
akan datang (Yes. 11:2-5). Ketika Roh Kudus dicurahkan (Yes. 32:15), maka
hasilnya adalah keadilan, kebenaran dan damai sejahtera (Yes. 32:16-20). Selain
itu pengabdian kepada Allah juga karena pekerjaan Roh Kudus (Yes. 44:3-5).
Selain itu ketaatan yang cermat serta hati yang baru yang menyertai pemberian
Roh oleh Allah (Yeh. 36:26- 28).
6.
Di dalam Perjanjian Lama juga
terdapat kesaksian tentang penantian suatu saat ketika pelayanan Roh Kudus akan
menyeluruh, di mana sebagian penantian itu berkaitan dengan Mesias yang akan
datang, yang dihinggapi Roh Kudus (Yes. 11:1-5; 42:1-4; 61:1-3). Selain itu
juga penantian akan janji yang lebih umum (Yoel 2:28-29).
b. Karya Roh Kudus dalam Yesus Kristus
Jika mempelajari dan menyelidiki kehidupan Kristus dalam
Alkitab, maka akan didapati bahwa Roh Kudus bekerja dengan giat dalam kehidupan
Kristus. Bahkan sejak awal kehidupan Yesus Roh Kudus telah menunjukkan
karya-Nya. Berikut itu beberapa bukti karya Roh Kudus dalam Yesus Kristus yang
didapati dari Alkitab.
1.
Baik nubuat maupun kisah kelahiran
Yesus menunjukkan adanya kegiatan khusus Roh Kudus (Luk. 1:35). Saat Maria
mengandung malaikat menampakkan diri kepada Yusuf (Mat. 1:20).
2.
Yesus diurapi oleh Roh Kudus saat
dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat. 3:16; bdg. Yes. 61:1; Luk. 4:18). Roh
Kudus yang diberikan tanpa batas (Yoh.3:34), memperlengkapi Yesus untuk
melayani sebagai Mesias (Luk. 3:23).
3.
Setelah dibaptis Yesus dibawa oleh
Roh Kudus ke padang gurun dan dipimpin oleh Roh Kudus di mana pencobaan akan
terjadi dan Yesus mampu melewatinya (Mat. 4:1; Luk 4:1,2).
4.
Setelah mengalami pencobaan di
padang gurun, Yesus kembali ke Galilea menuju ke semua sinagoge untuk mengajar.
Dan saat kembali ke Nazareth Yesus ke sinagoge berdiri dan membaca Alkitab. Ia
membaca Yesaya 61:1-2, dan dikataka nas itu sudah
digenapi dalam diri-Nya
(Luk. 4:18-21). Ketika
mengajar di sinagoge merupakan akibar dari karya Roh Kudus di dalam
dan di atas diri-Nya.
5.
Oleh Roh Kudus, Yesus mengadakan
mujizat-mujizat (Mat.12:28) termasuk di dalamnya pengusiran setan. Yang
dimaksudkan dengan pengusiran setan adalah pertentangan antara Roh Kudus dengan
kuasa-kuasa yang berdosa di dalam dunia. (Mat.
12:25-32).
6.
Roh Kudus turut aktif ketika Yesus
disalibkan dan dibangkitkan (Ibr. 9:14; Rm. 1:4;8:11).
7.
Saat Yesus naik ke sorga, Ia
meminta kepada Bapa-Nya untuk mengutus Roh Kudus (Yoh. 14:16,26 ; 15:26). Roh
Kudus akan mengganti Yesus Kristus sehingga para rasul tidak akan ditinggalkan
sendirian (Yoh. 14:18; 16:7-15). Dan sebelum pergi Yesus mempersiapkan para
murid-Nya untuk menerima Roh Kudus (Luk. 24:49; Yoh. 20:22; Kis. 1:8).
c. Karya Roh Kudus dalam Kehidupan Orang Percaya
Yesus dalam pengajaran-Nya sangat menekankan peranan Roh
Kudus dalam memprakarsai kehidupan Kristen di dalam diri seseorang untuk
bertobat dati kesalahannya dan memberikan diri untuk diselamatkan serta menjaga
keselamatan yang telah dikaruniai baginya. Pada bagian ini akan dilihat dan
dipelajari karya Roh Kudus berkaitan dengan keselamatan manusia serta kehidupan
orang Kristen.
