ASAL MANUSIA(PANDANGAN TEOLOGIS)
A.
Dijadikan Menurut Gambar dan Rupa Allah : Manusia sebagai Imago Dei
Di dalam penciptaan
manusia ada keterlibatan Allah. Dalam
Alkitab Perjanjian Lama kitab Kejadian
1:26 “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita, kata menjadikan dalam ayat tersebut berasal dari bahasa
Ibrani השׂע ‘asah yang berarti “menjadikan”
atau “membuat” dengan memakai bahan. Kata tersebut berbicara mengenai tubuh
manusia yang diciptakan oleh Allah dengan menggunakan bahan yaitu debu tanah,
“ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah” (Kejadian 2:7a) dan kata ארב bara’ yang berarti “menciptakan”
dengan tidak memakai bahan, kata tersebut mengacu kepada jiwa manusia yang
diciptakan Allah tanpa memakai bahan melainkan Allah langsung menghembuskan
nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang
hidup (Kejadian 2:7b). Kata berikut
ialah yatsar yang berarti “membentuk”, bukan bertumbuh dan bertambah-tambah (Kejadian 2:7).
Manusia pada dasarnya
adalah makhluk ciptaan Allah yang paling spesial, karena Allah menciptakan
manusia secara langsung, Allah membentuk
manusia itu dengan memakai tangan Allah sendiri (Kejadian 2:7) “ketika itulah
TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup
ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Tidak
sama halnya dengan penciptaan makhluk lainnya, Allah menciptakan makhluk
lainnya hanya dengan berfirman tanpa Allah membentuk langsung. Allah juga
memberikan kuasa kepada manusia atas mahkluk ciptaan yang lain (Kejadian 1:26, 28), merupakan salah
satu bukti bahwa manusia itu berbeda dari makhluk ciptaan yang lainnya.
Manusia menjadi
mahkota dari semua Ciptaan Allah, karena Alkitab sendiri menuliskan bahwa pada
minggu penciptaan dari hari pertama sampai hari ke enam, saat menciptakan Allah
berfirman “Jadilah”. Tetapi pada waktu menciptakan manusia terjadi
perbedaan. Kejadian 2:7: “ketika
itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan
nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang
hidup.” Dengan penuh kasih sayang Ia mengambil debu tanah dan membentuknya,
mendekatkan wajah-Nya kepada wajah ciptaan itu dan kemudian menghembuskan
kepadanya nafas kehidupan maka jadilah manusia yang hidup. Proses ini
menunjukkan betapa dekatnya Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya itu. Dan yang
lebih penting lagi adalah manusia itu di ciptakan menurut gambar dan rupa
Allah. Gambar dan rupa Allah pada manusia hendaknya terwujud dalam hidup
manusia melalui ketaatannya melakukan kehendak Allah. Manusia dilahirkan
sebagai makhluk termulia dan terhormat. Karena itu manusia harus melakukan
tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Setiap manusia dilahirkan dengan
berbagai potensi, maka setiap manusiapun dipanggil untuk menyatakan kasih Allah
dalam hidupnya.
Allah menciptakan
manusia menurut gambar dan rupa-Nya dan, “Alkitab juga menggambarkan Allah
dengan memakai organ tubuh manusia. Alkitab berkata mengenai Allah dalam
istilah manusia, bahwa Allah mempunyai bentuk
(Keluaran 20:14; Bilangan 12:8) dengan
kaki (Kejadian 3:8; Kel. 24:10), tangan (Keluaran 24:11), mulut (Bilangan 12:8; Yeremia 7:13) dan hati (Hosea 11:8). Kita harus
berhati-hati jangan sampai menyamakan keterbatasan sifat alamiah fisik kita
dengan Allah, menjadi terlalu berpikir dari sudut manusia (antromorpis) dalam
memandang Khalik. Namun demikian, mengatakan bahwa Allah sama sekali berbeda
dengan kita sama salahnya dengan mengatakan bahwa Dia persis seperti kita.”
Kalimat ini menjadi acuan untuk menjelaskan serupa dalam gambar dan rupa antara
Allah, Pencipta itu dengan manusia ciptaan-Nya.
Pengertian mendasar
tentang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adalah “Hakikat kemanusiaan
kita adalah citra Allah (Kejadian 1:26-27). Citra Allah itu meliputi gambar
Allah (Imago Dei) dan sekaligus teladan
Allah (similitudo Dei). Ini
merupakan kelengkapan manusia yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk
melakukan tugastugas yang telah diberikan-Nya.” Diciptakan menurut gambar-Nya
adalah poin yang sangat penting, yang membuat manusia berbeda dengan ciptaan
lainnya dan mendapat sebutan mahkota ciptaan Allah. “Kata Ibrani tselem
diterjemahkan sebagai imago dalam bahasa Latin,
image (gambar) dalam bahasa
Inggris, tselem artinya ukiran, patung, wujud yang kelihatan (segi jasmani).” “Diciptakan menurut gambar Allah
merupakan salah satu titik awal teologis yang mendasar di mana iman Kristen
dimulai ketika kita membahas tempat manusia di alam semesta. Karena gambar
Allah yang kita miliki ini maka kita percaya bahwa setiap kehidupan manusia
adalah kudus.”
Gambar Allah yang ada
di dalam diri mahkota ciptaan-Nya itu menjadikan manusia itu kudus. Ini
memiliki konsekuensi teologis yaitu manusia sebagai mahkota ciptaan harus
menjaga bahwa ada perberbedaannya dengan ciptaan lainnya yang di ciptakan oleh
Allah pada hari pertama sampai hari ke enam pada minggu penciptaan itu.
Perbedaan ini pulalah yang membuat kita bertanggung jawab untuk menjaga gambar
Allah yang kudus itu tetap terpelihara di semua lini kehidupan kita. Pada saat
Adam dan Hawa diciptakan bukan saja segambar dengan Allah tetapi juga
memantulkan tabiat Allah. Kata “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa Kita,” kata Ibrani demut diterjemahkan sebagai similitudo dalam bahasa
Latin dan likeness (rupa) dalam bahasa Inggris, “similitudo Dei artinya teladan Allah, demut berarti keserupaan
(segi batin), yakni sebakat, setabiat, sewatak.” Ini menyatakan bahwa
sebenarnya sifat-Nya yang kudus itupun diturunkan kepada mahkota ciptaan-Nya
yaitu manusia pada waktu penciptaan.
Laki-laki dan
perempuan diciptakan Allah setara nanum berbeda, setara dalam keberadaan
sebagai manusia, keberadaan jenis
kelamin (Kejadian 1:27). Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dalam
mandat yang sama dari TUHAN untuk beranak cucu dan menguasai alam (Kejadian 1:26,
28-29). Laki-laki tidak diciptakan untuk berada di atas perempuan atau
sebaliknya.
Gambar Allah (Imago Dei) dan rupa Allah (demut) yang menjadi berkat Allah yang
tidak diberikan kepada binatang dan ciptaan lainya, seharusnya kita syukuri dan
jaga. “Dengan kata lain citra Allah yang dimiliki manusia merupakan persekutuan
dengan Tuhan sebagai berkat dan karunia sehingga sikap dan kelakuan manusia
sesuai dengan gambar Tuhan. Manusia mencerminkan atau memantulkan cahaya
kemuliaan Tuhan Allah.” Pernyataan diri Allah yang kudus itu dinyatakan-Nya di
dalam diri mahkota ciptaan-Nya itu, baik dari segi jasmani dalam gambarnya
maupun dari segi batinnya di dalam tabiat. Dengan demikian terdapat tanggung
jawab yang berbeda dengan ciptaan lainnya karena gambar dan rupa Allah yang
melekat di dalam diri manusia itu.
B.
Implikasi Teologi bagi Manusia sebagai Imago Dei
Allah menciptakan
manusia tentunya dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan makhluk ciptaan
lainnya. Tujuan Allah dalam penciptaan manusia adalah untuk kemuliaan Allah.
Itulah sebabnya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Maksud dari
segambar dan serupa dengan Allah untuk menyatakan kemuliaan melalui kehidupan
manusia (Roma 11:36). Untuk
Menggenapi Rencana Allah dari awal penciptaan Allah memberkati manusia Adam dan
Hawa dalam sebuah pernikahan dan berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi.” Dalam Kejadian 1:28
mengandung beberapa rencana Allah bagi kehidupan manusia. Dimulai dengan kata beranakcuculah disini
memiliki dua pengertian:
Pertama,
beranakcucu secara jasmani yaitu menghasilkan keturunan secara fisik, untuk
menggenapi rencana Allah di dalam dunia ini.
Kedua,
dari bahasa aslinya הרפ
parah
yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya fruitful yang berarti berhasil,
pertemuan yang berhasil baik, bermanfaat, subur dan penuh keberhasilan.
Gambar menyatakan
keserupaan bentuk, yang menunjukkan bahwa bentuk luar manusia mengambil bagian
dari penggambaran Allah. Rupa menitikberatkan kepada kesamaan daripada tiruan,
sesuatu yang mirip dalam hal-hal yang tidak diketahui melalui pancaindera.
Dalam hal ini, manusia menjadi saksi kekuasaan Allah atas ciptaan dan bertindak
sebagai wakil penguasa. Dengan demikian,
kekuasaan manusia mencerminkan kekuasaan Allah sendiri atas ciptaan, yang
melibatkan kreativitas dan tanggung jawab manusia. Allah menciptakan
manusia dan mengenalnya (Mazmur. 139:13-16), memeliharanya (Ayub
10:12), dan menuntunnya menuju akhir hidupnya.
Tuhan memberikan otak
kepada manusia dengan kuasa untuk berpikir, yang dikemukakan dalam Alkitab
Perjanjian Lama, istilah hati (leb)
berarti sifat alamiah total secara bersama-sama dari emosi, kemauan dan
intelektual laki-laki dan perempuan. Ini mempunyai arti gabungan yang kita sebut
‘pikiran’ (Ulangan 15:9; Hakim-Hakim
5:16-16) atau ‘akal budi’ (Ayub 8:10; 12:3; 34;10) dan sering digunakan dengan
ide pikiran atau keinginan seseorang. Dalam pengertian ini, apa yang ada “dalam
hati” sebenarnya berarti “apa yang ada dalam pikiran” dan apa yang ada dalam
pikiran wanita dan pria membuat mereka sebagaimana mereka ada. “Sebab
sebagaimana seorang berpikir dalam hatinya, demikianlah ia.” (Amsal 23:7).”
Pada saat di ciptakan pikiran Adam dan Hawa dianugerahi Tuhan kuasa berpikir
yang agung dan kudus sebagaimana lingkungan Taman Eden itu dilingkupi kekudusan
Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa otak manusia di mana pikiran itu berada
mengambil peran yang sangat vital di dalam berkomunuikasi dan menjaga
gambar/citra, dan rupa Allah yang kudus itu tetap terpantul di dalam kehidupan
manusia, sebagai mahkota ciptaan. Allah telah membuat manusia sebagai puncak
pekerjaan penciptaan-Nya itu, memantulkan pikiran dan kebesaran-Nya. Hanya manusialah dari antara makhluk di bumi
ini yang sanggup menghargai Allahnya.
