Deskripsi tentang Pembelajaran Kurikulum 2013
Untuk mencapai kualitas
yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu
menggunakan prinsip yang:
a.
Berpusat pada peserta
didik,
b.
Mengembangkan
kreativitas peserta didik,
c.
Menciptakan kondisi
menyenangkan dan menantang,
d.
Bermuatan nilai, etika,
estetika, logika, dan kinestetika, dan
e.
Menyediakan pengalaman
belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode
pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Di dalam pembelajaran,
peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan
melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan
lingkungan dan jaman, tempat dan waktu ia hidup. Kurikulum 2013 (K-13) menganut
pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru
ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk
secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan.
Guru memberi kemudahan
untuk proses ini dengan mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan
peserta didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar
dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga
yang membawa peserta didik ke pemahaman yang lebih tinggi, yang semula
dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri. Bagi peserta
didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari
tahu”.
Sebagai manusia yang
sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau akan mengalami empat
(4) tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional,
operasional konkret, dan operasional formal. Secara umum jenjang pertama
terjadi sebelum seseorang memasuki usia sekolah, jenjang kedua dan ketiga
dimulai ketika seseorang menjadi peserta didik di jenjang pendidikan dasar,
sedangkan jenjang keempat dimulai sejak tahun kelima dan keenam sekolah dasar.
Di dalam pembelajaran
K-13, peserta didik difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan
potensi dirinya menjadi kompetensi. Guru menyediakan pengalaman belajar bagi
peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka
mengembangkan potensi yang dimiliki mereka menjadi kompetensi yang ditetapkan
dalam dokumen kurikulum atau lebih. Pengalaman belajar tersebut semakin lama
semakin meningkat menjadi kebiasaan belajar mandiri dan ajeg sebagai salah satu
dasar untuk belajar sepanjang hayat (life
long education).
Dalam suatu kegiatan
belajar dapat terjadi pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam
kombinasi dan penekanan yang bervariasi. Setiap kegiatan belajar memiliki
kombinasi dan penekanan yang berbeda dari kegiatan belajar lain tergantung dari
sifat muatan yang dipelajari. Meskipun demikian, pengetahuan selalu menjadi
unsur penggerak untuk pengembangan kemampuan lain.
B. Pembelajaran Langsung dan Tidak Langsung
Kurikulum 2013 (K-13)
mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung
dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran langsung adalah
proses pendidikan dimana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan
berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber
belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan
pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik melakukan
kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau
menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan
analisis. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional effect.
Pembelajaran tidak
langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung
tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak langsung
berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan
tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh
mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap seb agai proses pengembangan moral
dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan
yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat.
Baik pembelajaran
langsung maupun pembelajaran tidak langsung terjadi secara terintegrasi dan
tidak terpisah. Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang
menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan
secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk
mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan
dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan
KI-2.Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
a.
mengamati;
b.
menanya;
c.
mengumpulkan informasi;
d.
mengasosiasi; dan
e.
mengkomunikasikan.
C. Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Dalam standard proses,
tahapan pembelajaran terdiri dari penyiapan perangkat pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Tahapan pelaksanaan pembelajaran meliputi
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam proses
pembelajaran K-13, strategi-strategi tersebut (kegiatan pendahuluan, inti,
penutup) harus dilakukan dengan pendekatan ilmiah (scientific approach) dan
bernuansa tematik.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, hal-hal yang perlu
dilakukan guru adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b.
Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan
materi yang akan dipelajari;
c. Mengantarkan peserta didik kepada suatu
permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu materi dan
menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai; dan
d.
Menyampaikan garis besar
cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan peserta
didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk secara
aktif menjadi pencari informasi, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti
menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata
pelajaran, yang meliputi proses observasi, bertanya, mengumpulkan informasi,
asosiasi/ analisis, dan komunikasi. Untuk pembelajaran yang berkenaan dengan KD
yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru memfasilitasi agar peserta
didik dapat melakukan pengamatan terhadap pemodelan/ demonstrasi oleh guru atau
ahli, peserta didik menirukan, selanjutnya guru melakukan pengecekan dan
pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan kepada peserta didik.