1. Karya Roh Kudus Ketika Menyelamatkan
a)
Roh
Kudus memperbaharui. Manusia dilahirkan kembali melalui
pelayanan Roh Kudus (Yoh. 3:3-8), karena Roh Kuduslah yang memberi hidup (Yoh.
6:63);
b)
Roh
Kudus tinggal di dalam diri orang percaya. Hal ini
penting sehingga orang yang tidak didiami oleh Roh Kudus dianggap belum menjadi
milik Kristus (Rm. 8:9), dan Roh Kudus yang tinggal dalam diri orang percaya
merupakan jaminan bahwa ia akan dibangkitkan (Rm. 8:11);
c)
Roh
Kudus membaptis. Kristus membaptis orang-orang
percaya dengan Roh Kudus ke dalam tubuh-Nya (Mat.3:11; Mar. 1:8; Luk. 3:16:
Yoh. 1:33; Kis. 1:5; 11:16). Baptisan ini terjadi melambangkan keselamatan dan
air melambangkan baptisan Roh (Rm. 6:3 bdg Efs. 4:5; Kol. 2:12); dan
d)
Roh
Kudus mematereikan.Allah mematereikan orang-orang
percaya dengan Roh Kudus (Efs. 1:13,14; 4:30).
Menurut rasul Paulus
mematereikan tanda
milik-Nya adalah jaminan dari semua yang telah disedia bagi orang
percaya (2 Kor. 1:22), dan juga mengangkat orang percaya menjadi anak-anak-Nya
(Rm. 8:16).
2. Karya Roh Kudus Selanjutnya Di Dalam Orang Percaya
Setelah manusia mengalami pertobatan, Roh Kudus melanjutkan
karya Nya di dalam kehidupan orang, yaitu:
a)
Roh
Kudus memenuhi. Dalam Efesus 5:18 orang-orang percaya diharuskan
“penuh dengan roh”, memberikan dirinya untuk dikuasai oleh Roh sepanjang
hidupnya (Kis.6:3; 11:24). Dengan kata lain setelah pertobatan, orang percaya
dituntut untuk memiliki gaya hidup di bawah pengawasan Roh Kudus.
b)
Roh
Kudus membimbing. Orang percaya diperintahkan untuk
hidup dipimpin oleh Roh (Gal. 5:16-18) agar orang percaya dapat menjaga
hidupnya agar tidak terperangkap oleh ajaran yang mengharapkan keselamatan
dengan cara melakukan perbuatan baik (Gal. 5:16-18) serta memenuhi keinginan daging.
c)
Roh
Kudus memberi kuasa. Dalam menjalani kehidupan di dunia
ini, orang percaya terlibat dalam peperangan daging melawan Roh. Untuk itu Roh
Kudus harus tinggal di dalam orang percaya agar ia memperoleh kemenangan (Rm.
8:13; Gal. 5:17). Dalam Perjanjian Lama juga telah ditekankan bahwa Roh Kudus
adalah kunci untuk memperoleh kemenangan (Za. 4:6). Selain itu Roh Kuduslah
yang menghasilkan buah-buah Roh (Gal. 5:22,23).
d)
Roh
Kudus Mengajar. Yesus menjanjikan akan datang Roh Kudus yang menuntun
orang percaya dalam kebenaran (Yoh. 14:26; 16:13), akan menerangi orang percaya
untuk memahami Alkitab (1Kor. 2;13). Selain itu Roh Kudus juga memberikan
karunia-karunia rohani kepada orang-orang percaya seperti yang dikehendaki-Nya
(1Kor.12:4,7-11), mendoakan orang- orang percaya di hadapan Allah Bapa (Rm. 8:26).