Orang sering
beranggapan bahwa kemiripan gambar manusia dengan Penciptanya yang dinyatakan
dalam gambar Allah, terletak pada karakteristik manusia yang membedakannya dari
binatang, seperti rasio, kekekalan dan konsepnya, dan perasaan moral. Penciptaan manusia menurut gambar Allah,
secara negatif menyangkal manusia sama dengan Allah. Gambar Allah bukanlah Allah. Semulia-mulia manusia, ia tetap bukan Allah
hanya gambar-Nya saja, yang ternyata hanya berasal dari debu tanah (Kejadian
2:7) dan kembali kepada debu (Kejadian 3:7). Menguasai alam memiliki pemahaman
hidup harmoni dengan alam sebelum Kejatuhan dan belum ada unsur keserakahan
manusia untuk menguras alam (Kejadian 1-2). Menguasai alam juga berarti
mempelajari hukum-hukumnya, menyelidikinya, mengeksporasinya. Ini bukanlah pekerjaan yang ringan, sehingga
diperlukan keseriuasan dan kekuatan manusia.
Kata gambar tidak
mengacu pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan pada kenyataan
bahwa Allah menciptakan manusia sebagai rekanNya dan bahwa manusia dapat hidup
bersama dengan Allah. Jadi, gambar Allah bukan sesuatu yang dimiliki manusia
atau sesuatu kemampuan untuk menjadi melainkan suatu hubungan Allah dengan
manusia sebagai mitra kerja atau wakil Allah di bumi. Makna dari gambar dan
rupa Allah di dalam diri manusia adalah:
(1) Kemampuan manusia
untuk bersekutu dengan Allah
(2) kemampuan manusia untuk memahami dan
melaksanakan kehendak Allah dalam penciptaan
(3) kemampuan manusia untuk memerintah semesta
alam bersama dengan Allah. Dan Gambar dan rupa tersebut dapat ditemukan di
dalam hakikat kerohanian, kepribadian dengan kesadaran diri, akal budi kehendak
dan pertanggungjawaban moral manusia.
Manusia adalah Imago
Dei, wakil Allah di bumi. Dengan demikian, mereka harus benar-benar
bergantung pada-Nya untuk bimbingan dan arahan. Ini berarti bahwa mereka akan
menggunakan kebijaksanaan dalam melaksanakan pemerintahan Allah, seperti Adam
lakukan dalam penamaan hewan, namun menjadi sebuah gambar berarti menjadi
tergantung pada sumber dari gambar tersebut. Kejatuhan manusia, saat makan buah
dari pohon pengetahuan baik dan jahat, adalah usaha untuk meraih kekuasaan,
upaya untuk berpindah dari Imago Dei menjadi Allah sendiri.
Mengetahui baik dan jahat adalah sifat dari Allah sendiri, untuk benar-benar
tahu apa yang baik dan yang jahat, manusia harus tahu segalanya. Hanya orang
yang tahu segalanya bisa dikatakan benar-benar mengetahui perbedaan antara baik
dan jahat.
Kejatuhan juga menghasilkan perpecahan dalam umat
manusia secara keseluruhan. Sebelum jatuh, pria dan wanita bersatu sebagai satu
daging, bersama-sama membentuk Imago Dei.
Sebagai akibat dari kejatuhan ditemukan konflik antara suami dan istri, dan
orang tua dan anak-anak (Kejadian 3:16). Individu mulai meninggikan diri atas
orang lain, membalas dendam atas kesalahan-kesalahan yang nyata atau
dibayangkan (Kejadian 4: 3-8; 4: 23-24). Kemanusiaan tidak lagi bisa berfungsi
bersama-sama sebagai Imago Dei. Akhirnya, Kejatuhan menghasilkan ketidakmampuan manusia untuk
memerintah atas ciptaan. Bagian tak terpisahkan dari Imago Dei adalah kekuasaan atas seluruh bumi, namun kejatuhan
membawa kutukan atas tanah dan atas kemampuan Adam untuk memerintah. Manusia
kehilangan kemampuan untuk menjalankan kekuasaan atas ciptaan sebagaimana
mestinya. Mandat awal mereka adalah untuk menundukkan bumi. Tapi setelah jatuh,
kemampuan untuk menaklukkan bumi hilang. Sekarang manusia harus berupaya untuk
menaklukkan bumi, memproduksi semak dan belukar bukannya bijibijian dan buah.
Manusia tidak akan pernah bisa menundukkan bumi ke titik di mana ia akan
menghasilkan buah tanpa usaha yang besar.
Efek kumulatif dari kejatuhan adalah bahwa, meskipun manusia tetap Imago Dei, mereka tidak mampu untuk
benar melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai gambar tersebut. Hubungan
mereka dengan Allah rusak, sehingga mereka tidak lagi dapat mengetahui dan
melaksanakan kehendak-Nya. Hubungan mereka satu sama lain rusak, sehingga
mereka tidak lagi dapat berfungsi bersama-sama sebagai Imago Dei. Dan hubungan mereka dengan penciptaan rusak, sehingga
mereka tidak bisa lagi memerintah dengan benar, dan tidak akan lagi tunduk aturan
manusia. Manusia tidak berhenti menjadi Imago
Dei, tetapi manusia tidak lagi berfungsi sebagai wakil Allah yang
seharusnya.
C.
Kelahiran baru Imago Dei
Perjanjian Baru juga
mengakui dan menegaskan bahwa bahwa manusia tetap Imago Dei. Yakobus 3:9 menggunakan konsep gambar dan rupa dalam
banyak cara yang sama seperti Kejadian 9:6 ketika menggunakan Imago Dei sebagai alasan untuk larangan
mengutuk dan fitnah. Tapi yang lebih umum adalah penerapan Perjanjian Baru dari
Imago Dei kepada Kristus
sendiri. Dalam Kolose 1:15, terdapat
motif Imago Dei yang digunakan untuk
menggambarkan sifat Kristus. Latar belakang ayat-ayat adalah Kejadian 1:26-28,
dan tujuannya adalah untuk mengidentifikasi Kristus dengan Adam. "Gambar
Tuhan yang tidak terlihat" gema gagasan Imago sebagai representasi. Allah,
yang tidak terlihat, terungkap lebih lengkap dalam Kristus, yang mewakili Dia.
Dalam memanggil Kristus "yang sulung" atas ciptaan, penulis surat
(Rasul Paulus) menekankan keunggulan-Nya, kekuasaan-Nya atas segala sesuatu.
Menjadi yang pertama lahir dari antara orang mati berarti keunggulan-Nya
membentang di atas semua alam; atas ciptaan, atas gereja, bahkan lebih dari
kematian. Imago Dei sebagai berasal
dari Kristus dalam bagian ini cocok dengan pemahaman tentang imago sebagai
wakil.
Posisi manusia
sebagai Imago Dei adalah untuk
menjembatani kesenjangan antara Allah yang transenden dan ciptaan-Nya, Kristus
sebagai imago menjembatani kesenjangan antara Allah yang kudus dan ciptaan-Nya
yang jatuh. Kejatuhan tidak menghapus Imago tapi memisahkan hubungan manusia
dengan Allah, diri sendiri dan alam yang memungkinkan mereka untuk berfungsi
dengan baik sebagai Imago Dei. Kristus
telah datang, sebagai Imago yang benar, untuk memulihkan hubungan-hubungan dan
memungkinkan manusia untuk sekali lagi berfungsi sebagai Imago. Kekuasaannya
membentang di atas semua ciptaan, atas semua manusia dan bahkan atas kematian
itu sendiri. Oleh karena itu Ia mampu mendamaikan manusia dan ciptaan Allah,
yang diwakili-Nya.
Pemahaman Imago
sebagai perwakilan, bukan hanya sekedar kekuasaan, bagian ini sesuai dengan
fungsi Imago yang baik. Penekanan pada menanggalkan kemanusiaan lama dan
mengenakan manusia baru adalah penting untuk menjadi wakil Allah yang tepat. Imago Dei itu tidak hilang di
kejatuhan; apa yang hilang adalah kemampuan manusia untuk benar mewakili Allah
karena keterasingan mereka dari Dia, dari satu sama lain dan dari penciptaan.
Manusia lama tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai Imago, tapi manusia
baru, yang sedang diperbarui setiap hari, dapat mulai berfungsi dengan baik.
Perkembangan menuju pengetahuan tentang Tuhan adalah kuncinya, karena tanpa
mengenal Allah dan kehendakNya, tidak ada yang bisa mewakilinya. Tetapi mereka
yang sedang diperbaharui dalam pengetahuan akan Allah dapat mulai berfungsi
sebagai wakilnya. Kita diperdamaikan dengan dia dan satu sama lain. Semua yang
ada di dalam Kristus adalah satu; tidak ada perbedaan yang dibuat karena
kategori manusia. Sama seperti semua manusia adalah Imago Dei, semua orang percaya diperbarui sebagai Imago Dei.
Kristus, Imago
sejati, telah datang dan membuka jalan bagi manusia untuk diperbaharui sebagai
Imago, dan mulai berfungsi dengan baik sebagai wakil Allah. Pada dasarnya
kemanusiaan baru telah dibentuk berfungsi sebagai wakil Allah ke seluruh umat
manusia. Fungsi Imago Dei juga hadir
dalam Perjanjian Baru. Namun, keberadaanya belum lengkap. Kristus telah
diberikan segala kuasa, tetapi tidak semuanya telah benar-benar mengarah
kepadaNya. Dengan cara yang sama, kemanusiaan baru telah diperbaharui ke dalam Imago Dei sejati, tapi fungsi penuh dan
lengkap sebagai wakil Allah belum terealisasi. Masih ada waktu menunggu
pembaruan penuh dan lengkap dari manusia dan kemanusiaan. Hanya dengan demikian
hubungan antara Allah dan manusia akan dipulihkan sehingga kita bisa dengan
sempurna mengetahui dan melakukan kehendak Allah sebagai wakil-Nya dalam
penciptaan baru. Hanya dengan demikian manusia akan didamaikan sepenuhnya satu
sama lain sehingga kita secara bersama mendapat Imago Dei dalam penciptaan baru. Dan hanya dengan demikian ciptaan
sendiri dapat dipulihkan sehingga tidak lagi menolak kekuasaan manusia.Dan
untuk sekali lagi dan untuk selamanya manusia dan kemanusiaan akan menjadi Imago Dei.
EKSISTESI MANUSIA SECARA FILOSOFIS DAN ANTROPOLOGIS
A.