Dalam setiap kegiatan
guru harus memperhatikan kompetensi yang terkait dengan sikap seperti jujur,
teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang
lain yang tercantum dalam silabus dan RPP. Cara pengumpulan data sedapat
mungkin relevan dengan jenis data yang dieksplorasi, misalnya, di laboratorium,
studio, lapangan, perpustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum menggunakannya
peserta didik harus tahu dan terlatih, dilanjutkan dengan menerapkannya.
Berikut ini adalah contoh
aplikasi dari kelima
kegiatan belajar (learning event)
yang diuraikan dalam tabel diatas.
a. Mengamati
Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik
untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal-hal yang penting
dari suatu benda atau objek pendidikan.
b. Menanya
Setelah kegiatan
mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk
bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru
perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan
tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak
berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak.
Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat
hipotetik.
c. Mengumpulkan Informasi
Tindak lanjut dari
bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih
banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.
d. Mengasosiasikan Informasi
Informasi yang terkumpul
menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu mengasosiasi atau memproses
informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya,
menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai
kesimpulan dari kumpulan data yang telah ditemukan.
e. Mengkomunikasikan Hasil
Kegiatan berikutnya
adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di
kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok
peserta didik tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran K-13 ini peserta didik
dikondisikan untuk selalu aktif.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup,
guru bersama-sama dengan peserta didik dan/ atau sendiri membuat rangkuman/
simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/ atau refleksi terhadap kegiatan
yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik
terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut
dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan
konseling dan/ atau memberikan tugas baik tugas
individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik, dan
menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Perlu diingat, bahwa
KD-KD diorganisasikan kedalam empat ( 4 ) KI. KI-1 berkaitan dengan sikap diri
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. KI-2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap
sosial. KI-3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan KI-4
berisi KD tentang penyajian pengetahuan. KI-1, KI-2, dan KI-4 harus
dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok
yang tercantum dalam KI-3, untuk semua mata pelajaran. KI-1 dan KI-2 tidak
diajarkan langsung, tetapi “tidak langsung” (indirect teaching) pada setiap kegiatan pembelajaran.
D. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran Aktif (SPA)
Adapun beberapa jenis
strategi pembelajaran aktif (SPA) yang dapat diintegrasikan dalam berbagai
model pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Everyone
is a Teacher Here (Setiap Orang Menjadi Guru)
Strategi ini berarti
setiap orang di kelas diposisikan bisa menjadi seperti guru. Tujuan penerapan
strategi ini adalah membiasakan peserta didik untuk belajar aktif secara
individu dan membudayakan sifat berani bertanya, tidak minder dan tidak takut
salah. Strategi ini dapat digunakan pada model pembelajaran discovery learning, problem based learning pada
saat kegiatan menanya.
Langkah-langkah Penerapannya antara lain:
a. Bagikan kertas kepada setiap peserta didik dan
mintalah mereka untuk menuliskan sebuah pertanyaan tentang materi pokok yang
telah atau sedang dipelajari, atau topik khusus yang ingin mereka diskusikan
dalam kelas.
b. Kumpulkan kertas-kertas tersebut, dikocok dan
dibagikan kembali secara acak kepada masing-masing peserta didik dan diusahakan
pertanyaan tidak kembali kepada yang bersangkutan.
c.
Mintalah mereka membaca
dan memahami pertanyaan di kertas masing-masing, sambil memikirkan jawabannya.
d. Undang sukarelawan (volunter) untuk membacakan
pertanyaan yang ada di tangannya (untuk menciptakan budaya bertanya, upayakan
memotivasi siswa untuk angkat tangan bagi yang siap membaca -tanpa langsung
menunjuknya).
e. Mintalah dia memberikan respons (jawaban/
penjelasan) atas pertanyaan atau permasalahan tersebut, kemudian mintalah
kepada teman sekelasnya untuk memberi pendapat atau melengkapi jawabannya.
f.