4. Pekerjaan Roh Kudus yang Umum dan yang Khusus
Alkitab jelas menunjukan bahwa tidak semua pekerjaan Roh
Kudus merupakan bagian dari karya
keselamatan Kristus. Sama halnya bahwa Putra Allah bukn hanya Pengantara
keselamatan, tetapi juga Pengantara penciptaan, demikian juga Roh Kudus,
sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, berkarya bukan saja dalam karya penebusan
tetapi juga dalam karya penciptaan.
a. Pekerjaan Roh Kudus secara umum
Merupakan sebuah kenyataan yang sangat terkenal bahwa
perbedaan dalam diri Tritunggal tidak terlalu jelas diungkapkan dalam Perjnjian
Lama sebagaimana Perjanjian Baru lebih jelas mengungkapkannya. Istilah “Roh
Allah” jika dipakai dalam Perjanjian Lama tidak selalu menunjuk kepada suatu
pribadi dan bahkan dalam keadaan-keadaan dimana ditemukan pengertian mengeni
pribadi, tidak selalu secara khusus menunjuk pada pribadi ketiga dalam Allah
Tritunggal. Kadang- kadang istilah itu dipakai secara kiasan untuk menunjukan
nafas Allah, (Ayub 32:8; Maz.33:6) dan dalam beberapa contoh hanya merupakan
sinonim bagi kata “Allah,” (Maz,139:7,8; Yes.40:13). Istilah itu dapat juga
menunjukan kekuatan hidup, prinsip dasar yang menyebabkan satu makhluk dapat
hidup dan yang dalam cara unik sangat khusus menunjuk kepada Tuhan. Roh yang
tinggal dalam diri makhluk dan yang atasnya keberadaan makhluk itu terletak,
adalah dari Allah dan mengikt mereka pada Allah, (Ayub 32:8; 33:4; 34:14, 15;
Mzm. 104:29; Yes.42:5). Allah disebut sebagai “Allh” (“Bapa”) dari semua roh
manuia, (Bil.16:22; 27:16; Ibr.12:9). Dalam beberapa hal tersebut angat
terbukti bahwa Roh Allah bukan sekedar kuasa, tetapi juga pribadi. Ayat pertama
yang menyebutkan tentang Roh itu adalah Kej.1:2 dan ayat ini langsung
memberikan perhatian kepada kita bahwa Roh ini berfungsi memberi hidup dan hal
ini makin dikhususkan dalam kaitan dengan penciptaan manusia, (Kej.2:7). Roh
Allah membangkitkan hidup dan membawa karya penciptaan Allah menjadi sempurna,
(Ayub 33:4; 34:14,15; Maz.10429,30; Yes.42:5). Terbukti dari Perjanjian Lama
bahwa asal mula hidup, pemeliharaannya dan juga perkembangannya tergantung pada
pekerjaan Roh Kudus. Melepaskan diri dari Roh Kudus sama artinya dengan
kematian.
Pernyataan kuasa yang luar biasa, kekuatan dan
keberanian, juga ditujukan kepada Roh Kudus. Para hakim yang dibangkitkan Allah
untuk membebaskan Israel adalah orang-orang dengan kemampuan luar biasa dan
juga sangat kuat serta berani, tetapi rahasia sesungguhnya kemampuan mereka
tidak terletak pada diri mereka sendiri, tetapi dalam suatu kuasa supranatural
yang datang atas mereka. Roh dari Allah memampukan mereka mengerjakan
pembebasan bagi umat Israel. Ada juga penjelasan dari pekerjaan Roh Kudus dalam
jangkauan intelektual. Elihu mengatakan hal ini yang demikian, “Tetapi roh yang
diam di dalam manusia, dan nafas Yang Maha Kuasa itulah yang memberi kepadanya
pengertian” (Ayub 32:8). Pengertian intelektual, atau kemampuan untuk memahami persoalan
hidup,
disebutkan sebagai kekuatan yang memberi iluminasi dari Roh Kudus.