HAKIKAT MANUSIA SECARA FILOSOFIS
Beberapa pandangan
dasar tentang manusia yang berasal dari beberapa filsuf, antara lain: Aristoteles misalnya, menganggap
manusia adalah animal rationale, karena, menurutnya, ada tahap perkembangan
yang harus dilalui oleh mahkluk hidup. Di samping itu, Aristoteles juga
menyatakan bahwa manusia adalah zoon poolitikon atau makhluk
social dan "makhluk hylemorfik", terdiri atas materi dan
bentuk-bentuk. Ernest Cassirer berpendapat bahwa manusia adalah animal
simbolicum, yaitu ialah binatang yang mengenal simbol, misalnya
adat-istiadat, kepercayaan, bahasa. Inilah kelebihan manusia jika dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Itulah sebabnya manusia dapat mengembangkan dirinya
jauh lebih hebat daripada binatang yang hanya mengenal tanda dan bukan
simbol. Hakikat manusia kemudian bukan
lagi sekedar susunan tubuhnya, kebudayaannya dan hubungannya dengan sesama
manusia, akan tetapi hakikat manusia yang ada di balik tubuh, kebudayaan dan
hubungan tadi. Anton Bakker misalnya menggunakan istilah "antropologi
metafisik" untuk memberi nama kepada macam filsafat ini, yang bentuknya
dapat berupa:
1.
Monisme,
yang berpendapat manusia terdiri dari satu asas. Jenis asas ini juga
bermacammacam, misalnya jiwa, materi, atom dan sebagainya. Hal ini menimbulkan
aliran spiritualisme, materialisme, atomisme.
2.
Dualisme,
yang mengajarkan bahwa manusia terdiri atas dua asas yang masing-masing tidak
berhubungan satu sama lain, misalnya jiwa-raga. Antara jiwa dan raga tidak
terdapat hubungan.
3.
Triadisme,
yang mengajarkan bahwa manusia terdiri atas tiga asas, misalnya badan, jiwa dan
roh.
4.
Pluralisme,
yang mengajarkan bahwa manusia terdiri dari banyak asas, misalnya api, udara,
air dan tanah.
Pendapat lain
menyatakan bahwa, untuk mengetahui apa hakikat manusia itu, dapat dilihat dari
dua hal berikut, yaitu kesadaran diri dan kesadaran universal :
1.
Kesadaran Diri
merupakan esensi atau hakikat manusia adalah substansi immaterial yang berdiri
sendiri, bersifat illahi, tidak bertempat di dalam badan, bersifat sederhana,
mempunyai kemampuan mengetahui dan menggerakkan badan, diciptakan dan bersifat
kekal pada dirinya.
2.
Kesadaran Universal
di mana tubuh adalah susunan inti materi yang setiap saat berubah dan berganti.
Terbatasnya kesadaran bahwa badan bukan lagi sekedar tangan, kaki, kepala. Akan
tetapi berubah meluas menjadi kesadaran universal, yaitu kesadaran yang tidak
ada batas. Bahwa wujud badan ini tidak
lagi sesempit dulu, aku tidak lagi sebatas kepala, tangan, dan kaki saja. Akan
tetapi badanku adalah angin yang bergerak, atom-atom yang bertebaran serta
bergantian saling tukar dengan benda-benda yang lain, badanku adalah
butiran-butiran zarrah yang saling mengikat dengan tumbuhan, binatang bumi
serta dengan angkasa yang maha luas. Kesadaran ini akan memudahkan
mengidentifikasikan siapa diri sebenarnya. Setelah tahu esensi badan ini. Yaitu
kesadaran hakiki yang menggerakkan dan mengatur alam semesta.
Secara filosofis, manusia dapat
dipahami sebagai :
a.
Makhluk yang selalu bertanya
Manusia
merasa heran, bertanya dan mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang
dialaminya.
b.
Makhluk eksentris
‘Aku’
menemukan diri ‘terarah keluar’. Pusatku terletak di luar aku (makhluk yang
eksentris-keluar). Aku menemukan diri di dunia dan terarah pada sesama. Dalam
penemuan dengan sesama “aku menjadi aku”. Tidak pernah ada aku tanpa dunia
dan tidak ada aku tanpa sesama.
c.
Makhluk paradoksal
Paradox
berhubungan dengan kekhasan kedudukan manusia di dunia ini. Manusia termasuk dalam dunia alam, namun
sekaligus bertransendensi terhadapnya.
Manusia bebas dan terikat, otonom dan tergantung, individu dan person,
duniawi dan ilahi, rohaniah dan jasmaniah. Manusia adalah makhluk yang
paradoksal.
d.
Makhluk dinamis
Manusia
menuju diri yang sejati dengan memurnikan relasi dengan sesamanya. Manusia
menuju keunikannya sebagai pribadi dengan mempererat hubungannya dengan Tuhan
dinamika manusia berbeda dengan dinamika khas di dunia alam
e.
Makhluk multidimensional
Manusia
bersifat jasmaniah, termasuk dunia makhluk hidup dan bersifat rohaniah. Ia
berpikir dan berefleksi, manusia adalah makhluk multidimensional. Manusia
memang suatu kestauan, tetapi di dalam kesatuan itu ditemukan berbagai dimensi
dengan tingkatan ontologis yang berbeda.
B.
EKSISTENSI MANUSIA
Eksistensialisme
berpangkal pada pandangan manusia sebagai eksistensi, sebagai cara yang khas
untuk berada di tengah-tengah makhluk lainnya. Pandangan ini tidak memilah
kedudukan manusia secara berat sebelah, misalnya hanya sebagai materi saja
ataupun hanya sebagai yang spiritual saja. Materialism ditolak eksistensialisme
karena bertentangan dengan pengalaman
asasi manusia. Manusia tidak selalu menjadi objek, karena manusia adalah sekaligus
subjek. Sehingga paham materialism yang melihat manusia sebagai materi belaka
menjadi kotradiktif. Sementara paham
spiritulisme dianggap berat sebelah karena manusia merupakan subjek yang
berpikir. Spiritualisme menghapus dunia sebagai suatu kenyataan, padahal tidak
ada subjek tanpa dunia. Manusia dan dunia tidak dapat dipisahkan.
Manusia bukan objek
semata, tetapi merupakan subjek, sehingga dari antara segala mahkluk ciptaan
Tuhan, hanya manusia yang dapat bereksistensi. Eksistensi manusia hanya dapat
terjadi jika manusia menemukan dirinya sebagai aku yang keluar dari dirinya.
Tidak ada aku yang terpisah dari dunia. Keluar diri berhubungan dengan hakikat
manusia dan pengalaman asasi manusia atau fait primitive (faktum induk), di mana
segala pengalaman yang lain adalah bersifat sekunder dan baru dapat dipahami
dengan kembali ke pengalaman asasi ini.
Manusia selalu dalam konteks manusia di dunia. Manusia sebagai subjek
hadir pada diri sendiri, tetapi ia hanya hadir pada diri sendiri dengan hadir
pada yang lain.
Salah satu cara untuk
mendekati eksistensi sebagai pengalaman asasi adalah dengan mengintensifkan
kehadiranku pada diriku yang berbadan. Aku berada di dunia melalui badanku.
Badanku menjadi badan manusiawi karena kesatuannya dengan aku. Jika suatu saat badanku sakit, maka akulah yang sakit. Jika kakiku mendaki
gunung, akulah yang mendaki gunung, dst.
Badanku dan aku adalah identic, tetapi sekaligus tidak identic. Wajahku
tampak ramah, padahal sebenarnya aku marah.
Aku dapat menyembunyikan diriku (manusia
dapat bersandiwara).
C. PENGALAMAN
EKSISTENSI
1. Manusia sebagai
mahkluk budaya
1.1. Hakikat Manusia
sebagai mahkluk budaya
Budi
berasal dari bahasa Sansekerta budh, yang artinya akal.
Jika merujuk pada Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, budi merupakan perpaduan
akal dan perasaan dan dapat membedakan baik-buruknya sesuatu. Budi dapat
pula berarti tabiat, perangai, dan
ahklak. Sutan Takdir Alisyahbana
misalnya mengungkapkan bahwa budilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu
hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian
objektif terhadap objek dan kejadian. Dengan akal budinya,
manusia mampu menciptakan, mengkreasi, memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki,
mengembangkan dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia.
Contohnya manusia dapat membangun rumah, membuat aneka makanan, menjahit
pakaian, membuat alat transportasi, sarana komunikasi, dll. Hewan pun dapat membuat rumah namun rumah
hewan tidak pernah mengalami perkembangan, karena sama dari dulu sampai saat
ini. Manusia dengan kemampuan akal budinya bisa memperbaharui dan mengembangkan
sesuatu untuk kepentingan hidupnya.
Kepentingan hidup
manusia adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, yang secara sederhana
dapat dibedakan menjadi:
a.
Kebutuhan
yang bersifat kebendaan atau jasmani atau biologis,
contohnya makanan, minuman, dll.
b.
Kebutuhan
yang bersifat rohani atau mental atau psikologi,
contohnya kasih sayang, pujian, perasaan aman, kebebasan, dll.
Dengan akal budi
manusia memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga mampu mempertahankan serta
meningkatkan derajatnya sebagai mahkluk yang tinggi bila dibanding dengan
mahkuk lainnya. Manusia tidak sekedar homo, tetapi human, sehingga manusia
dapat mengembangkan sisi kemanusiaannya.
Hakikat manusia bisa
dipandang secara segmental atau parsial, misalnya homo economicus, homo faber,
homo socius, zoon politicon, dsb. Namun,
hakikat ini tidak dapat menjelaskan hakikat
manusia secara utuh. Hakikat manusia harus dipandang secara utuh, di mana manusia
merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna dengan dibekali akal budi. Manusia
memiliki harkat dan derajat yang tinggi. Karena manusia memiliki harkat dan
martabat yang tinggi, maka hendaknya mempertahankan hal tersebut, untuk itulah
prinsip kemanusiaan menjadi penting untuk dibahas.
1.2.
Manusia dan Kebudayaan
Kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu buddayah yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (akal atau budi), merupakan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan
akal. Budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Dalam bahasa Belanda,
cultuur sama dengan culture,
mengolah tanah atau bertani. Dengan
demikian, budaya ada hubungannya dengan kemampuan manusia dalam mengolah
sumber-sumber kehidupan, dalam hal ini pertanian. Kebudayaan juga sekaligus sebagai pengetahuan (episteme),
pilihan hidup (eksistensi), perasaan
(estetika), kemauan (etika), serta praktek komunikasi (relasi) manusia. Kata culture
juga kadang diterjemehkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
J.J.
Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi gagasan,
aktivitas dan artefak :
1. Gagasan merupakan wujud kebudayaan yang bersifat
abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak di
kepala atau di alam pikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka dalam bentuk
tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan
bukubuku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas atau tindakan merupakan
wujud kebudayaan yang berpola dari masyarakat. Wujud ini sering disebut dengan
sistem sosial, yang terdiri atas aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan. Bersifat konkret, terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak merupakan wujud kebudayaan
fisik yang berupa hasil dari aktivitas pembuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan
didokumentasikan.