Berikan apresiasi
terhadap setiap jawaban/ tanggapan siswa agar termotivasi dan tidak takut
salah.
g.
Kembangkan diskusi
secara lebih lanjut dengan cara siswa bergantian membacakan pertanyaan di
tangan masing-masing sesuai waktu yang tersedia.
h.
Guru melakukan
kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
2. Poster
Session (Membuat Poster)
Strategi ini mendorong
peserta didik bekerja dalam kelompok untuk menuangkan pemahaman yang diperoleh
dalam bentuk gambar. Gambar hasil buatan kelompok itu disampaikan dalam kelas.
Kegiatan ini dapat dilakukan pada model pembelajaran discovery learning, project
based learning, contextual teaching and learning maupun inquiry learning pada saat menyampaikan/ mengkomunikasikan hasil
analisa.
Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.
Bagilah kelas dalam
beberapa kelompok dan mintalah mereka untuk mendiskusikan sebuah permasalah
yang terkait dengan topik;
b.
Mintalah setiap kelompok
untuk berdiskusi;
c.
Mintalah tiap kelompok
untuk menuangkan hasil diskusi dalam bentuk gambar atau poster;
d.
Mintalah setiap kelompok
untuk mempresentasikan dan menjelaskan gambar yang dibuat oleh kelompok;
e.
Beri siswa beberapa
pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi.
3. Small
Group Discussion (Diskusi Kelompok Kecil)
Strategi ini dapat
diterapkan pada semua level MI, MTs, maupun MA. Strategi ini dapat diterapkan
pada kegiatan mengumpulkan informasi, menguji jawaban tentatif maupun
mengasosiasi pada model pembelajaran inquiry
learning maupun problem based learning.
Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a. Bagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil
(maksimal 5 murid) dengan menunjuk ketua dan sekretaris;
b. Berikan soal studi kasus (yang dipersiapkan
oleh guru) sesuai dengan Kompetensi Inti (KI) & Kompetensi dasar (KD);
c.
Instruksikan setiap
kelompok untuk mendiskusikan jawaban soal tersebut;
d.
Pastikan setiap anggota
kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi;
e.
Instruksikan setiap
kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil diskusinya dalam
forum kelas;
f.
Klarifikasi, penyimpulan
dan tindak lanjut guru.
4. The Power
of Two & Four (Menggabung 2 dan 4 Kekuatan)
Strategi ini dapat
diterapkan dalam pembelajaran PAI. Kombinasi strategi yang memungkinkan adalah
power of 2, 4, 8 dengan Small Group
Discussion (SGD), dan diakhiri dengan gallery
walk. Strategi ini dapat diterapkan pada kegiatan mengumpulkan informasi,
menguji jawaban tentatif maupun mengasosiasi pada model pembelajaran inquiry learning maupun problem based learning.
Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.
Tetapkan satu masalah/
pertanyaan terkait dengan materi pokok (KI/ KD/ Indikator);
b.
Beri kesempatan pada
peserta untuk berpikir sejenak tentang masalah tersebut;
c.
Bagikan kertas pada tiap
peserta didik untuk menuliskan pemecahan masalah/ jawaban (secara mandiri) lalu
periksalah hasil kerjanya;
d.
Perintahkan peserta
didik bekerja berpasangan 2 orang dan berdiskusi tentang jawaban masalah
tersebut, lalu periksalah hasil kerjanya;
e.
Peserta didik membuat
jawaban baru atas masalah yang disepakati berdua;
f.
Selanjutnya perintahkan
peserta didik bekerja berpasangan 4 orang dan berdiskusi lalu bersepakat
mencari jawaban terbaik, lalu periksalah hasil kerjanya;
g. Jawaban bisa ditulis dalam kertas atau lainnya,
dan guru memeriksa dan memastikan setiap kelompok telah menghasilkan
kesepakatan terbaiknya dalam menjawab masalah yang dicari;
h.
Guru mengemukakan
penjelasan dan solusi atas permasalahan yang didiskusikan tadi;
i.