Kemampuan dan pengertian tentang keindahan juga dikatakan dari Roh, (Kel. 28:3;
31:3; 35:30), dts. Orang-orang tertentu yang dianugerahi kemampuan khusus,
dipilih untuk melaksanakan suatu karya keindakan dalam melaksanakan tugas
pembangunan kemah suci dan membuat pakaian imam, (band. Neh.9:20). Sekali lagi
Roh Allah disebutkan memberi kemampuan pada manusia untuk memegang berbagai
jabatan. Roh itu diberikan kepada 70 orang yang dipilih untuk membantu Musa
dalam memerintah dan mengadili bangsa Israel, (Bil.11:17,25,26). Mereka juga
kadang- kadang memperoleh roh nubuat sewaktu-waktu, untuk meneguhkan panggilan
mereka. Yosua dipilih untuk menggantikan Musa karena ia memiliki Roh Tuhan,
(Bil.27:18). Ketika Saul dan Daud diurapi menjadi raja Roh Tuhn datang atas
mereka untuk memungkinkan mereka melakukan tugas yang penting itu, (1
Sam.10:6,10; 16:13,14). Akhirnya Roh Allah juga dengan jelas bekerja dalam diri
para nabi sebagai Roh yang mewahyukan. Daud berkata “Roh Tuhan berbicara dengan
perantaraanku, firmanNya ada dalam lidahku” (2 Sam.23:2). Nehemia mengaku dalam
Neh. 9:30, “Dengan RohMu Engkau memperingatkan mereka, yakni dengan perantaraan
nabiMu, tetapi mereka tidak mau memperhatikannya
b. Hubungan antara pekerjaan Roh Kudus yang umum dan yang khusus.
Ada kesamaan tertentu antara pekerjaan Roh Kudus yang
umum dan yang khusus. Melalui pekerjaan yang umum Ia memulai, memelihara,
menguatkan dan menuntun seluruh kehidupan organil, intelektual, dan moral. Ia melalukan hal ini dengan cara yang
berbeda dan selaras dengan objek yang bersangkutan. Ada sesuatu yang sama yang
dapat dikatakan tentang pekerjaanNya. Dalam cakupan keselamatan, Ia juga
memulai hidup baru, menumbuhkannya, memimpim dalam langkah selanjutnya dan
membimbing kepada tujuannya. Tetapi kendatipun ada kesamaan, ada juga perbedaan
esensial antara pekerjaan-pekerjaan Roh Kudus dalam lingkup penciptaan dan
dalam lingkup penebusan atau kelahiran baru. Dalam penciptaan Ia memulai,
memelihara, mengembangkan dan memimpin hidup dari ciptaan alamiah. , mencegah
kerusakan dan pengaruh yang menghancurkan dari dosa dalam hidup manusia dan
masyarakat dan memungkinkan manusia dapat mempertahankan satu susunan tertentu
dalam kehidupan bersama, melakukan apa yang dari luar kelihatan baik dan benar
dalam hubungan antar manusia dan mengembangkan bakat yang dimiliki manusia
dalam penciptaan. Dalam hal
penebusan Roh Kudus memulai, memelihara, mengembangkan dan
membimbing hidup yang baru yang dilahirkan dari atas, diberi makan dari atas,
dan akan disempurnakan di atas. Sebuah kehidupan yang berprinsip surgawi
walaupun masih hidup dalam dunia. Melalui pekerjaanNya secara khusus Roh Kudus
yang mengatasi dan menghancurkan kuasa dosa, memperbarui manusia dalam gambar
dan rupa Allah dan memungkinkan manusia mempunyai ketaatan kepada Tuhan,
menjadi garam bagi dunia, terng dunia dan ragi rohani dalam semua bidang kehidupan.
Kendatipun pekerjaan Roh Kudus dalam penciptaan secara umum jelas mempunyai
arti penting yang tidak terikat, pekerjaan itu tetap berada di bawah pekerjaan
penebusan. Keseluruhan hidup orang pilihan juga yag mendahului kelahiran baru
mereka, ditentukan dan dipimpon oleh Allah dengan satu padangan menuju
akhirnya. Hidup alamiah mereka dipimpin sedemikian, sehingga ketika diperbarui
hidup itu akan menjawab tujuan Alah.
Komentar
Posting Komentar