Koentjaraninggrat membagi kebudayaan
menjadi tiga yaitu suatu kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dsb. Suatu
kompleks aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Suatu
benda-benda hasil karya manusia.
Terdapat tujuh unsur
kebudayaan yang dapat dijumpai dalam setiap kebudayaan di manapun dan kapanpun
berada, yaitu: system peralatan dan
perlengkapan hidup, sistem mata pencaharian, system kemasyarakatan, bahasa,
kesenian, sistem pengetahuan dan
sistem religi.
1.3.
Memanusiakan manusia dan problematika
kebudayaan
Manusia tidak hanya
menjadi homo, tetapi harus meningkatkan diri menjadi human. Manusia harus
memiliki prinsip, nilai, dan rasa kemanusiaan yang melekat dalam dirinya.
Manusia memiliki perikemanusiaan, tetapi binatang tidak memiliki
peribinatangan. Perikemanusiaan yang mendorong perilaku baik sebagai manusia.
Memanusiakan manusia berarti perilaku manusia untuk senantiasa menghargai dan
menghormati harkat dan martabat manusia lainnya. Memanusiakan manusia
adalah tindakan tidak menindas sesama,
tidak menghardik, tidak bersifat kasar, tidak menyakiti dan perilaku-perilaku
buruk lainnya.
Memanusiakan manusia
berarti pula perilaku memanusiakan antar
sesama. Memanusiakan manusia memberi keuntungan bagi diri sendiri maupun orang
lain. Bagi diri sendiri akan menunjukkan harga diri dan nilai luhur
pribadinya sebagai manusia. Sedangkan bagi orang lain akan memberikan rasa
percaya, rasa hormat, kedamaian dan kesejahteraan hidup. Sebaliknya, sikap
tidak manusiawi terhadap manusia lain hanya akan merendahkan harga diri dan
martabatnya sebagai manusia yang sesungguhnya sungguh mulia. Sedangkan bagi
orang lain sebagai korban tindakan yang tidak manusiawi akan menciptakan
penderitaan, kesusahan, ketakutan, perasaan dendam, dsb.
Dalam rangka
pemenuhan hidupnya manusia akan berinteraksi dengan manusia lainya, masyarakat
berhubungan dengan masyarakat lainnya.
Kebudayaan yang ada ikut pula mengalami dinamika seiring dengan dinamika
pergaulan hidup manusia sebagai pemilik
kebudayaan.
1.4.
Pewarisan kebudayaan
Pewarisan kebudayaan
adalah proses pemindahan, penerusan, pemilikan, dan pemakaian kebudayaan dari
generasi ke generasi secara berkesinambungan. Pewarisan ini bersifat vertical
artinya budaya diwarisi dari generasi terdahulu ke generasi selanjutnya untuk
digunakan dan selanjutnya akan diteruskan kepada generasi yang akan datang
nantinya. Pewarisan ini dapat terjadi
melalui enkulturasi dan sosialisasi:
a.
Enkulturasi
adalah proses mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan
sistem norma, adat dan peraturan hidup dengan sistem norma, adat dan peraturan
hidup dalam kebudayaannya. Proses ini
dimulai sejak kecil, bermula di keluarga, teman sepermainan dan masyarakat
luas.
b.
Sosialisasi adalah
individu menyesuaikan diri dengan individu lain dalam masyarakatnya.
Perubahan
kebudayaan dapat terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian di antara unsurunsur budaya yang saling berbeda sehingga
terjadi keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi kehidupan. Perubahan mencakup
banyak aspek, baik bentuk, sifat, perubahan atau mekanisme yang dilalui.
Perubahan kebudayaan dapat merugikan manusia jika itu merupakan kemunduran
bukan kemajuan dan dapat berdampak buruk jika dilakukan melalui revolusi dan
ada di luar kendali manusia.
Arnold
J. Toyn bee merumuskan beberapa dalil tentang
radiasi budaya:
a.
Pertama,
aspek atau unsur budaya selalu masuk tidak secara keseluruhan, melainkan
invidiual. Kebudayaan Barat yang masuk ke dunia Timur di abad ke-19 tidak masuk
secara keseluruhan. Dunia Timur juga tidak mengambil budaya Barat secara
keseluruhan, tetapi unsur tertentu, yaitu teknologi. Teknologi merupakan
unsur yang paling mudah diserap.
b.
Kedua,
kekuatan menembus suatu budaya berbanding terbalik dengan nilainya. Makin
tinggi dan dalam aspek budayanya, makin sulit untuk diterima. Contoh : religi
adalah bagian dari kebudayaan. Religi orang Barat sulit diterima oleh orang
Timur dibandingkan teknologinya. Alasannya, religi merupakan lapisan
budaya yang paling dalam dan tinggi, sedangkan teknologi merupakan lapis
luar dari budaya.
c.
Ketiga,
jika satu unsur budaya masuk maka akan
menarik unsur budaya lain. Unsur teknologi asing yang diadopsi akan membawa
masuk pola nilai budaya asing melalui orang-orang asing yang bekerja di industri teknologi tersebut.
d.
Keempat,
aspek atau unsur budaya yang di tanah asalnya tidak berbahaya, bisa menjadi
berbahaya bagi masyarakat yang
didatangi. Dalam hal ini, Toynbee memberi contoh tentang nasionalisme yang
menjadi hasil evolusi sosial budaya dan menjadi sebab tumbalnya negara-negara
Nasional di Eropa abad ke-19 justru memecah belah sistem kenegaraan di Timur,
seperti kesultanan dan kekhalifahan di Timur Tengah.
2.
Manusia sebagai mahkluk sosial
2.1.
Hakikat manusia sebagai individu dan sosial
Dalam
perkembangannya, manusia sebagai makhluk individu tidak hanya bermakna kesatuan jiwa dan raga,
tetapi akan menjadi pribadi yang khas dengan corak kepribadiannya, termasuk
kemampuan dan kecakapannya. Dengan demikian, manusia sebagai individu merupakan
pribadi yang terpisah, berbeda dari pribadi lain. Manusia sebagai makhluk
individu adalah manusia sebagai perseorangan yang memiliki sifat
sendiri-sendiri, bersifat nyata dan berupaya merealisasikan potensi diri yang
hanya dimiliki olehnya.
Setiap manusia
memiliki perbedaan karena karakteristik sendiri dengan watak, sifat, keinginan,
kebutuhan dan cita-cita yang berbeda satu dengan lainnya. Setiap manusia
diciptakan Tuhan dengan ciri dan karakteristik yang unik dan spesifik. Karena
itu, manusia sebagai makhluk individu adalah unik dan tidak mungkin sama dengan
yang lainnya di dunia ini, bahkan kembarannya pun.
Pertumbuhan dan
perkembangan individu dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
a.
Pandangan nativistik
yang menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata ditentukan atas dasar faktor dalam diri individu, seperti bakat dan
potensi, termasuk pula hubungan atau kemiripan dengan orangtuanya. Contoh :
jika ayahnya seniman maka anak menjadi seniman juga.
b.
Pandangan empiristik
menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata didasarkan pada faktor
lingkungan. Lingkunganlah yang menentukan pertumbuhan seseorang.
c.
Pandangan konvergensi
yang menyatakan bahwa pertumbuhan individu dipengaruhi oleh individu dan lingkungan.
Bakat anak merupakan potensi yang harus disesuaikan dengan diciptakannya
lingkungan yang baik sehingga ia bisa tumbuh dengan optimal.
Menurut kodratnya,
manusia di manapun dan pada zaman apapun akan selalu hidup bersama, hidup
berkelompok. Dalam sejarah perkembangan manusia, ia tidak dapat hidup seorang
diri dan terpisah dari manusia lainnya. Aristoteles mengatakan manusia adalah zoon
politicon artinya bahwa manusia itu sebagai mahkluk, pada dasarnya
selalu ingin bergaul dalam masyarakat. Manusia sebagai individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia
sebagai mahkluk sosial tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat. Manusia lahir, hidup, berkembang, dan meninggal dalam
masyarakat
Adapun yang
menyebabkan manusia selalu hidup bermasyarakat antara lain karena adanya
dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam naluri manusia, misalnya :
hasrat untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum (sebagai yang paling primer dan
mendasar), hasrat untuk membela diri, hasrat untuk mengadakan keturunan. Dalam
kenyataannya, sejak manusia dilahirkan selalu memiliki dua kinginan yang pokok,
yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia di sekelilingnya, dan
keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Keluarga merupakan
lingkungan manusia yang pertama dan utama. Dalam keluarga manusia menemukan
kodratnya sebagai mahkluk sosial, karena dalam lingkungan itulah untuk pertama
kalinya manusia berinteraksi dengan orang lain. Kelompok berikutnya adalah
kelompok pertemanan, pergaulan, kelompok pekerja, dan masyarakat secara luas.
2.2.
Peranan manusia sebagai mahkluk individu dan sosial
Manusia sebagai makhluk individu
berupaya merealisasikan segenap potensi dirinya, baik jasmani maupun rohani.
Jasmani atau raga adalah badan atau tubuh manusia yang bersifat kebendaan,
dapat diraba dan bersifat riil. Rohani atau jiwa adalah unsur kerohanian, tidak berwujud,
tidak bisa diraba, atau ditangkap dengan
indra.
Sebagai makhluk individu, manusia
berusaha memenuhi kepentingannya atau mengejar kebahagiaan sendiri. Motif
tindakannya adalah untuk memenuhi keutuhan jasmani dan rohani. Penekanan
pada kepentingan diri memunculkan sifat individualistis dalam diri pribadi yang
bersangkutan. Di samping itu, faktor
pemenuhan atas kepentingan diri sendiri tersebut juga mengakibatkan individu
akan saling bersaing untuk hal tersebut.
Dalam
hidup bermasyarakat, individu memberikan
fungsi-fungsi positif antara lain : perlu dihargainya harkat dan martabat
seorang manusia, adanya jaminan akan hak dasar setiap manusia, dan
berkembangnya potensi-potensi diri yang kreatif dan inovatif. Tidak jarang
ditemui dalam masyarakat ada orang yang memiliki potensi yang baik sehingga
dapat menggerakkan masyarakat untuk maju. Karena itulah sebenarnya, dalam hidup
bermasyarakat lalu dibutuhkan norma-norma yang mengatur yang dapat dijadikan
sebagai patokan untuk bertingkah laku, antara lain :
a.
Norma agama atau religi,
yaitu norma yang dianggap bersumber dari Tuhan yang diperuntukkan bagi umat-Nya.
Norma agama berisi perintah agar dipatuhi dan larangan agar dijauhi umat
beragama.
b.
Norma kesusilaan atau moral,
bersumber dari hati nurani manusia untuk mengajak pada kebaikan dan menjauhi
keburukkan. Norma ini bertujuan agar manusia berbuat baik secara moral.
c.