Guru melakukan
kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
5. Information Search (Mencari Informasi)
Strategi ini tepat
digunakan pada level atas, misalnya, MTs kelas IX dan MA. Model kombinasi
strateginya adalah information search,
SGD dan Gallery Walk. Strategi ini
dapat diterapkan pada kegiatan mengumpulkan informasi, pada model pembelajaran inquiry learning, discovery learning maupun
problem based learning.
Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.
Tersedia referensi
terkait topik pembelajaran tertentu sesuai KI/ KD/ Indikator (misalnya: hakikat
manusia)
b.
Guru menyusun kompetensi
dari topik tersebut;
c.
Pesrta didik mengidentifikasi
karakter manusia
d.
Guru membuat pertanyaan
untuk memperoleh kompetensi tersebut;
e.
Bagi kelas dalam
kelompok kecil (maksimal 3 orang);
f.
Peserta ditugasi mencari
bahan di perpustakaan/ warnet yang sudah diketahui oleh guru bahwa bahan
tersebut benar-benar ada;
g.
Setelah peserta mencari
dan kembali ke kelas, guru membantu dengan cara membagi referensi kepada
mereka;
h.
Peserta diminta mencari
jawaban dalam referensi tersebut yang dibatasi oleh waktu (misal 10 menit) oleh
guru;
i.
Hasilnya didiskusikan
bersama seluruh peserta didik di kelas;
j.
Guru menjelaskan materi
pelajaran terkait dengan topik tersebut;
k.
Guru melakukan
kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
6. Point-Counter
Point (Beradu Pandangan sesuai Perspektif)
Penerapan strategi Point-Counter Point (PCP) tepat digunakan dengan kombinasi strategi
role play dan debat berantai pada
model pembelajaran problem based learning.
Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.
Pilih satu topik yang
mempunyai dua perspektif (pandangan) atau lebih;
b.
Bagi kelas menjadi
beberapa kelompok sesuai dengan perspektif (pandangan yang ada);
d. Mintalah masing-masing kelompok untuk
menyiapkan argumen sesuai dengan perspektif kelompoknya;
e. Pertemukan kembali masing-masing kelompok dan beri
kesempatan salah satu kelompok tertentu untuk memulai berdebat dengan
menyampaikan argumen yang disepakati dalam kelompok;
f.
Undang anggota kelompok
lain untuk menyampaikan pandangan yang berbeda;
g.
Beri klarifikasi atau
kesimpulan dengan membandingkan isu-isu yang diamati.
7. Role
Play (Bermain Peran)
Strategi role play dapat diterapkan dalam
pembelajaran PAI materi beriman kepada malaikat Allah. Penjelasan mengenai contoh iman kepada malaikat Allah dapat melalui
role play kisah santri dan kyai.
Kombinasi strateginya adalah role play dengan
SGD. Kegiatan ini dapat dilakukan
pada sesi mengkomunikasikan pada model pembelajaran problem based learning.
Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.
Menetapkan topik;
1)
Konflik interpersonal
2)
Konflik antar golongan
3)
Perbedaan pendapat/
perspektif, dan lain-lain.
b.
Tunjuk dua orang siswa/
peserta didik maju ke depan untuk memerankan karakter tertentu: 10-15 menit;
c.
Mintalah keduanya untuk
bertukar peran;
d.
Hentikan role play
apabila telah mencapai puncak tinggi/ dirasa sudah cukup;
e. Pada saat kedua siswa/ peserta didik memerankan
karakter tertentu di muka kelas, siswa/ peserta didik yang lain diminta untuk
mengamati dan menuliskan tanggapan mereka;
f.
Guru melakukan
kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
g.
Tujuan dari penerapan
strategi role play adalah:
1)
Memberikan pengalaman
kongkrit dari apa yang telah dipelajari;
2)
Mengilustrasikan
prinsip-prinsip dari materi pembelajaran;
4) Menyiapkan/ menyediakan dasar-dasar diskusi yang
kongkret;
5) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa/
peserta didik;
6) Menyediakan sarana untuk mengekspresikan
perasaan yang tersembunyi di balik suatu keinginan.