Norma kesopanan,
bersumber dari masyarakat dan berlaku terbatas pada lingkungan masyarakat yang
bersangkutan.
d.
Norma hukum,
dibuat masyarakat secara resmi yang pemberlakuannya bersifat pemaksaan. Norma
ini dimuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersifat tertulis.
Manusia dalam
kelompok sosialnya, misalnya hidup bernegara, terikat pada normanorma sebagai
hasil interaksi dari manusia itu sendiri. Keterikatan kepada norma termasuk
pula keterikatan untuk menghargai adanya orang lain. Jadi, jika dalam dimensi individu, muncul
hak-hak dasar manusia maka dalam dimensi sosial ini, muncul kewajiban dasar
manusia yaitu menghargai hak dasar orang lain serta menaati norma-norma yang
berlaku di masyarakatnya. Dengan
demikian, sebagai makhluk sosial, manusia memiliki implikasi-implikasi:
a.
Kesadaran akan ketidakberdayaan manusia bila seorang diri;
b.
Kesdaraan untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain;
c.
Penghargaan terhadap hak-hak orang
lain; d. Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.
Keberadaannya sebagai
makhluk sosial, memungkinkan manusia melakukan peranan:
a.
Melakukan interaksi dengan manusia
lain atau kelompok;
b.
Membentuk kelompok-kelompok sosial’
c.
Menciptakan norma-norma sosial sebagai
pengaturan tertib kehidupan kelompok.
2.3.
Dinamika interaksi sosial
Interaksi sosial
merupakan faktor utama dalam kehidupan sosial. Interaksi sosial merupakan
hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal-balik antar
individu, antar kelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia.
Bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerja sama, persaingan dan
pertikaian. Apabila dua orang atau lebih bertemu dan terjadi interaksi sosial,
bisa dalam situasi persahabatan ataupun permusuhan, bisa dengan tutur kata,
jabat tangan, bahasa, atau tanpa kontak fisik. Ciri-ciri interaksi sosial
yaitu:
a.
Pelakunya lebih dari satu orang;
b.
Adanya komunikasi antar pelaku melalui
kontak sosial;
c.
Mempunyai maksud dan tujuan, terlepas
dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pelaku;
d.
Ada dimensi waktu yang menentukan
sikap aksi yang sedang berlangsung.
Berlangsungnya
interaksi sosial didasarkan atas berbagai faktor, antara lain faktor
imitasi, sugesti, identifikasi, simpati, motivasi, empati. Imitasi adalah
proses atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain baik sikap,
perbuatan, penampilan, dan gaya hidup. Sugesti adalah rangsangan,
pengaruh, atau stimulus yang diberikan individu kepada individu lain sehingga
orang diberi sugesti. Identifikasi
adalah upaya yang dilakukan individu untuk menjadi sama atau identik
dengan individu yang ditirunya. Proses ini erat kaitannya dengan imitasi.
Simpati adalah proses kejiwaan seseorang individu yang merasa tertarik dengan
individu atau kelompok lain karena sikap, penampilan, atau perbuatannya.
Motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh atau stimulasi yang diberikan individu kepada
individu lain sehingga orang yang diberi akan melaksanakannya secara kritis,
rasional dan tanggung jawab. Empati adalah proses kejiwaan seorang individu
untuk larut dalam perasaan orang lain baik suka maupun duka.
2.4.
Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
Persoalan pengutamaan
kepentingan apakah individu atau masyarakat memunculkan dua pandangan yang
saling bertolak belakang:
a.
Pandangan individualisme,
yang berpangkal pada konsep dasar ontologis bahwa manusia pada hakikatnya
adalah makhluk yang bebas. Paham ini
memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari
manusia lainnya. Manusia sebagai individu adalah bebas, karena ia memiliki
hak-hak yang tidak boleh dihalangi oleh siapapun.
b.
Pandangan sosialisme,
yang mengutamakan kepentingan masyarakat di atas segalanya. Masyarakat tidak
sekedar kumpulan individu tetapi merupakan entitas yang besar dan berdiri sendiri di mana
individu-individu berada. Kedudukan individu hanya objek masyarakat dan hak-hak
individu menjadi hilang, jika timbul itu semata karena keanggotaannya dalam
suatu komunitas. Sosialisme mementingkan masyarakat secara keseluruhan bahwa
kepentingan masyarakatlah yang utama, bukan individu.
Kedua pandangan di
atas mengandung kelemahan masing-masing. Kebebasan perseorangan yang merupakan
inti dari ajaran individualism dalam pelaksanaannya justru mengingkari
ajarannya sendiri, yaitu persamaan. Individualism dapat menimbulkan
ketidakadilan, tindakan tidak manusiawi, imperialisme, kolonialisme, dll.
Sosialisme yang ekstrim tidak
menghargai manusia sebagai pribadi
sehingga bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Sehingga, harus kembali didudukkan
bahwa manusia bukan makhluk individu dan sosial, tetapi manusia adalah makhluk
individu sekaligus sosial. Frans Magnis Suseno mengatakan: “manusia adalah individu yang
secara hakiki bersifat sosial dan sebagai individu manusia bermayarakat”.
TUJUAN MANUSIA: KEBEBASAN DAN PEMAKNAAN HIDUP
A.
KEBEBASAN MANUSIA
Arti
dan makna kebebasan pada jaman sekarang tidak bisa disempitkan hanya pada
pengertian kebebasan dalam masyarakat kuno atau masyarakat pra-modern. Pada
jaman penjajahan kebebasan mungkin lebih diartikan sebagai keadaan terlepas
dari penindasan oleh penjajah. Namun pada masyarakat modern, di mana bentuk
penjajahan terhadap kebebasan juga semakin berkembang, misalnya dengan adanya
gerakan modernisasi dan industrialisasi yang membawa perubahan yang radikal
pada cara berpikir manusia, arti kebebasan juga mempunyai makna yang lebih
luas. Kebebasan pada jaman sekarang bukan hanya berarti sekedar terbebas dari
keadaan terjajah, namun mungkin lebih berarti bebas untuk mengaktualkan diri di
tengah-tengah perkembangan jaman ini.
Keinginan
manusia untuk hidup dengan bebas merupakan salah satu keinginan insani yang
sangat mendasar, karena itu Louis Leahy
memasukan prinsip kebebasan ini dalam salah satu dimensi esensial pribadi
manusia. Faktor esensial kebebasan manusia inilah yang menyebabkan dan
mendorong banyak tokoh untuk menyoroti masalah kebebasan, sehingga muncul
bermacam-macam anggapan, pendapat dan pandangan yang sering kali berbeda satu
sama lain. Dalam arti tertentu adanya perbedaan konsep itu dapat dimengerti
karena kebebasan itu sendiri bukanlah sesuatu yang mutlak. Kebebasan mempunyai
karakter relatif atau dibatasi oleh situasi dan kondisi manusia. Sebagai
sesuatu yang relatif atau bersituasi, kebebasan manusia selalu bercampur dengan
ketidakbebasan.
Maka
manusia sebenarnya tidak pernah bebas secara penuh. Namun situasi dan kondisi
manusia itu pada dasarnya bukan hanya merupakan faktor yang membatasi dan
menghalangi kebebasan manusia, tetapi juga serentak merupakan faktor yang
memungkinkan kebebasan. Alasannya adalah karena di luar situasi yang sifatnya
terbatas itu manusia tidak mungkin dapat bertindak. Sebagai eksistensi, manusia selalu termuat dalam
situasi-situasi tertentu, yaitu situasi-situasi batas. Sebagai eksistensi,
manusia dapat menemukan dan merealisasikan dirinya sendiri di dunia ini. Oleh
karena itu dalam kebebasan insani selalu terkandung berbagai aspek atau
komponen yang saling mempengaruhi dan yang saling terjalin satu sama lain.
A
Freedom is self-determination, pengertian itu
dapat dikatakan bahwa kebebasan merupakan sesuatu sifat atau ciri khas
perbuatan dan kelakuan yang hanya terdapat dalam manusia dan bukan pada
binatang dan benda-benda. Kebebasan yang nampak secara sekilas dalam binatang
pada dasarnya bukan kebebasan sejati. Mereka dapat menggerakkan tubuhnya ke
mana saja, tetapi semuanya itu sebenarnya bukan berasal dari diri binatang itu
sendiri. Gerakan binatang bukanlah hasil dorongan internal diri binatang.
Kebebasan mereka adalah kebebasan sebagai produk dorongan-dorongan
instingtualnya. Dengan istilah instingtual dimaksudkan tidak adanya peran akal
budi dan kehendak. Dalam arti itu sebenarnya di dalam diri binatang-binatang
tidak ada kebebasan. Di dalam diri binatang tidak ada self-determination atau
kemampuan internal untuk menentukan dirinya. Sedang manusia mempunyai kemampuan
untuk berhasrat dan berkeinginan. Ia mempunyai kecenderungan dan kehendak yang
bebas. Manusia mempunyai kemampuan memilih. Karena itu dikatakan bahwa manusia
adalah tuan atas perbuatannya sendiri. Kebebasan sejati hanya terdapat di dalam
diri manusia karena di dalam diri manusia ada akal budi dan kehendak bebas.
Kebebasan sebagai penentuan diri mengandaikan peran akal budi dan kehendak
bebas manusia.
Pengertian
kebebasan yang diuraikan di atas
merujuk pada pengertian kebebasan secara
umum. Dalam merenungkan arti dan
makna kebebasan kita tidak akan berhenti pada arti yang paling umum dan
mendasar itu. Oleh karena itu pada bagian ini kita akan memperdalam arti
kebebasan dalam arti-arti yang lebih khusus. Kebebasan dalam arti khusus ini
tidak berarti lepas dari pengertian bebas secara umum. Kebebasan dalam arti
khusus merupakan pengkhususan arti dari kebebasan dalam pengertian umum. Secara
ringkas Louis Leahy membedakan tiga macam atau bentuk kebebasan, yaitu kebebasan fisik, kebebasan moral dan kebebasan
psikologis:
Kebebasan
fisik artinya adalah tidak adanya halangan atau
rintangan-rintangan eksternal yang bersifat fisik atau material. Dalam konteks
ini orang menganggap dirinya bebas jika ia bisa bergerak ke mana saja tanpa ada
rintangan-rintangan eksternal. Ia dikatakan bebas secara fisik jika tidak
dicegah secara fisik untuk berbuat sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Seorang tahanan di sebuah sel tidak mempunyai
kebebasan dalam arti ini karena dia secara fisik dibatasi. Dia akan bebas jika
masa tahanannya sudah lewat. Dengan
demikian paksaan di sini berarti bahwa fisik manusia diperalat oleh faktor
eksternal untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang tidak ia kehendaki
atau yang ia kehendaki. Jangkauan kebebasan fisik juga
ditentukan oleh kemampuan badan manusia sendiri. Jangkauan itu terbatas. Namun
demikian hal itu tidak mengurangi melainkan justru mencirikan kebebasan
manusia. Contohnya : bahwa manusia tidak bisa terbang itu bukan merupakan
pengekangan terhadap kebebasannya. Hal itu semata-mata disebabkan oleh
kemampuan badan manusia yang terbatas. Jadi sekali lagi yang dimaksud paksaan
terhadap kebebasan fisik ini adalah pengekangan atau paksaan yang datang dari
luar diri manusia. Misalnya dari lembaga atau orang lain.