8. Debat
Berantai
Strategi debat berantai ini tepat diterapkan
pada kelas MA. Kombinasi strateginya adalah debat berantai dengan model pembelajaran problem based learning.
Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok
kecil;
b. Masing-masing kelompok ditunjuk koordinator
untuk menulis;
c. Mereka diberi konsep atau gagasan yang
mengundang pro-kontra;
d. Masing-masing kelompok memberikan pendapatnya
dengan cara:
1) Koordinator mengatur posisi duduk melingkar;
2) Setiap anggota kelompok menyampaikan ide setuju dengan alasannya, bergantian
anggota yang lain tidak setuju dengan
alasannya;
3) Pada putaran kedua, anggota yang tadi setuju berganti menyampaikan ide tidak setuju disertai alasan, sementara yang tidak setuju berganti menyampaikan setuju disertai alasannya, demikian hingga semua anggota selesai
menyampaikan pendapat bebasnya.
e. Guru meminta siswa secara sukarela maju ke depan
untuk menuliskan alasan yang setuju dan tidak setuju dari masing-masing
kelompok tadi;
f. Guru menyimpulkan dan melakukan refleksi serta
tindak lanjut.
9. Gallery Walk (Pameran berjalan)
Strategi gallery walk dapat diterapkan dalam
pembelajaran PAI pada semua level MTs dan MA.
Kombinasi strateginya adalah gallery walk,
diskusi kelompok, dan turnamen. Strategi turnamen digunakan untuk memotivasi
tiap kelompok agar menampilkan hasil kerja kelompok terbaiknya. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan model pembelajaran project
based learning pada tahap mengevaluasi project pada aktifitas
mengkomunikasikan.
Langkah-langkah
penerapan strategi ini adalah:
a.
Peserta dibagi dalam
beberapa kelompok;
b.
Kelompok diberi kertas
plano/ flip cart;
c.
Tentukan topik/ tema
pelajaran;
d.
Hasil kerja kelompok
ditempel di dinding;
e.
Masing-masing kelompok
berputar mengamati hasil kerja kelompok lain;
f.
Salah satu wakil
kelompok menjelaskan setiap apa yang ditanyakan oleh kelompok lain;
g.
Koreksi bersama-sama;
h.
Klarifikasi dan
penyimpulan.
E. Menata Kelas Pembelajaran Aktif dan Dinamis
Peserta didik
(murid/siswa/santri) dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan beragam, ada
yang memiliki tingkat kepandaian yang tinggi, sedang, dan kurang. Menurut
pandangan psikologi pendidikan, sebenarnya tidak ada peserta didik yang pandai
atau bodoh, yang lebih tepat adalah peserta didik dengan kemampuan lambat atau
cepat dalam belajar. Dalam materi yang sama, bagi peserta didik satu memerlukan
dua kali pertemuan untuk memahami isinya, namun bagi peserta didik lain perlu
empat kali pertemuan atau lebih untuk dapat menyerapnya.
Oleh karena itu, guru
perlu mengatur kapan peserta didik bekerja secara perorangan, berpasangan,
kelompok, atau klasikal. Jika harus dibentuk kelompok, kapan peserta didik
dikelompokan berdasarkan kemampuannya sehinga ia dapat berkonsentrasi membantu
peserta didik yang kurang, dan kapan peserta didik dikelompokkan secara
campuran berbagai kemampuan sehingga terjadi tutor sebaya (peer teaching).
Dalam kerangka
mewujudkan desain belajar siswa maka pengaturan ruang kelas dan siswa (setting kelas) merupakan tahap yang
penting dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Karena itu, kursi, meja dan
ruang belajar perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan
pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik, yakni memungkinkan hal-hal
sebagai berikut:
1.
Mobilitas: peserta didik
dikondisikan ke bagian lain dalam kelas.
2.
Aksesibilitas: peserta
didik mudah menjangkau sumber belajar yang tersedia.
3.
Komunikasi: peserta
didik mudah berkomunikasi secara intensif kepada seluruh teman di kelas.
4.