Kebebasan
fisik adalah bentuk kebebasan yang paling sederhana atau dangkal. Karena bisa
saja orang yang tidak bebas secara fisik, namun ia merasa sungguh-sungguh
bebas. Banyak para pejuang keadilan dan kebenaran pernah ditahan atau bahkan
disiksa, namun mereka tetap merasa bebas. Tiadanya kebebasan fisik bisa
disertai kebebasan dalam arti yang lebih mendalam. Kebebasan fisik sebenarnya
bukan merupakan kebebasan yang sejati. Ia hanya merupakan bentuk kebebasan
dalam pengertian yang sangat sederhana. Namun demikian kebebasan ini mempunyai makna yang esensial dan nilai yang
positif. Kebebasan fisik dapat menjadi sarana untuk mencapai kebebasan yang
sejati.
Kebebasan
psikologis berarti ketiadaan paksaan secara
psikologis. Orang dikatakan bebas secara psikologis jika ia mempunyai kemampuan
untuk mengarahkan hidupnya. Orang dikatakan bebas secara psikologis jika ia
mempunyai kemampuan dan kemungkinan untuk memilih pelbagai alternatif. Yang
men-ciri-khas-kan kemampuan itu adalah adanya kehendak bebas. Karena itulah
Louis Leahy mengidentikkan kebebasan psikologis dengan kebebasan untuk memilih
atau kebebasan berkehendak. Kebebasan memilih atau kebebasan berkehendak sering
pula dikatakan dalam arti kebebasan untuk mengambil keputusan berbuat atau
tidak berbuat, atau kebebasan untuk berbuat dengan cara begini atau begitu,
atau merupakan kemampuan untuk memberikan arti dan arah kepada hidup dan karya
atau merupakan kemampuan untuk menerima atau menolak kemungkinan-kemungkinan
dan nilainilai yang terus-menerus ditawarkan kepada manusia.
Kebebasan
moral adalah ketiadaan paksaan moral hukum atau
kewajiban. Kebebasan moral tidak sama
dengan kebebasan psikologis. Meskipun demikian antara keduanya mempunyai
hubungan yang sangat erat. Kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis.
Sebaliknya jika ada kebebasan psikologis belum tentu ada kebebasan moral.
Contohnya : suatu ketika saya berjalan dan melihat sebuah dompet tergeletak di
pinggir jalan tanpa pemilik. Pikiran yang muncul saat itu adalah saya mengambil
dompet itu dan memang kemudian saya mengambil dompet itu. Namun setelah
mengambil dompet itu saya masih menimbang lagi : dompet ini saya kembalikan pada pemiliknya
atau saya mengambil dan tidak memberikan
pada pemiliknya. Dalam hal ini saya mempunyai kemungkinan atau kebebasan untuk
memilih. Saya mempunyai kebebasan psikologis. Di lain pihak dalam tindakan saya
itu tidak ada kebebasan moral. Alasannya adalah tindakan saya secara moral
tidak bisa dipertanggungjawabkan. Saya telah mengambil barang orang lain yang
bukan hak saya.
Pada
hakikatnya kebebasan itu selalu terbatas, karena manusia tergantung pada
lingkungan fisik dan sosial. Misalnya, orang yang buta pasti tidak bisa
menikmati keindahan seni lukis karena ia tidak mempunyai kemampuan visual.
Seorang tuna rungu tidak bisa menikmati sebuah musik yang paling indah.
Kenyataan adanya keterbatasan-keterbatasan dalam hidup manusia itu pada
akhirnya melahirkan pandangan yang mengatakan bahwa kebebasan hanyalah sebuah
slogan-slogan kosong dan wishful thingking yang tidak mungkin dapat dicapai
oleh semua orang.
Maka
pertanyaan-pertanyaan kritis juga muncul, yaitu : Apa manusia sungguh bebas? Benarkah manusia adalah tuan atas
tindakannya sendiri? Benarkah manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan
dirinya sendiri? Bukankah dalam kenyataan kita sering berhadapan dengan
pengalaman yang membuat kita berpikir bahwa kita tidak bebas? Bukankah kita
sering berjumpa dengan pembatasan-pembatasan dan rintanganrintangan yang
membuat kita tidak bebas? Kalau demikian apakah kebebasan itu hanyalah sebuah
teori yang sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan hidup manusia? Atau apakah
kebebasan itu hanyalah sebuah ideal hidup manusia yang selama hidupnya harus
diperjuangkan namun tak pernah akan tercapai secara penuh?
Louis Leahy
menempuh tiga jalan, yaitu dengan argumen
persetujuan umum, argumen
psikologis, dan argumen etis.
Tiga jalan itu ditempuhnya terutama dalam kaitannya dengan pemikiran kritis
para pemikir modern dan para ahli psikologi yang mengingkari adanya kebebasan
dalam diri manusia. Sistem pemikiran mereka dikenal dengan sebutan Determinisme. Mereka berkata bahwa pada dasarnya manusia
itu tidak bebas. Segala perbuatan manusia dalam hidupnya telah ditentukan. Kata
determinisme berasal dari bahasa latin determinare yang berarti menentukan batas atau membatasi. Determinisme merupakan
tesis filosofis yang menyatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini, termasuk
manusia, ditentukan oleh hukum sebab akibat. Tidak ada hal yang terjadi
berdasarkan kebebasan berkehendak atau kebebasan memilih. Juga di dunia ini
tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan. Artinya sesuatu hal itu bisa
terjadi karena telah ditentukan untuk terjadi. Dengan tesis itu aliran
determinisme hendak mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada kebebasan.
Dalam
dunia ilmu pengetahuan kata determinisme itu mendapat pelbagai bentuk istilah. Istilah-istilah itu muncul karena
aneka ragam pandangan dan pertimbangan dalam pemikiran. Dalam pembahasan ini
kita akan mencoba melihat sekilas bentuk-bentuk istilah itu. Di antaranya
adalah determinisme universal, behaviorisme, fatalisme, dan predestinasi.
Determenisme universal merupakan teori tentang alam semesta. Teori ini
mengatakan bahwa setiap peristiwa yang terjadi di alam semesta merupakan
konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan dari sebab-sebab yang mendahului.
Sebab-sebab itu adalah hukum alam. Determinisme universal juga berpendapat
bahwa bentuk jagat raya ini merupakan hasil determenasi dari hukum-hukum alam
yang ada di dalamnya. Behaviorisme berasal dari kata behaviour yang berarti
tingkah laku. Behaviorisme merupakan aliran dalam psikologi yang mempelajari
perilaku manusia. Secara khusus pusat perhatian mereka adalah perilaku manusia
yang nampak. Di dalamnya mereka berusaha mengamati hubungan antara stimulus
(rangsangan) dan respon (tanggapan). John B. Watson menyatakan bahwa
kepribadian manusia merupakan hasil pembentukan kebiasaan dan kemampuan,
terutama yang ditentukan oleh orang lain.
Pembiasaan ini pada akhirnya menciptakan refleks kondisional, yaitu
suatu pola tingkah laku yang terjadi secara spontan karena pembiasaan
terus-menerus. Fatalisme berasal dari
kata Latin fatum yang berarti nasib atau takdir.
Fatalisme
adalah paham yang menyatakan bahwa semua kejadian alam semesta dan hidup
manusia berada di bawah kuasa penuh suatu prinsip mutlak, yaitu nasib. Menurut
aliran ini manusia tidak memiliki kebebasan karena semua pilihannya sudah
ditentukan oleh nasib. Sementara
predestinasi berasal dari bahasa Latin praedestinare yang berarti meramal atau
menebak. Predestinasi mengajarkan bahwa peristiwa yang sudah terjadi,
sedang terjadi, dan yang akan terjadi telah ditentukan untuk terjadi oleh
Allah. Dalam konteks teologi aliran ini mengajarkan bahwa keselamatan atau
penghukuman manusia, mulai dari awal sampai akhir, sudah ditentukan oleh Allah.
Dengan gagasannya itu penganut predestinasi menyatakan bahwa Allah memiliki
kekuasaan absolut. Allah menentukan bukan hanya disposisi final manusia tetapi
juga seluruh peristiwa hidup manusia. Dan karena itulah predestinasi juga
termasuk salah satu aliran determinisme.
B. MANUSIA BERDISTANSI DAN
KESADARAN TERHADAP TINDAKAN ETIS
Kelakuan
yang bersifat bebas dapat dibedakan dari kelakukan yang determinis karena
manusia hadir pada dirinya sendiri. Kehadiran pada diri sendiri juga merupakan
syarat mutlak untuk bertindak bebas.
Justru karena manusia berdistansi kepada dirinya sendiri, maka ia dapat dengan
sengaja mengikuti kecenderungan-kecenderungan yang ikut menarik ke kiri atau
kanan. Manusia berdistansi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terbuka,
mempertimbangkan pro dan kontra, kemudian memutuskan.
Manusia
harus memilih, karena ia dapat menyeleweng. Dengan memilih yang sungguh-sungguh
baik, manusia menuju pada kemerdekaan yang sejati. Manusia tetap berada di
tengah perjalanan dan tidak pernah selesai. Aku sungguh aku, tetapi aku juga
belum aku. Suatu pertentangan yang bersifat paradoksal. Keharusan dalam kehendak direalisasikan secara
bebas. Keharusan etis menyatakan diri kepadaku sebagai suatu imperatif
kategoris, bukan hipotesis. Suatu
imperatif kategoris berdasar pada suatu
syarat : jika ingin pandai berbahasa Inggris, maka harus rajin belajar. Imperatif kategoris bersifat mutlak dan
berdasar pada kodrat diri manusia sendiri.
Keharusan kategoris diwajibkan
secara mutlak, namun tidak terlaksana secara paksa, melainkan secara bebas.
Keharusan kodrati dihayati sebagai
imperative kategoris. Hubungan mereka lebih dihayati sebagai suatu seruan yang
mengharapkan jawaban.
Kebebasan
pilihan ada dalam diri saya sebagai seorang manusia. Setiap saat saya harus
menentukan diri saya sendiri. Sayalah
yang bertanggung jawab. Kebebasan ada dalam diri saya tanpa jasa saya sendiri
karena itu adalah anugerah. Aku dipanggil untuk semakin bebas dari segala
penghalang menuju pada diriku yang sejati. Kebebasan sejati adalah panggilan sekaligus perjuangan. Kebebasan
sejati direalisasikan melalui kebebasan pilihan. Semakin manusia dengan suara ketetapan
terarah pada kebaikannya yang sejati, maka kebebasan pilihan semakin kurang
berfungsi. Pertentangan antara kebebasan pilihan dan sejati merupakan hal yang
khas dari manusia, karena dalam kebebasan hadir suatu pilihan keharusan kodrati
yang mewajibkan secara etis. Hakikat kebebasan menjadi tidak sekedar bebas
untuk memilih namun penentuan diri (self determination).
Manusia
adalah makhluk yang bebas, bersifat
otonom, namun bukanlah roh murni, melainkan terjelma. Faktisitasku membatasi
sekaligus membuka
kemungkinan-kemungkinan yang riil. Manusia sudah dan belum, mahluk yang dinamis
dan menyejarah. Dalam
kemungkinan-kemungkinan yang terbuka aku tidak boleh memilih dengan
sewenangwenang. Aku dipanggil untuk menjadi manusia yang baik dan taat kepada
keharusan yang hadir dalam kebebasan. Aku menjadi aku. Inilah seruan etis yang
bersifat imperatif kategoris, suatu keharusan dalam kebebasan. Kebebasan
bersifat paradoksal, karena manusia adalah makhluk yang berelasi maka
merealisasikan diri artinya membangun dunia dan membuat dunia menjadi dunia yang baik untuk kebersamaan
manusia.
DIMENSI
KRETAIF MANUSIA:
(TEKHNOLOGI DAN PERUBAHAN HIDUP MANUSIA)
A.
KONSEP TEKHNOLOGI
Manusia pada awalnya tidak
mengenal konsep teknologi. Kehadiran manusia purba pada masa pra sejarah, hanya
mengenal teknologi sebagai alat bantunya dalam mencari makan, alat bantu dalam
berburu, serta mengolah makanan. Alat bantu yang mereka gunakan sangatlah
sederhana, terbuat dari bambu, kayu, batu dan bahan sederhana lain yang mudah
mereka jumpai di alam bebas. Misalnya : untuk membuat perapian, ia memanfaatkan
bebatuan yang dapat memunculkan percikan api.
Lalu teknologi mulai mengalami perkembangan yang sangat pesat. Semakin
maju kebudayaannya, semakin berkembang teknologinya karena teknologi merupakan
perkembangan dari kebudayaan yang maju dengan pesat.
Secara harfiah
teknologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “tecnologia” yang berarti
pembahasan sistematik mengenai seluruh
seni dan kerajinan. Istilah tersebut memiliki akar kata “techne”
dalam bahasa Yunani kuno berarti seni (art), atau kerajinan
(craft). Dari makna harafiah tersebut, teknologi dalam bahasa Yunani
kuno dapat didefinisikan sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan
menggunakannya. Definisi tersebut kemudian berkembang menjadi penggunaan
ilmu pengetahuan sesuai dengan kebutuhan manusia. Teknologi dapat pula dimaknai
sebagai ”pengetahuan mengenai bagaimana membuat sesuatu (know-how of making things) atau “bagaimana melakukan sesuatu” (know-how
of doing things), dalam arti kemampuan untuk mengerjakan sesuatu dengan nilai
yang tinggi, baik nilai manfaat maupun nilai jualnya.
Henslin
menjelaskan bahwa istilah teknologi dapat mencakup dua hal. Pertama,
teknologi menunjuk pada peralatan, yaitu unsur yang digunakan untuk
menyelesaikan tugas. Teknologi merujuk pada peralatan sedemikian
sederhana-seperti sisir-sampai yang sangat rumit-seperti komputer. Kedua,
keterampilan atau prosedur yang diperlukan untuk membuat dan menggunakan
peralatan tersebut. Teknologi dalam kasus ini tidak hanya merujuk pada prosedur
yang diperlukan untuk membuat sisir dan komputer, akan tetapi juga meliputi
prosedur untuk memproduksi suatu tatanan rambut yang dapat diterima, atau untuk
dapat memasuki jaringan internet.
Karl
Marx
melihat teknologi sebagai alat, dalam pandangan materialisme historis
hanya menunjuk pada sejumlah alat yang dapat dipakai manusia untuk mencapai
kesejahteraan. Sementara Max Weber
mendefinisikan teknologi sebagai ide atau pikiran manusia itu sendiri,
dan Durkheim melihat teknologi sebagai kesadaran
kolektif yang bahkan diprediksi dapat menggantikan kedudukan agama dalam
masyarakat.
Perkembangan
teknologi akan mengalami beberapa siklus atau tahapan:
1.
Revolusi teknologi (tahun 1760)
2.
Terbentuknya jaringan kereta api (tahu
1848)
3.
Ditemukannya ban berjalan (tahun 1895)
4.
Ditemukannya tenaga atom dan motorisasi
massal (tahun 1945)
5.
Perkembangan mikro elektronik dan
bioteknologi
Teknologi
memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki
otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis.
Sastrapratedja menjelaskan bahwa fenomena teknik pada masyarakat kini, memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Rasionalitas,
artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan
dengan perhitungan rasional.
b.
Artifisialitas,
artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
c.
Otomatisme,
artinya dalam hal metode, organisasi, dan rumusan dilaksanakan serba otomatis.
Demikian pula dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non-teknis menjadi
kegiatan teknis. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
d.
Monisme,
artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
e.
Universalisme,
artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ideologi, bahkan dapat
menguasai kebudayaan.
f.
Otonomi,
artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang
berkembang dengan pesat, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Masa sekarang
nampaknya sulit memisahkan kehidupan manusia dengan teknologi, bahkan sudah
merupakan kebutuhan manusia. Awal perkembangan teknologi yang sebelumnya
merupakan bagian dari ilmu atau bergantung dari ilmu, sekarang ilmu dapat pula
bergantung dari teknologi. Contohnya : dengan berkembang pesatnya teknologi
komputer dan satelit ruang angkasa, maka diperoleh pengetahuan baru dari hasil
kerja kedua produk teknologi tersebut.
Berdasarkan uraian
pendapat di atas kita dapat menyimpulkan dan menarik suatu benang merah bahwa
teknologi merupakan hasil olah pikir manusia yang pada akhirnya digunakan
manusia untuk mewujudkan berbagai tujuan hidupnya, sehingga teknologi menjadi
sebuah instrumen untuk mencapai tujuan. Teknologi juga merupakan hasil
perkembangan rasionalitas manusia. Teknologi telah mempengaruhi pola pikir
manusia itu sendiri, dan akibatnya secara tidak langsung teknologi juga sangat
mempengaruhi tindakan dan pola hidup manusia.
Teknologi juga dimaknai sebagai alat yang memperlebar perbedaan kelas
dalam masyarakat. Teknologi menjadi simbol status bagi si kaya dan si miskin,
siapa yang mampu menguasai teknologi, maka ia akan mampu menguasai manusia yang
lain. Manusia menggunakan konsep teknologi baru untuk menunjuk pada timbulnya
suatu teknologi yang membawa dampak penting pada kehidupan sosial.
B.
MANUSIA DAN PERKEMBANGAN TEKHNOLOGI
Setiap penemuan baru
akan melahirkan berbagai perubahan dalam suatu masyarakat. Ibarat sebuah
subsistem, kehadiran teknologi baru sebagai subsistem baru dalam masyarakat akan
membawa konsekuensi, subsistem lain dalam sistem tersebut mau tidak mau harus
menyesuaikan diri akibat kehadiran teknologi tersebut. Teknologi pasti akan
mengubah pola aktifitas keseharian individu. Kehadiran televisi di rumah
misalnya, akan menyebabkan munculnya agenda baru setiap hari, ada jadwal
menonton acara favorit yang sebelumnya tidak ada. Jadwal mandi, jadwal makan,
jadwal minum kopi, jadwal membersihkan rumah, jadwal belajar, jadwal kencan,
sampai jadwal tidur akan disesuaikan dengan jadwal acara ditelevisi. Bahkan
susunan perabotan di rumah, meja, kursi, lemari, karpet, sofa, akan disesuaikan
dengan di mana kita meletakkan televisi.
Teknologi menjanjikan
kemajuan dalam hidup manusia yang semakin mengalami efisiensi di dalamnya.
Siapa saja yang mampu mengakses teknologi, maka ia akan mengalami sedikit atau
banyak kemajuan ke arah entah dalam bentuk apa pun. Seseorang tidak akan
ketinggalan informasi mana kala ia menggenggam sebuah teknologi. Teknologi
telah mempengaruhi gaya hidup, dan bahkan teknologi juga telah menjadi gaya
hidup itu sendiri.
Teknologi memang
diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi individu. Orang tidak perlu
susah-susah untuk menghubungi sanak keluarganya di luar kota, bahkan di luar
negeri; mereka cukup menekan beberapa nomor melalui hanphone. Orang tidak perlu
mengantri di depan petugas teller bank untuk melakukan berbagai transaksi, kita
cukup masuk ke ruang ATM dan kita dapat melakukan berbagai transaksi
menggunakan mesin tersebut, mulai mengambil uang, membayar tagihan listrik,
air, telepon, membeli pulsa, membeli tiket kereta api, pesawat, kapal, membayar
SPP, mengirim uang ke rekening lain, sampai membayar tagihan kredit. Ketika
kita lapar, kita cukup menekan beberapa nomor delivery order, kemudian dalam
beberapa menit, petugas pengantar makanan sampai di depan pintu rumah kita.
Kita dapat memanfaatkan pesawat terbang untuk melakukan perjalanan jauh dalam
waktu singkat; kita tidak perlu bersusah payah naik ke lantai yang lebih tinggi
di sebuah gedung bertingkat, kita cukup memanfaatkan lift atau eskalator.
Teknologi menjanjikan
kecepatan di hampir semua lini kehidupan. Berbagai
pekerjaan akan dapat diselesaikan dengan cepat manakala kita memanfaatkan
teknologi. Keberadaan komputer akan membantu mempercepat pekerjaan di kantor,
mempercepat pembukuan, teknologi juga akan mempercepat proses pengiriman
dokumen, surat atau file, serta barang. Memasak nasi akan lebih cepat jika
menggunakan rice cooker. Semua pekerjaan dan setiap kesulitan akan teratasi
dengan teknologi.
Teknologi menjanjikan
popularitas. Manusia dengan mudahnya muncul di
layar kaca melalui internet. Situs You Tube akan memfasilitasi kita untuk
bergaya, bisa menjadi narsis, menampakkan dan mempromosikan wajah dan
penampilan kita di internet, hanya dengan berbekal kamera dan modem untuk dapat
meng-upload rekaman gambar yang kita miliki. Kita dapat bergaya sesuka hati,
dan masyarakat di seluruh dunia dapat dengan mudah menonton aksi kita.
C.