Interaksi: memudahkan
interaksi antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik. Interaksi
yang tercipta berupa interaksi multi-arah.
5.
Dinamika: kelas dinamis,
dibuktikan dengan dinamika kelompok, dinamika individu, dan dinamika
pembelajaran.
6.
Variasi kerja peserta
didik: memungkinkan peserta didik bekerjasama secara perorangan, berpasangan, atau kelompok.
Lingkungan fisik dalam ruangan kelas dapat menjadikan belajar
aktif. Tidak ada
satu bentuk ruang kelas yang mutlak ideal, namun
ada beberapa pilihan yang dapat diambil sebagai variasi. Dekorasi interior
kelas perlu dirancang yang memungkinkan peserta didik belajar secara aktif.
Setting atau formasi kelas
berikut ini tidak dimaksudkan untuk menjadi susunan yang permanen, namun hanya sebagai alternatif dalam penataan ruang
kelas. Jika Anda memilih melakukannya, mintalah siswa untuk membantu
memindahkan meja kursi. Hal itu juga membuat mereka ”aktif”. Tata-letak fisik
kelas pada umumnya bersifat sementara (tentatif), fleksibel dan realistis.
Artinya guru dapat saja mengadakan perubahan setiap saat sesuai dengan
keperluan dan kesesuaian dengan materi ajarnya. Jika meubeler (meja atau kursi)
yang ada di ruang kelas dapat dengan mudah dipindah-pindah, maka sangat mungkin
menggunakan beberapa formasi ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang
diinginkan pendidik.
1. Formasi Huruf U
Formasi ini dapat
digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat guru dan/atau
melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan langsung
satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada
peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke
berbagai arah dengan seperangkat materi.
Guru dapat menyusun meja
dan kursi dalam format U, Selain model di atas, formasi U berikut ini
memungkinkan kelompok kecil yang terdiri dari tiga peserta didik atau lebih
dapat keluar masuk dari tempatnya dengan mudah.
2. Formasi Lingkaran
Para peserta didik duduk
pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk melakukan interaksi
berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk diskusi kelompok
penuh.
Jika guru menginginkan
peserta didik memiliki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni meja ditempatkan di
belakang peserta didik. Guru dapat menyuruh peserta didik memutar
kursi-kursinya melingkar ketika guru menginginkan diskusi kelompok.
3. Susunan Chevron (V)
Sebuah susunan ruang
kelas tradisional tidak memungkinkan untuk melakukan belajar aktif. Jika
terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia
beberapa meja, barangkali guru perlu menyusun peserta didik dalam bentuk ruang
kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan lebih
baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain daripada baris
lurus. Dalam susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat tanpa jalan
tengah, seperti tampak pada gambar berikut:
4. Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara
untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa meja kursi, guru dapat
mencoba mengelompokkan kursi-kursi dalam pasangan-pasangan yang
memungkinkan penggunan teman belajar. Guru dapat mencoba membuat nomor genap
dari baris-baris ruangan yang cukup diantara mereka sehingga pasangan-pasangan
peserta didik pada baris-baris nomor ganjil dapat memutar kursi-kursi mereka
melingkar dan membuat persegi panjang dengan pasangan tempat duduk persis di
belakang mereka pada baris berikutnya.
Format atau setting kelas ini banyak digunakan di
lembaga pendidikan manapun karena paling mudah dan sederhana. Tetapi secara
psikologis, bila digunakan sepanjang masa tanpa variasi format lain akan
berpengaruh terhadap gape psikologis
peserta didik seperti merasa minder, takut dan tidak terbuka dengan teman,
karena sesama peserta didik tidak pernah saling berhadapan (face to face) dan hanya melihat punggung
temannya sepanjang tahun dalam belajar.
Meskipun demikian tidak berarti format kelas seperti
ini tidak bisa digunakan untuk pembelajaran aktif, tentu hal ini tergantung
bagaimana guru menciptakan suasana belajar aktif dengan strategi yang tepat.
Berikut ini tampak gambar/ formasi kelas tradisional
Komentar
Posting Komentar