PERUBAHAN SOSIAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA DI ERA DIGITAL
Setiap aktivitas
manusia akan digerakkan melalui serangkaian teknologi digital. Teknologi ini
dioperasikan dengan menekan beberapa digit (angka) yang di susun dengan
berbagai urutan. Relasi yang terbangun di antara individu adalah relasi
pertukaran digital, setiap manusia hanya melakukan serangkaian transaksi atau
interaksi melalui simbol-simbol digital. Transaksi perdagangan, komunikasi,
semuanya digerakkan secara digital. Setiap individu akan memiliki identitas
digital yang mampu mengenali siapa dirinya, setiap manusia sudah diberi nomor
urut : melalui nomor identitas (e-KTP), nomor handphone, nomor telepon, nomor
rekening bank, nomor ATM, nomor rekening listrik, rekening telepon, rekening
air, PIN (Personal Identification Number) ATM, semuanya menggunakan sistem digital.
Interaksi antar
manusia digerakkan dengan teknologi serba digital : komputer, internet, mesin
ATM, telepon, handphone, dan sebagainya, semuanya digerakkan secara digital.
Kita dapat membeli sesuatu hanya dengan menggesek kartu ATM dan menekan
beberapa nomor PIN, demikian halnya untuk membayar tagihan kamar hotel, membeli
tiket, dan sebagainya. Pengiriman uang dapat dilakukan dalam hitungan detik
hanya dengan menekan beberapa digit nilai uang yang akan dikirim dan beberapa
digit nomor rekening tujuan. Bukan uang yang dikirim, melainkan hanya sederet
angka yang berpindah dari rekening satu ke rekening yang lain.
Pemakaian teknologi
tertentu oleh suatu warga masyarakat akan membawa suatu perubahan sosial yang
dapat diobservasi lewat perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan.
Gejala-gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-ciri antara
lain:
1.
Setiap masyarakat tidak akan berhenti
berkembang karena mereka mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.
2.
Perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga
sosial lainnya.
3.
Perubahan sosial yang cepat dapat
mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses
penyesuaian diri.
4.
Perubahan tidak dibatasi oleh bidang
kebendaan atau bidang spiritual karena keduanya memiliki hubungan timbal balik
yang kuat.
Perubahan sosial
mempunyai tiga dimensi, yaitu: struktural, kultural dan interaksional.
Pertama,
dimensi
struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan baru,
perubahan dalam struktur kelas sosial, dan perubahan dalam lembaga sosial.
Kedua,
dimensi
kultural mengacu pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat, yang
meliputi inovasi kebudayaan, difusi, dan integrasi. Hal ini disebabkan dalam proses ini terjadi
penyatuan unsur-unsur kebudayaan yang saling bertemu untuk kemudian memunculkan
kebudayaan baru sebagai hasil penyatuan berbagai unsur-unsur budaya tersebut.
Ketiga,
Dimensi
interaksional mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial dalam
masyarakat, meliputi perubahan dalam frekuensi. Perkembangan teknologi telah
menyebabkan berkurangnya frekuensi individu untuk saling bertatap muka. Semua
kebutuhan untuk berinteraksi dapat dipenuhi dengan memanfaat teknologi.
Di
era sekarang, interaksi dapat dilakukan kapan saja melalui telepon, handphone,
email, chatting, facebook, Yahoo!Messenger, Twitter, Internet Relay Chatting,
dan berbagai teknologi canggih lainnya. Perubahan sosial terbagi atas dua wujud
sebagai berikut:
1.
Perubahan
dalam arti kemajuan (progress) atau menguntungkan.
2.
Perubahan
dalam arti kemunduran (regress) yaitu yang
membawa pengaruh kurang menguntungkan bagi masyarakat.
Jika
perubahan sosial dapat bergerak ke arah suatu kemajuan, masyarakat akan
berkembang. Sebaliknya, perubahan sosial juga dapat menyebabkan kehidupan
masyarakat mengalami kemunduran. Kemajuan teknologi di satu sisi merupakan
contoh perubahan sosial yang bersifat kemajuan karena mempermudah aktivitas
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, di sisi lain kemajuan
teknologi juga merupakan contoh perubahan sosial yang bersifat kemunduran
karena manusia menjadi tergantung dengan teknologi (budak teknologi) bukan
manusia yang menguasai teknologi akan tetapi teknologi yang menguasai manusia.
D. PERUBAHAN POLA HIDUP MANUSIA
Menurut
Talcott Parson masyarakat modern
yang terindikasi melalui perkembangan teknologi dalam hidupnya, digambarkan
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Netralitas efektif
yaitu bersikap netral, bahkan dapat menuju sikap tidak memperhatikan orang lain
atau lingkungan.
2.
Orientasi diri,
yaitu lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri
3.
Universalisme,
yaitu menerima segala sesuatu dengan obyektif
4.
Prestasi,
yaitu masyarakatnya suka mengejar prestasi.
5.
Spesifitas,
yaitu berterus terang dalam mengungkapkan segala sesuatu.
Ada
empat perubahan kecenderungan berpikir yang diakibatkan oleh perkembangan
teknologi, yaitu:
a.
Tumbuhnya reifikasi,
yaitu anggapan bahwa yang semakin luas dalam kenyataan harus diwujudkan dalam
bentuk-bentuk lahiriah dan diukur secara kuantitatif.
b.
Manipulasi yaitu
kemampuan manipulasi yang tinggi bagi kerangka berpikir manusia yang disebabkan
kemampuan teknologi dalam mengubah dan mengolah bendabenda alamiah menjadi
sesuatu yang bersifat artifisial demi memenuhi kepentingan manusia.
c.
Fragmentasi,
yaitu adanya spesialisasi dalam pembagian kerja yang akhirnya menuntut profesionalisme
dalam dunia kerja.
d.
Individualisasi,
yang dicirikan dengan semakin renggangnya ikatan seseorang dengan masyarakatnya
dan semakin besarnya peranan individu dalam tingkah laku seharihari.
Pada
masyarakat teknologi, ada tendensi bahwa kemajuan adalah suatu proses
dehumanisasi secara perlahan-lahan sampai akhirnya manusia takluk pada teknik.
Teknik-teknik manusiawi yang dirasakan pada masyarakat teknologi, terlihat dari
kondisi kehidupan manusia itu sendiri. Manusia pada saat ini telah begitu jauh
dipengaruhi oleh teknik. Gambaran kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Situasi tertekan:
Manusia mengalami ketegangan akibat penyerapan mekanisme-mekanisme teknik.
Manusia melebur dengan mekanisme teknik, sehingga waktu manusia dan
pekerjaannya mengalami pergeseran. Peleburan manusia dengan mekanisme teknik,
menuntut kualitas dari manusia, tetapi manusia sendiri tidak hadir di dalamnya.
Contohnya : pada sistem industri, seorang buruh meskipun sakit atau lelah,
ataupun ada berita duka bahwa anaknya sedang sekarat di Rumah Sakit, mungkin
pekerjaan itu tidak dapat ditinggalkan sebab akan membuat macet garis produksi
dan upah bagi temannya. Keadaan tertekan demikian, akan menghilangkan
nilai-nilai sosial dan tidak manusiawi lagi.
b.
Perubahan ruang dan lingkungan
manusia : Teknik telah mengubah lingkungan
manusia dan hakikat manusia. Contoh yang sederhana manusia dalam hal makan atau
tidur tidak ditentukan oleh lapar atau mengantuk tetapi diatur oleh jam.
Lingkungan manusia menjadi terbatas, manusia sekarang hanya berhubungan dengan
bangunan tinggi yang padat, sehingga sinar matahari pagi tidak sempat lagi
menyentuh permukaan kulit tubuh manusia.
c.
Perubahan waktu dan gerak manusia:
Akibat teknik, manusia terlepas dari hakikat kehidupan. Sebelumnya waktu diatur
dan diukur sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa-peristiwa dalam hidup manusia,
sifatnya alamiah dan konkrit. Tetapi sekarang waktu menjadi abstrak dengan
pembagian jam, menit dan detik. Waktu hanya mempunyai kuantitas belaka tidak
ada nilai kualitas manusiawi atau sosial, sehingga irama kehidupan harus tunduk
kepada waktu.
d.
Terbentuknya suatu masyarakat
massa : Akibat teknik, manusia hanya membentuk
masyarakat massa, artinya ada kesenjangan sebagai masyarakat kolektif. Sekarang
struktur masyarakat hanya ditentukan oleh hukum ekonomi, politik, dan
persaingan kelas. Proses ini telah menghilangkan nilai-nilai hubungan sosial
suatu komunitas. Terjadinya neurosa obsesional atau gangguan syaraf menurut
beberapa ahli merupakan akibat hilangnya nilai-nilai hubungan sosial. Kondisi
sekarang ini manusia sering dipandang menjadi objek teknik dan harus selalu
menyesuaikan diri dengan teknik yang ada.
Meskipun
teknologi memberikan banyak manfaat bagi manusia, namun di sisi lain kemajuan
teknologi akan berpengaruh negatif pada aspek sosial budaya:
1.
Kemerosotan moral
di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar.
Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan
berbagai ke-inginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat
menjadi kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani.
2.
Kenakalan dan tindak menyimpang
di kalangan remaja semakin meningkat semakin
lemahnya kewibawaan tradisitradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong
royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan kekuatan sentripetal yang
berperan pen-ting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat
bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin
meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret,
pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan
3.
Pola interaksi antarmanusia yang
berubah. Kehadiran netbook dan telepon
genggam yang canggih pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas
telah merubah pola interaksi keluarga. Kini semakin banyak orang yang
menghabiskan waktunya sendirian dengan dengan hanya menatap telepon genggamnya
dan berinterkasi dalam jaringan internet secara luas.
Upaya-upaya
yang dapat kita lakukan sebagai solusi untuk menanggulangi dampak negatif dari
kemajuan teknologi adalah dengan menanamkan kesadaran kepada setiap individu
tentang pentingnya memahami dampak negatif kemajuan teknologi. Dengan analisa
SWOT secara sederhana kita dapat menjadikan tantangan dan dampak negatif dari
teknologi menjadi peluang untuk memajukan suatu masyarakat dan negara. Untuk
itulah diperlukan peran serta aktif dari keluarga, sekolah, masyarakat, dan
negara dalam mencegah, mengurangi, dan menanggulangi dampak negatif dari
kemajuan teknologi. Sebagai manusia modern sangat tidak bijaksana serta
tidak mungkin jika kita mengatakan say no to technology, namun yang
harus kita lakukan yaitu mempertimbangkan
kebutuhan kita terhadap teknologi, mempertimbangkan baik-buruknya teknologi
tersebut dan tetap menggunakan etika, serta tidak terlalu berlebihan agar kita
tidak kecanduan dan menjadi budak teknologi.
Kita
harus menyadari bahwa teknologi bukan merupakan aspek kehidupan umat manusia
yang tertinggi. Tidak juga merupakan puncak kebudayaan dan peradaban umat
manusia di dalam evolusinya mencapai kesempurnaan hidup (perfection of existence).
Namun teknologi merupakan suatu alat yang digunakan manusia untuk mempermudah
dalam melakukan sesuatu dalam aktivitas kehidupannya.
Komentar
Posting Komentar